Pernahkah kalian mengalami WhatsApp Anxiety dan bagaimana mengatasinya?

Di era digital ini, banyak pekerjaan yang dilakukan melalui komunikasi digital, yang saat ini biasanya dilakukan melalui WhatsApp. WhatsApp telah menjadi media elektronik yang paling banyak digunakan untuk berkomunikasi dengan seluruh dunia dengan cara yang lebih cepat dan mudah. Membahas dan mendelegasikan tugas menjadi lebih mudah dengan aplikasi perpesanan ini. Namun, di sisi lain, serangan pesan berulang juga dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan kecemasan dari waktu ke waktu. Kondisi ini dikenal sebagai ketakutan terhadap WhatsApp.

Meskipun WhatsApp memberikan banyak kemudahan dan manfaat bagi kelangsungan kehidupan sehari-hari. Namun, WhatsApp juga bisa menakutkan dalam konteks profesional. Hal ini dikarenakan smartphone terlalu banyak memberikan notifikasi dari rekan kerja atau grup WhatsApp (WAGs) karena orang yang mengalami ketakutan terhadap WhatsApp merasa cemas dan memikirkan hal-hal penting yang sedang terjadi. Selain itu, meningkatnya jumlah pesan yang belum dibaca dari grup juga dapat membuat perasaan menjadi cemas karena merasa melewatkan diskusi penting.

Referensi:
Halodoc. (2021). WFH Bisa Sebabkan WhatsApp Anxiety, Ini Penjelasannya. Diakses pada Selasa, 28 September 2021 melalui https://www.halodoc.com/artikel/wfh-bisa-sebabkan-whatsapp-anxiety-ini-penjelasannya
image: freepik.com

1 Like

Pernah!
Kejadian ini aku alami ketika masih memiliki jabatan di suatu organisasi, dimana pada saat itu ketua umum dan anggota lainnya menghilang tanpa kabar, padahal saat itu sedang ada pelaksanaan proker besar! yang berkaitan dengan pemilihan Presiden BEM yang baru. Walhasil, karena aku sekumnya, jadi banyak dari staf ahli wakil dekan menghubungi aku, hampir tiap hari menelfon dan selalu berbeda orang. Total ada 4 staf ahli waktu itu yang menghubungi aku, baik melalui telfon atau personal chat WhatsApp. Belum lagi, desakan dari mahasiswa lain dari DM IG atau melalui personal chat WA, yang menanyakan kapan program kerja tersebut dilaksanakan. Keadaan tersebut benar-benar membuatku cemas, hampir setiap hari nangis gara-gara ngerasa jalan sendiri dan semua tugas di bebankan ke aku sedangkan yang lain dimana aku nggatau, nggada kabar, dihubungi nggapernah dibalas :frowning_face:
Akhirnya ya itu, aku mengalami WA Anxiety, selalu merasa cemas jika membuka WhatsApp, bahkan kadang saking cemasnya, benar-benar sehari aku tidak membuka aplikasi tersebut, notif aku matikan. Selain karena pengalaman yang kurang menyenangkan di organisasi, biasanya aku mengalaai WhatsApp Anxiety karena selalu diajak untuk mengerjakan tugas pas weekend, i mean, kenapa tugas ngga dikerjain sehari setelah diberikan tugas, kenapa harus H-1 deadline atau pas weekend? Karena weekend bagiku benar-benar waktu untuk rest, kerja ada jamnya sendiri, ya pas 5 hari kerja itu :((. Jadi gara-gara hal tersebut, aku sering mematikan ceklis biru, agar jika ada orang nge-chat, aku bisa baca dulu isi pesannya, apa konteks pesannya, jadi kalo mau bales dua tiga jam kemudian, ngga masalah. Sebetulnya bukan maksud “menganggurkan” atau “sok ngartis” tapi ada beberapa pesan yang menurutku menjadi prioritas untuk di balas. Jika chatnya basa-basi, biasanya paling enggan aku balas. Jika notif biru aku nyalakan, dan pesan tidak dibalas, aku takut jiwa ybs sakit hati hehe

