Persahabatan Tak Selaras


Sumber foto: https://nl.pinterest.com/pin/611434086889857028/repin

Namaku Melati, sekarang aku duduk di kelas 1 SMA, teman-teman biasa memanggilku dengan sebutan Mel. Aku mempunyai 5 orang teman yang dekat denganku, yaa… Mungkin ini bisa dibilang persahabatan. Semua hal kami lakukan bersama-sama, mulai dari belajar, nongkrong, ke kantin, bahkan di luar sekolah pun kami selalu sama. Dua semester telah berlalu, sahabat yang awalnya banyak, kini tinggal sedikit. Di sinilah ku rasa, persahabatan mulai goyah. Satu persatu dari mereka meninggalkan lorong pertemuan. Tinggal kami bertiga, aku, temanku Ani dan Cindy. Saat yang lain pergi, kami mencoba bertahan dan komitmen untuk menjadi sahabat selamanya. Saat ini, aku berbeda kelas dengan Ani dan Cindy. Karena tak sekelas lagi, kami mencari waktu luang lain yang bisa membuat perjumpaan ini tak berakhir. Di kantin, acara sekolah, di luar sekolah dan di tempat lain kami coba menghabiskan waktu yang mungkin ke depannya akan sulit tuk di jalani. Semuanya terasa menenangkan dan juga menyenangkat.

Semester dua kelas dua, sampai saat ini tiba, tiba-tiba Ani dan Cindy mengungkapkan kegelisahan mereka.

Ani berkata, “Mel, kok kami aja sih yang jemput kamu ke kelasmu kalo mau pergi ke kantin?”.

Cindy, “Iya Mel, kok kamu gitu? Kok kamu gak pernah main ke kelas kami dan jemput kami ke kantin?” timpalnya.

Mendengar perkataan mereka, aku hanya bisa diam, dan melebur topik dengan bercanda. Candaan itu hanya di sekolah, ketika di rumah aku berfikir mengapa dan apa yang ada dibenak kedua sahabatku itu. Kenapa mereka hanya mementingkan diri mereka saja? Begitu banyak hal melayang di otakku ketika mereka mengungkapkan perasaan yang begitu menyakitkan menurutku.

“Apa yang salah? Padahal kantin emang dekat dengan kelasku, kenapa mereka begitu egoisnya menyuruh aku mutar ke kelas mereka?”, kataku dalam hati.

Emosi meluap dalam batinku, pikiranku kacau, ku coba redupkan namun tak bisa. Keesokan harinya di sekolah, aku mulai mencoba untuk mengikuti keinginan dua orang teman terbaikku itu.

Ku kira semua sudah baik-baik saja, ternyata ada yang tak baik-baik saja. Bulan terakhir di semester dua, di kelasku kedatangan murid baru, Namanya Tia. Tia senang bermain denganku, kadang kami menghabiskan waktu bersama, ke kantik, perpustakaan, jam istirahat sekolah dan hal lain juga kami lakukan bersama-sama.

Ani dan Cindy tak senang hati denngan keakraban kami. Mereka mendatangiku sambil berkata,

“Asik ya, kamu punya teman baru, jadi jarang maian sama kami” kata Ani.

“Selamat ya!” kata Ani dan Cindy serentak.

Tanpa memberi waktu ku tuk menjawab pertanyaan tersebut, mereka meninggalkanku dan pergi ke kelas mereka. Aku tak tau harus berkata apa, saat itu aku hanya memikirkan kalau berteman dengan yang lain adalah hal yang wajar. Saat pulang, pikiranku kembali kacau. Aku berfikir apakah persahabatan harus seperti ini? Di usiaku ini, aku bingung harus bagaimana mengahadapinya. Sejak saat itu, kemudian aku mulai fleksibel berteman, aku mencoba membagi waktu ke semua teman-temanku di sekolah, seluruh kelas seangkatan, aku coba berteman. Entah bagaimana mestinya, tapi aku merasa bahagia, daripada terkekang dalam satu lingkaran. Entah siapa yang sebenarnya salah, mungkin ini memang cerita yang sudah ditakdirkan. Tak patut juga menyalahkan keadaan, mungkin aku yang salah terbuai dalam pencarian kebahagian diri atas diriku sendiri.