Permasalahan apa yang ada dalam Penyusunan Sejarah Sastra?

Sejarah sastra adalah ilmu yang memperlihatkan perkembangan karya sastra dari waktu ke waktu. Sejarah sastra bagian dari ilmu sastra yaitu ilmu yang mempelajari tentang sastra dengan berbagai permasalahannya. Di dalamnya tercakup teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra, dimana ketiga hal tersebut saling berkaitan.

Selanjutnya (Todorov; 1985: 61) mengatakan bahwa tugas sejarah sastra adalah:

  1. meneliti keragaman setiap kategori sastra.
  2. meneliti jenis karya sastra baik secara diakronis, maupun secara sinkronis.
  3. menentukan kaidah keragaman peralihan sastra dari satu masa ke masa berikutnya.

Karya sastra, dalam perspektif sejarah sastra, mengandung berbagai permasalahan yang bersifat umum dan khusus.

  • Bersifat umum yakni yang berhubungan dengan penulisan sejarah pada umumnya.
  • Bersifat khusus karena karakter yang melekat pada karya sastra yang memang unik, sehingga perkembangannya tidak tentu konsisten dalam berbagai hal.

Permasalahan yang pertama, yang harus disadari adalah permasalahan dalam penulisan sejarah, yakni masalah subyektifitas rekonstruksi dari realitas yang didasarkan oleh interpretasi subyektif yang mau-tidak mau mesti menyertainya (baca: penulisan sejarah sastra).

Setiap penyusun sejarah sastra akan bertolak dari interpretasi subyektif dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Bambang Purwanto (2003: 129-131) mencatat bahwa sejarah sebagai sebuah pengetahuan sangat tergantung pada wacana dan bentuk representasi antar teks pada konteks sosial dan institusional yang lebih luas di dalam atau melalui bahasa, karena realitas obyektif masa lalu telah berjarak dengan sejarah sebagai ilmu.

Sejarah sebagai ilmu bukanlah representasi langsung dari obyektifitas masa lalu, karena jarak itu telah mereduksi secara langsung kemampuan rekonstruktifnya. Oleh karena itu rekonstruksi sejarah tidak bisa berlaku abadi selamanya, karena tidak ada kebenaran absolut sejarah kecuali kebenaran interpretasi yang didasarkan pada kebenaran metodologis.

Permasalahan yang kedua, yakni permasalahan yang menyangkut batasan konsepsi sastra yang hingga saat ini masih bermasalah karena sangat kompleksnya sifat sastra itu sendiri. Arti sastra yang sangat kompleks itu telah mengaburkan batasan sastra sebagai obyek kajian keilmuan. Itulah sebabnya Teeuw (1984: 21) menuliskan bahwa meskipun sudah cukup banyak usaha yang dilakukan sepanjang masa untuk memberi batasan yang tegas atas pertanyaan: “apakah sastra itu ?”, namun batasan manapun juga yang diberikan oleh para ilmuwan tidak kesampaian. Hal itu dikarenakan batasan sastra itu hanya menekankan satu atau beberapa aspek saja, atau hanya berlaku untuk sastra tertentu saja, atau sebaliknya, terlalu luas dan longgar sehingga melingkupi banyak hal yang jelas bukan sastra lagi.

Bahkan menurut Luxembrg, dkk. (1989: 9) tidak mungkin memberikan sebuah definisi yang universal mengenai sastra. Sastra bukanlah sebuah benda yang dijumpai, sastra adalah sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan.

Permasalahan yang ketiga, yang juga berawal dari sifat kompleksitas sastra adalah subyektifitas sudut pandang dan tekanan setiap penulis sejarah sastra. Karya sastra dapat menampung segala jenis permasalahan yang dimiliki oleh manusia, mulai dari kehidupan sehari-hari yang realis hingga idiologi-idiologi yang tak pernah disentuh oleh indera manusia. Oleh karenanya tumbuh dan berkembangnya karya sastra juga kompleks arahnya. Misalnya, karya sastra yang satu bisa berisi tema yang sama dengan karya sastra yang lain. Kesamaan tema itu belum tentu mengidikasikan adanya keterpengaruhan di antara keduanya. Bila kebetulan tema itu menjadi ciri yang menonjol pada periode tertentu dan bila penulis sejarah sastra menekankan pada kesamaan tema sastra, maka akan ditulisnya bahwa karya sastra yang satu tersebut mendapat pengaruh dari yang lain, atau sebaliknya.

Permasalahan yang keempat, yang sering terjadi adalah konsistensi sudut pandangnya. Sering kali seorang penulis sejarah mencampuradukkan klasifikasi yang didasarkan oleh kriteria yang satu dengan kriteria yang lain. Misalnya, oleh kriteria waktu politik penguasa tertentu, oleh waktu pengaruh budaya tertentu, oleh jenis sastra tertentu dan sebagainya.

Hal semacam ini dapat terjadi oleh karena perkembangan sastra suatu bangsa, di suatu saat seiring dengan perkembangan politik penguasa, namun di sasat yang lain perkembangan sastranya tidak dominan berhubungan dengan politik penguasa, dan sebagainya.

Dengan demikian yang harus diketengahkan adalah bahwa antara karya sastra dengan sejarah sastra mempunyai hubungan yang sangat dinamis, artinya tidak dapat dipastikan arahnya secara konsisten. Bila terdapat usaha untuk menuliskan kekhususan karya-karya sastra dengan periodisasi, bukan berarti bahwa kekhususan itu menjadi harga mati. Sering kali di dalam periode tertentu terdapat perkecualian-perkecualian yang justru dikarenakan kompleksnya sifat karya sastra.

Meskipun demikian bukan berarti penulisan sejarah sastra merupakan kesia-siaan. Dalam proses menggauli karya sastra, idealnya harus dimiliki sejumlah pengetahuan minimal yang berhubungan dengan karya sastra. Inilah pentingnya keilmuan sastra yang di antaranya dikategorikan sebagai sejarah sastra.