Pernah. Bahkan tidak hanya WhatsApp saja, tapi juga Line dan Instagram. Saya merasakan ini saat mulai kuliah. Saya tidak ingat bagaimana awal mulanya, yang jelas sampai sekarang saya masih sering merasakan hal tersebut dan bila hal itu terjadi saya hanya bisa mengabaikannya dan berhenti memegang hp sampai perasaan saya membaik.

saya merasakannya sejak perkuliahan dilakukan secara daring, karena sebelumnya komunikasi perkuliahan hanya dilakukan melalui aplikasi Line jadi whatsapp merupakan tempat aman untuk saya dan hanya orang-orang terdekat saja yang memiliki kontak whatsapp saya.

sejak perkuliahan dilakukan secara daring banyak grup yang akhirnya pindah ke whatsapp, sehingga saya jadi cenderung malas untuk membuka aplikasi tersebut karena terlalu banyak pesan yang masuk. mulai dari grup organisasi, grup divisi sebuah acara, grup kelas, grup bimbingan bertumpuk jadi satu di whatsapp, sehingga setiap kali membuka whatsapp harus melihat beban itu secara bersamaan. hal tersebut pernah membuat saya tertekan dan jadi banyak overthinking.

sehingga yang saya lakukan adalah mengarsipkan semua grup tersebut kecuali grup kelas dan membukanya satu persatu sesuai kebutuhan dan jadwal deadline. sehingga saya tidak harus menyulitkan orang lain yang mungkin menghubungi saya dan penting tetapi saya terlalu malas untuk membuka whatsapp sehingga orang tersebut menunggu lama untuk mendapatkan jawaban dari saya.

Pernah banget!
Beberapa waktu lalu saya merasakan Whatsapp anxiety karena seluruh percakapan mulai dari tugas, organisasi, magang, pertemanan, hingga percintaan terjadi melalui Whastapp. Ada satu titik dimana semua permasalahan datang hampir bersamaan sehingga membuat saya cemas dan takut saat mendengar notifikasinya saja. Bahkan hal tersebut tetap terjadi saat semua permasalahan itu sudah selesai. Salah satu cara yang cukup membantu ialah dengan mengarsip seluruh chatan yang ada, sehingga room chat terlihat kosong dan bersih :sweat_smile:

pernah, bahkan saya rasa itu masih saya rasakan hingga saat ini. Saya kadang enggan untuk membuka whatsapp terutama ketika ada seseorang yang mengirimkan pesan kepada saya. Ketika seseorang mengirim pesan kepada saya hanya dengan memanggil nama tanpa langsung mengatakan keperluannya membuat saya risau sekaligus merasa kesal karena tidak langsung mengatakan keperluan. Notifikasi grup kadang membuat saya merasa cemas pula karena seringkali berkaitan dengan tugas-tugas yang perlu diselesaikan, untuk mengatasi hal tersebut saya mematikan tanda baca saya sehingga saya bisa lebih tenang dan siap ketika harus membalas pesan dari orang lain.

Aku pernah mengalaminya saat semester 5, 6, dan mungkin sampai sekarang? :woman_shrugging: Namun beruntungnya akhir-akhir ini sudah lumayan santai dan tidak sekhawatir dulu. Saat-saat semester 5 dan 6 tersebut memang aku sedang ikut sebuah organisasi dan kepanitiaan juga. Jadi tiap hari hpku rame terus dengan notifikasi dari WA. Selain kedua grup tersebut, masih terdapat grup-grup lain seperti grup kelas, angkatan, makul dengan dosen A B C D E, dst. Apalagi kalau nomorku sudah ditag (@) di dalam sebuah grup, wah itu bikin aku khawatir dan panik luar biasa. Takutnya aku melakukan suatu kesalahan / lupa mengirim tugas, dll. Dan karena isi WA-ku yang hampir seluruhnya grup, aku mengalihkan chattingan dengan temanku via dm Instagram dan Twitter HEHEHEHE :grimacing:

