Perlukah Pendidikan Seksualitas Masuk dalam Kurikulum Sekolah?

sex-edu130617b

Berbicara tentang kehidupan remaja di zaman sekarang tidak ada habisnya, terutama mengenai masalah seksualitas remaja seperti isu pernikahan anak atau dispensasi perkawinan yang saat ini menjadi sorotan publik. Dispensasi perkawinan diberikan pada laki-laki dan perempuan yang belum genap berusia 19 tahun, seperti yang tercantum dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang merupakan perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 ini telah mengakomodir Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ditetapkan hingga usia 18 tahun.

Dilansir dari SPEK-HAM, Pengadilan Agama Kabupaten Klaten mencatat per Januari hingga Juli 2019 data dispensasi perkawinan mencapai 62 kasus. Mayoritas kasus tersebut dikabulkan karena mengalami kehamilan. Sementara itu, di tahun 2018, dispensasi perkawinan mencapai 110 kasus dan di tahun 2017 mencapai 135 kasus. Kasus tersebut tentunya menimbulkan keprihatinan sendiri bagi orang tua yang memiliki anak yang sudah beranjak remaja.

Berdasarkan kasus diatas, bisa jadi mereka yang mengajukan dispensasi perkawinan belum paham betul mengenai pendidikan seksualitas. Mereka tidak memiliki pengetahuan tentang dampak hubungan seksual dan melahirkan bayi di usia anak. Situasi ini diperparah dengan minimnya akses informasi tentang pendidikan seksualitas pada anak-anak .

Oleh karena itu, memasukkan pendidikan seksualitas dalam kurikulum pendidikan nasional sangat diperlukan. Pendidikan seksualitas dapat membantu anak untuk menyadari hak seksual mereka dan orang lain, anak bisa mengenal dirinya dengan lebih baik. Selain itu juga menjaga diri, dan tidak berlaku semena-mena ke orang lain. Dalam metode penyampaiannya, ruang-ruang kelas harus dipenuhi dengan diskusi tentang seksualitas yang menyenangkan, para guru perlu dibekali informasi yang benar tentang seksualitas sehingga mareka mampu mendidik para siswanya agar tidak malu mendiskusikan tentang seksualitas. Selama ini yang terjadi guru seringkali memaknai seksualitas sebagai pornografi dan tidak pernah melihat dari sudut keilmuannya. Mari kita selamatkan generasi muda kita, sekarang

Melihat fenomena tersebut, menurut Youdics apakah perlu pendidikan seksualitas dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah?

Referensi

Hutomo, M. S. (2016, Mei 10). Perlukah Pendidikan Seks Masuk Kurikulum Sekolah? Retrieved from liputan 6.com: Perlukah Pendidikan Seks Masuk Kurikulum Sekolah? - Citizen6 Liputan6.com

topik yang sangat menarik!

menurut saya perlu, dengan harapan generasi muda berikutnya akan lebih sadar mengenai hak seksual mereka dan semoga bisa menjadi salah satu pencegah terjadinya pernikahan dibawah umur dan pelecehan seksual terhadap anak.

mungkin kalau jaman dulu seringkali pembahasan mengenai seksual ini dianggap tabu, sehingga tidak boleh dibahas sama sekali terutama dengan orang tua. Lantas anak harus belajar dari mana? harus mengetahui dari mana? saya rasa lebih baik orang tua sendiri memiliki peran paling tinggi dalam melakukan edukasi tentang seksualitas ini. hal tersebut untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan apabila yang mengajari orang lain, seperti bisa saja terdapat perbedaan persepsi cara mendidik maupun hal-hal negatif lainnya terutama apabila yang mengajari berbeda gender.

Bahkan dari sejak kecil anak-anak harus diberikan edukasi seksualitas, kenapa tidak boleh atau dilarang melakukan ini dan itu, apa yang harus dilakukan dan dijaga, supaya mereka punya integritas diri, tahu ada bagian penting dari tubuhnya yang tidak boleh dipegang orang lain atau diekspos. Maka dari itu saya sangat setuju bila pendidikan seksualitas masuk kurikulum sekolah.

Saya setuju, tidak tahuan ini bisa menjadi alasan atau penyebab terjadinya kehamilan tersebut. Bahkan mungkin skenario terburuknya bukan hanya dispensasi pernikahan tapi aborsi, bunuh diri, atau pembunuhan.

