Perlukah Pemberitahuan Kepada Debitur Dalam Pengalihan Piutang?

image
Saya mempunyai masalah pada saat pengajuan top up pinjaman di Bank A yang mana nama saya terdaftar karena dianggap memiliki kredit macet di Bank B (Jakarta) padahal saya tidak pernah pindah domisili dari kota Jambi dari sejak saya lahir. Awal cerita pada tahun 2008 yang lalu saya diminta seorang teman untuk membantunya mengambil kredit elektronik pada perusahaan Kredit di Jambi (Perusahaan X). Kemudian saya mengajukan kredit atas nama saya. Masalahnya kemungkinan besar teman saya tersebut tidak melanjutkan pembayaran di Perusahaan X tersebut (dikarenakan teman saya meninggal). Dari pengecekan pihak Bank A, saya memiliki kredit macet di Bank B sebesar Rp.400 ribu-an. Singkatnya 2 minggu yang lalu mendadak datang tagihan dari pihak Perusahaan X yang meminta saya melunasi sisa utang dengan jumlah Rp 2.6jt dalam tempo 2 minggu dan di dalam surat tersebut berbunyi: apabila tidak ada penyelesaian dari saya hingga waktu yang ditentukan, maka saya wajib membayar denda sebesar jumlah tagihan saya dan apabila tidak ada penyelesaian dari saya maka pihak Perusahaan X akan memasukkan nama saya dalam daftar BI Checking. Tentunya saya butuh waktu untuk mendapatkan uang tersebut, namun naasnya saya tidak mendapatkan uang yang dimintakan sesuai tenggat waktu yang diberikan. Yang menjadi pokok pertanyaan saya, dengan sisa utang 400rb an (yang dilaporkan Perusahaan X ke Bank B), bagaimana mungkin total sisa utang saya membengkak hingga Rp 2.6jt di luar bunga denda dengan jumlah yang sama Rp. 2.6jt? Apakah diperbolehkan jika pihak Perusahaan X memindahkan pinjaman atas nama saya kepada pihak Bank B tanpa seizin saya? Toh dalam akad kredit tidak pernah tertulis hal tersebut? Apakah saya boleh melaporkan hal ini ke Otoritas Jasa Keuangan?
Terimakasih.

  1. Subrogasi

Subrogasi diatur dalam Pasal 1400 s.d. Pasal 1403 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Subrogasi merupakan penggantian hak-hak (piutang) kreditur lama oleh pihak ketiga/kreditur baru yang membayar, dimana subrogasi terjadi karena adanya pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga. Subrogasi ini terjadi baik dengan persetujuan maupun demi undang-undang, kepada kreditur baik secara langsung maupun tidak langsung (kreditur baru meminjamkan uang kepada debitur untuk melakukan pembayaran piutang ke kreditur lama).

J. Satrio dalam bukunya Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie, dan Percampuran Hutang (hal. 65), sebagaimana kami sarikan, menjelaskan bahwa dalam hal subrogasi terjadi atas inisiatif dari kreditur (Pasal 1401 sub 1 KUH Perdata), tidak diperlukan persetujuan dari debitur. Mengenai subrogasi dapat dilihat juga dalam artikel Permasalahan Cessie dan Subrogasi.

  1. Novasi

Novasi diatur dalam Pasal 1413 s.d. 1424 KUH Perdata. Novasi merupakan pembaharuan piutang yang dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak, dimana:

a. terjadi penggantian perikatan lama dengan perikatan baru untuk kepentingan kreditur (novasi objektif);

b. seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama (novasi subjektif pasif); atau

c. berdasarkan kesepakatan kreditur lama, debitur dan Kreditor baru (perjanjian baru), Kreditor baru ditunjuk untuk menggantikan Kreditor lama (novasi subjektif aktif).

Pada Novasi perikatan lama hapus dan digantikan dengan perikatan utang yang baru. Lebih lanjut, Anda dapat juga membaca artikel Cara-cara Pembaruan Utang (Novasi).

  1. Cessie

Cessie diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata. Cessie merupakan cara pengalihan piutang atas nama dengan cara membuat akta otentik/di bawah tangan kepada pihak lain, dimana perikatan lama tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur baru. Cessie ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum cessie itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Mengenai cessie dapat dilihat juga dalam artikel Permasalahan Cessie dan Subrogasi.

Berdasarkan penjelasan Anda, kami belum bisa menentukan bentuk pengalihan piutang yang digunakan oleh Perusahaan X ke bank B. Karena untuk menentukan hal tersebut kami harus melakukan kajian dokumentasi legal terkait dengan pengalihan piutangnya.

Akan tetapi, harus dicatat bahwa setiap bentuk pengalihan piutang berbeda-beda pengaturannya, ada pengalihan piutang yang membutuhkan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur, ada yang tidak. Jika pengalihan piutang tersebut memerlukan pemberitahuan terlebih dahulu, misalnya cessie, maka tidak ada pemberitahuan kepada Anda mengakibatkan pengalihan piutang tidak berlaku kepada Anda (Anda bisa saja tetap membayar kepada kreditur lama).

Sebagai langkah awal, sehubungan dengan permasalahan jumlah tagihan maupun pemindahan/pengalihan hak piutang, Anda dapat memohon konfirmasi ke Unit Kerja di Bank yang menerima pengalihan piutang atau menemui Unit Pengaduan Nasabah di Perusahaan X.

Jika masalah Anda tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, terkait pemindahan/pengalihan hak piutang, apabila Anda memiliki bukti yang cukup bahwa pengalihan hak piutang tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana disebutkan di atas dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang mana hal tersebut juga menimbulkan kerugian bagi Anda, maka Anda dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (“PMH”) kepada Perusahaan X (Pasal 1365 KUH Perdata).

Dalam artikel Jika Dirugikan Tetangga yang Memarkir Mobilnya di Depan Rumah dijelaskan antara lain bahwa Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya “KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan”, seperti dikutip Rosa Agustina dalam buku “Perbuatan Melawan Hukum” (hal. 36) menjabarkan unsur-unsur PMH dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut:

a. Harus ada perbuatan (positif maupun negatif);

b. Perbuatan itu harus melawan hukum;

c. Ada kerugian;

d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;

e. Ada kesalahan.

Penyelesaian lain adalah melalui gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri jika perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit Anda dengan Perusahaan X mencantumkan klausula perihal syarat-syarat pengalihan hak dan kewajiban berdasarkan perjanjian tersebut. Pada praktiknya, biasanya ada klausula yang menyebutkan bahwa apabila terdapat pengalihan hak dan kewajiban baik sebagai Kreditur atau Debitur, pihak yang mengalihkan hak dan kewajiban harus/wajib memberitahukan kepada pihak lainnya atau bahkan harus mendapatkan persetujuan dari pihak lainnya. Dengan tidak memberitahukan kepada Anda selaku debitur, maka kreditur Anda sebelumnya (Perusahaan X) melanggar perjanjian tersebut.

Untuk itu, diperlukan kajian hukum atas dokumen perjanjian Anda dengan Perusahaan X. Jalur penyelesaian selain ke Pengadilan Negeri adalah melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Sumber