Wah, sering. Bahkan aku masih merasakannya sampai sekarang, malah ada beberapa teman atau group aku mute dan archive. Bukan WhatsApp saja, juga social media lain seperti Instagram juga. Pernah aku benar-benar merasa buntu sampai muncul keinginan untuk uninstall WhatsApp, tapi jelas tidak mungkin karena keperluan kampus, magang, dan berkomunikasi dengan orangtua pun via WhatsApp. Mungkin aku bakal uninstall, but dont know when, karena kita tidak tahu apakah WhatsApp akan terus menjadi media komunikasi nomor 1 di masa depan, atau akan tergantikan dengan media lainnya.

Hmmm…saya sendiri pernah dan lumayan sering merasakan hal yang disebut dengan WhatsApp Anxiety (yang saya ternyata baru tahu ada istilahnya). Kebetulan saya adalah orang yang tipenya adalah tidak mau melewatkan informasi sehingga ketika grup - grup whatsapp saya penuh dengan notifikasi chat, saya mulai berpikiran jika ada hal - hal penting yang saya sedang lewatkan dan saya sendiri pernah beberapa kali melewatkan beberapa hal penting tersebut seperti misalnya pengumuman dari dosen mengenai suatu hal yang penting yang baru saya ketahui ketika notif di grup WA kelas atau angkatan sudah sangat banyak dan masih banyak lagi contohnya.

Dan saya juga seperti @dinarizki adalah tipe orang yang sangat benci jika notif WA itu penuh ketika hari libur yang biasanya saya gunakan untuk rileks sejenak dari rutinitas selama 5 hari penuh. I mean, siapa yang ga merasa terganggu dengan hal - hal seperti itu ? kita ingin menikmati akhir pekan dengan suasana yang rileks dan menenangkan , tetapi kita malah disibukan dengan perasaan worry akan ketinggalan sebuah informasi penting yang mungkin saja akan datang di waktu - waktu yang tidak bisa kita prediksi. terkadang, orang yang chat saya pun bisa, ditunda dulu menjawabnya karena memang kebanyakan hanya chat memanggil nama saya saja tanpa stating keperluannya apa.

Hal itulah yang membuat saya sekarang merasa agak - agak malas ketika hendak membuka WA, sehingga saya sendiri mulai membuat sedikit perubahan untuk mengatasi hal seperti yang sudah disebutkan diatas dengan cara sedikit mengurangi interaksi saya dengan smartphone yang saya miliki dan berusaha untuk " membawa santai " setiap urusan terutama ketika berhadapan denga notif - notif WA yang tiba - tiba bisa sangat banyak, padahal baru saja ditinggal sebentar.

Pernah dan masih mengalami. Awal dari perkuliahan daring, semua berjalan dengan lancar dan saya merasa enjoy dapat melakukan ‘semua aktivitas’ hanya dalam genggaman tangan. Waktu berjalan hingga awal tahun 2021, saya merasa sangat lelah dan mudah cemas ketika melihat notifikasi dari WhatsApp. Saya pikir saat itu saya memang tidak dalam kondisi yang sehat untuk melanjutkan keseharian. Akhirnya saya memutuskan untuk mematikan notifikasi WhatsApp, sehingga tidak akan muncul pada status bar ponsel saya. Ternyata, hal itu berkelanjutan hingga dua bulan lamanya. Sesekali saya masih membuka dan melihat grup kelas. Namun tidak sering dan memang jadi lebih terlambat tahu dari yang lain. Namun dari dua bulan mematikan notifikasi WhatsApp itu, yang saya dapat justru tenang. Saya tidak seperti dikejar-kejar oleh sesuatu. Setelah merasa nyaman, saya menyalakan notifikasi lagi. Tidak berlangsung lama, saya merasakan rasa cemas dan panik yang serupa seperti apa yang pernah saya rasakan sebelumnya. Dibanding lari seperti beberapa bulan yang lalu, saya memilih tetap menyalakan notifikasi namun mengarsipkan ruang obrolan tertentu yang saya rasa cukup menguras tenaga. Tidak lupa untuk berterima kasih pada fitur mark as read dari bar notifikasi yang memudahkan saya untuk langsung membaca, sehingga tidak akan menumpuk pesan yang ada.