Ya, karena dianggap terlalu tabu untuk disampaikan dan dipelajari, kebanyakan anak-anak mencari tahu sendiri dan akhirnya terjerumus pada pornografi. Padahal, apa yang ditampilkan dalam video porno bukanlah kenyataan yang sebenarnya.

Saya setuju dengan pendapat kak @nrauliyar! Apalagi dengan berbagai macam pelecehan anak yang beredar saat ini, yang pelakunya gurunya sendiri, tetangganya, bahkan ayahnya! Anak-anak benar-benar harus mendapatkan pembelajaran seksualitas sejak dini beserta alasannya. Jadi mereka tidak hanya dilarang, diberitahu tidak boleh ini itu tanpa mengetahui alasan dibaliknya. Menurut saya, semakin mereka dilarang, semakin mereka ingin tahu.

Saya menyadari betapa penting dan krusialnya pendidikan seksualitas ini bagi usia anak-anak dan remaja. Dengan berbagai fenomena dan peristiwa yang telah dipaparkan di atas, kita semua tahu betapa daruratnya masyarakat kita tentang hal-hal yang menyangkut seksualitas. Hamil di luar nikah yang berujung pernikahan usia anak menjadi sesuatu yang lazim di mata masyarakat.

Namun, untuk memasukkan pendidikan seksualitas ke kurikulum sekolah sepertinya perlu adanya pertimbangan lagi. Menurut saya, semua hal yang berkaitan dengan seksualitas masih dianggap sebagai sesuatu yang sensitif. Dulu saat masih duduk di bangku sekolah, guru-guru saya pun memilih untuk menjelaskan lebih detail tentang persoalan-persoalan yang bekaitan dengan seksualitas di kelas.

Sebenarnya saya setuju akan inisiatif ini, hanya saja sepertinya perlu adanya tata regulasi yang harus matang. Misalnya, pendidikan seksualitas hanya dilakukan oleh dan pada sesama jenis. Guru perempuan untuk murid perempuan dan guru laki-laki untuk murid laki-laki juga diposisikan di tempat yang terpisah satu sama lain. Namun, saya yakin sebenarnya orang-orang ini sudah mengetahui tentang pentingnya menjaga diri terutama seksualitasnya, namun mereka berlagak seolah tidak peduli karena selama ini baik-baik saja. Dan kebiasaan itulah yang akhirnya membuat mereka menjadi kurang aware terhadap potensi bahaya-bahaya di sekitar.

Saya setuju dengan pernyataan kak @nrauliyar diatas. Lembaga pendidikan dan orang tua memang sudah seharusnya memberikan edukasi seksualitas kepada anak guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Biar bagaimanapun, melalui dorongan alamiah seseorang akan merasa penasaran mengenai topik seksualitas. Jika sejak awal tidak memiliki bekal pengetahuan yang cukup dari sekolah dan orang tua, dikhawatirkan anak akan mencarinya melalui sumber lain.

Guna memenuhi rasa penasarannya bisa saja anak jatuh ke dalam jerat pornografi. Pada akhirnya ini akan berdampak buruk pada mereka yang dibawah umur dan minim bimbingan. Mereka bisa saja mencoba apa yang mereka lihat disana yang pada akhirnya menimbulkan potensi kasus pelecehan seksual oleh anak dibawah umur. Kita beberapa kali disajikan berita mengenai anak yang melakukan pelecehan karena menontonnya dari video porno. Sangat disayangkan.

1 Like

Sangat perlu dan penting sekali. Sebab pendidikan seksualitas sendiri merupakan tameng diri dalam hal pola pikir dari anak-anak hingga remaja yang paling rentan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Tidak dapat kita pungkiri dijaman dan era sekarang perkembangan tidak hanya berjalan dalam semua sektor namun juga pola pikir dan adaptasi manusia juga ikut berkembang. Baik itu dari pola tingkah laku, pola asuh anak hingga pola berteman dengan orang lain. Anak terkadang bahkan jarang sekali pendapat edukasi yang baik dari keluarga yang menjadi pendidikan pertama sebelum keluar dari rumah. Sehingga sangatlah pantas jika pendidikan seksualitas diperkenalkan ataupun dimasukkn kedalam mata pelajaran spesifik, agar mengurangi angka kenakalan remaja, aborsi dini hingga pernikahan yang merujuk pada masalah-masalah sosial lainnya.