aku baru tau kalo ada whatsapp anxiety heheh, dan sepertinya aku juga termaksud kedalam anxiety ini. Aku mulai merasakannya ketika pesan sudah menumpuk dan banyak orang yang mencari ku dan meminta tolong. ketika pesan grup atau personal chat masuk, itu otomatis membuat aku panik sampai enggan untuk buka whatsapp saking takutnya aku mematikan penggunaan data hanya agar whatsapp tidak aktif. bukan cuma whatsapp saja, aplikasi lainnya terlebih instagram terkadang membuat diri terasa tertekan jika sedang memainkannya.

Pernah. sebelum pandemi pun sebenarnya sudah ada, tapi semenjak pandemi rasa kecemasan itu semakin menjadi-jadi:) Apalagi sekarang semua kegiatan berkomunikasi kebanyakan dilakukan dengan menggunakan aplikasi WA. entah untuk berkomunikasi dengan grup kampus, teman SMA, magang, dan kepanitiaan. untuk mengurangi anxiety tsb, saya mengakalinya dengan mute sementara grup-grup tersebut. bahkan pernah suatu kali, saya mengatur notifikasi aplikasi WA saya dengan mematikan notifikasinya agar tidak ada notif pesan yang muncul di hp saya. semua itu saya lakukan untuk mengurangi anxiety dan tidak mengganggu hari saya:) walau pada akhirnya, saya juga akan tetap membuka dan membaca grup tersebut. namun, setidaknya di waktu dan keadaan yang berbeda.

Ternyata bukan cuma aku doang yg ngerasain ky ginii sumpah gaenak bgt rasanya. Seperti temen2 yg lain, rasa cemas aku jg muncul grgr ikut organisasi bahkan stlh udah gaikut pun rasa cemasnya masih ada sampai skrg malah makin parah ky jd takut buat buka hp apalagi kalau ada notif ky lgsg cemas dan energi aku lgsg terkuras gt rasanya:( gimana sih cara nyembuhinnya?

2 Likes

Aku pernah mengalami ini di akhir 2020. Waktu itu masih menyesuaikan diri untuk bekerja secara online. Awalnya kupikir bakal berjalan biasa saja dan penyesuaiannya tidak terlalu berat. Kupikir sesederhana memindahkan kantor ke rumah. Tapi ternyata nggak sesederhana itu.

Saat itu kerjaan kantor lagi banyak-banyaknya dan aku handle semua secara online. Rasanya chat wa, email dan zoom beruntun nggak ada habisnya. Kalau di kantor kita punya jam kerja yang pasti, tapi waktu wfh batas jam kerja itu jadi bias. Chat bisa datang sewaktu-waktu, nggak pagi nggak malam selalu ada. Dan sejujurnya yang paling mengganggu, dibanding yang lainnya, buat aku adalah chat wa.

Dibandingkan email, chat itu lebih punya kesan “urgent” dan harus segera dibalas. Meskipun si pengirim tidak memaksa kita untuk segera membalas, tapi perasaan berkewajiban untuk membalas itu timbul sendiri. Entah kalian merasa seperti ini atau tidak, tapi saat itu aku merasa, si pengirim chat menunggu aku membalas chatnya, dan aku merasa tidak enak hati kalau kelihatan online tapi tidak membalas. Lama-lama perasaan harus membalas chat ini jadi overwhelming dan berkembang jadi rasa tidak tenang yang tidak sehat. Terbukti setelah dua bulan wfh aku terkena panick attack :smiley:

Sejak itu pakai dua akun wa dengan memanfaatkan wa business. Satu khusus untuk pekerjaan, satu untuk keluarga dan teman-teman. Dengan begini aku jadi bisa lebih memanage pikiranku. Jujur pusing sekali kalau harus menghadapi jenis chat yang berbeda di satu akun yang crowded. Setelah itu aku coba pakai beta, sehingga ada fitur archive. Aku arsipkan chat-chat yang berisik atau yang tidak ingin aku baca kecuali sudah menyiapkan diri untuk membacanya. Dengan begitu room chatku jadi lumayan bersih.

Kalau sedang tidak ingin diganggu, aku atur di pengaturan hpku untuk mematikan penggunaan data baik dari kuota ataupun wifi ke wa. Sehingga aku tetap bisa menggunakan perangkatku, tapi wa ku centang satu. Beberapa kali saat merasa perlu, aku menguninstall wa dan cuma membukanya di laptop saja

Aku coba melakukan beberapa hal ini, karena aku sadar, meskipun aku mengalami anxiety tapi banyak hal yang tetap harus dijalankan sebagaimana mestinya. Lari dan menghindar malah menambah masalah baru.

Semoga dari pengalaman tadi ada yang bisa diambil ya @kindlejoy

1 Like

Waah semangat yaa @kindlejoy. Kalo diinget-inget kyknya pernah juga aku ngalamin ini. Mungkin sampe bisa dibilang anxiety jugasih. Kaya yang kamu bilang rasanya energi kekuras habis padahal cuma mau buka hp dan liat notif aja.

Yang aku lakuin waktu itu adalah matiin notif dan matiin centang biru. Aku buka wa cuma di jam tertentu yang aku tentukan buat diriku sendiri. Saat itu aku berusaha menyadarkan diri kalo wa tuh cuma alat aja buat aku berkomunikasi dengan orang lain. Harusnya aku yang berkuasa atas penggunaanku, bukan aku yang jadinya malah ngerasa nggak berdaya dan merasa terkekang gara-gara wa. Menurutku kesadaran ini penting banget sih, biar kita tau kalau kita punya kendali penuh atas penggunaan kita. Kita boleh ga bales chat atau ga ngebaca chat kalau kita lagi nggak pengen. Kita harus tau kalau kita nggak boleh nggak merdeka gara-gara wa.

Emang lucu kalau dipikir, tapi kenyataannya perasaan kaya gitu tuh ada.

Kalo anxietymu udah sangat mengganggu, saranku kamu pergi ke psikolog. Aku sendiri waktu itu belum merasa perlu ke psikolog, jadi untuk deal with it aku nyoba nerapin mindfulness dengan nulis. Aku nulis buat menguraikan apa yang sebenernya aku rasaian dan apa yang aku alamin biar pikiranku jadi jernih dan bisa mengidentifikasi permasalahanku dengan jelas.

Setelah nulis apa yang aku rasain dengan sejujur-jujurnya, aku jadi tau, kalau sebenernya yang kutakutin dari chat wa adalah, karena aku ngerasa, chat-chat yang bertubi-tubi dari segala macam jenis grup atau orang yang ada di sana itu bikin aku nggak punya space buat diri aku sendiri. Aku ngerasa walaupun lagi sendiri, pada dasarnya aku nggak sendirian, karena mereka ada di wa dan mereka berisik di sana. Terus aku juga pernah takut ngebuka wa, itu karena ada hal yang belum aku kelarin sama orang lain dan aku belum siap buat ngelanjutin itu lagi.

Dari nulis itu sih, aku jadi sadar apa yang harusnya aku lakuin buat ngelawan anxietyku. Aku berusaha sadar kalo aku nggak melulu harus hidup di wa. Aku punya kehidupan juga di real life. Dan mereka yang ada di sana nggak seharusnya ngeganggu kehidupan yang sedang berjalan, kalau aku emang lagi pengen sendiri dan nggak berhubungan sama mereka. Aku percaya anxiety itu harus dilawan dengan kesadaran. Selanjutnya dibantu sama teknis-teknis kaya mute notif, archive chat gapenting, dst.