Perkawinan Beda Keyakinan, yay or nay?

Di negara Indonesia sendiri perkawinan beda agama masih menjadi suatu hal yang perlu untuk didiskusikan. Di dalam peraturan per undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada pasal 8 huruf f mengatakan : “Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan oleh agamanya atau peraturan lain berlaku, dilarang kawin.”.
Namun ada dampak yang harus kita perhatikan ketika memilih untuk pernikahan beda agama, menurut aspek psikologis antara lain memudarnya rumah tangga yang telah dibina belasan tahun. Pada awalnya sewaktu seseorang itu masih pacaran, perbedaan itu bisa dianggap biasa – biasa saja, dibatasi oleh dasar cinta. Tetapi lama kelamaan, perbedaan itu bisa menjadi boomerang dalam membangun kokohnya rumah tangga.

Pernikahan berbeda agama, saya sebenarnya sudah sering kali mendengar pernyatan atau peristiwa ini di media sosial, dan beberapa kali dalam dunia realita, akan tetapi saya sendiri belum pernah benar-benar merasakannya, dan memahami bagaimana rasa dan prosesnya, saya rasa itu bukan sesuatu yang muda, dan terkadang hal ini juga menjadi dilemma bagi salah satu agama yang bersangkutan, (terdapat hukum yang menyatakan bahwa pernikahan tersebut tidak di anjurkan).

Maka sebenarnya banyak sekali hal atau aspek yang harus diperhatikan oleh pemerintah mengenai hukum pernikahan beda agama ini, namun menurut saya, jika yang menjadi pertanyaan adalah dai sisi pemerintah atau pengakuan hukum, maka saya tidak akan membawa perspektif saya menggunakan aturan, hukum atau perintah dari agama yang saya percaya saat ini, menurut saya jika di Indonesia ada beberapa agama yang di akui, maka sah-sah saja jika pengakuan hukum untuk pernikahan beda agama tersebut di sahkan di Indonesia.

Melihat pertimbangan pada sila ke lima dalam PANCASILA, yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia’’ maka saya rasa mereka juga berhak mendapatkan pengakuan hukum secara sah seperti pasangan-pasangan pengantin lainnya, lagipula menurut saya apa yang menjadi tujuan mereka adalah baik, yaitu untuk membina rumah tangga dan menjauhkan dari segala perilaku yang kurang baik diluar hubungan yang sah.

Jadi tidak ada salahnya jik hal tersebut mendapatkan pengakuan, hanya saja memang hal ini bukan hal yang mudah untuk direalisasikan di Indonesia, tetapi saya setuju jika pernikahan beda agama tersebut mendapat pengakuan yang sah dari negara.

Menurut saya, sebetulnya tidak ada yang salah dalam pernikahan yang berbeda keyakinan. Tetapi dengan kultur dan hukum Indonesia yang tidak mendukung adanya pernikahan beda keyakinan, maka saya merasa ini menjadi salah satu kesulitan dan kendala dalam pelaksanaannya. Mengingat Indonesia merupakan negara yang berprinsip dalam Ketuhanan Yang Maha Esa, maka, pernikahan sendiri menurut hukum juga berpendar dari norma - norma agama. Menurut undang - undang nomor 1 tahun 1974, Pasal 2 ayat 1, Pernikahan hanya akan akan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing - masing dan kepercayaan. Pasal ini sendiri memberikan semacam ruang kebatinan untuk norma agama serta memberikan ruang bagi para pemuka agama untuk mengesahkan setiap perkawinan yang ada sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh setiap warga Indonesia.

Dalam hal ini jugalah, pernikahan beda agama itu mendapatkan rintangan berupa tidak mendapatkan akomodir oleh negara. Sehingga cara yang lazim dilakukan untuk menikah beda keyakinan adalah dengan cara menikah di luar negeri dengan Undang - Undang yang berlaku di sana dan kemudian mendaftarkan pernikahan tersebut ke Catatan Sipil mengacu pada Undang - Undang Perkawinan pasal 56 ayat 2 yang menyatakan jika " Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka ".

Jika menilik dari segi humanisme dan esensinya, pernikahan itu sendiri sebernarnya tidak terbatas dalam hal suku, ras, agama, dan kepercayaan karena pernikahan itu sendiri didasari oleh sebuah komitmen dan kasih sayang di antara kedua individu dengan tujuan untuk membina sebuah rumah tangga dan menghasilkan keturunan, sehingga sebenarnya menurut saya sendiri, pernikahan beda keyakinan lazim - lazim saja untuk dilakukan karena memang sudah banyak pesohor publik di Indonesia yang melakukannya. Hanya saja, tradisi keagamaan di Indonesia memanglah sangat kuat dan sudah mengakar dalam - dalam di fondasi budaya dan tradisi kita yang mempercayai jika mencari pasangan haruslah yang seiman dan seagama yang juga tertuang daam undang - undang pernikahan di Indonesia.

Nay. Pernikahan beda agama memang menjadi suatu fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat dengan pluralisme. Pernikahan beda agama tidak bisa begitu saja dihilangkan hanya dengan peraturan hukum, karena mencintai orang lain tidak bisa dibatasi dengan agama. Namun, mesikupun memang benar secara humanis cinta ngga bisa dikontrol dan kita ngga bisa memilih kepada siapa cinta akan dijatuhkan, tapi untuk urusan ke jenjang pernikahan, aku rasa kita masih memiliki kendali atas hal itu, jika dari awal sudah tahu kalo berbeda keyakinan dan bahkan sudah tau dampaknya, ya lebih baik tidak perlu dilanjutkan.
Jika berbicara soal hukum islam, Islam dengan tegas melarang wanita muslim kawin dengan laki-laki non muslim, baik yang musyrik maupun ahli kitab, seperti yang dengan jelas ditegaskan dalam surat al Baqarah ayat 221. Tidak hanya itu, bahkan kata temanku yang protestan pun juga mengatakan bahwa agamanya melarang perkawinan beda agama. Dalam pandangan Protestan, perkawinan secara hakiki adalah sesuatu yang bersifat kemasyarakatan, tapi juga mempunyai aspek kekudusan. Seperti juga agama agama lain, pada prinsipnya Agama Protestan menghendaki agar penganutnya kawin dengan orang seagama. Karena tujuan perkawinan dalam Agama Protestan adalah untuk mencapai kebahagiaan. Sedangkan kebahagian tersebut akan sulit dicapai bila suami istri tidak seiman.

Selain itu, berdasarkan penelitian pustaka yang bersumber dari al-Quran dan al-hadis, pendapat fuqaha, UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam yang dilakukan Cahaya (2018) yang bertajuk “Pekawinan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam” meunjukan bahwa pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Jadi, UU 1/1974 tidak mengenal perkawinan beda agama, sehingga perkawinan antar agama tidak dapat dilakukan.

Namun misal katakanlah tidak ada hukum yang mengatur hal ini, aku pribadi tidaka kan melangsungkan pernikahan beda agama, karena menikahkan ibadah terpanjang, tentunya agar tetap bertahan hingga akhir, harus mencari berkahnya Tuhan. Jadi, menikah bagiku adalah untuk mencari ridho dan berkahnya Tuhan, bagaimana akan mendapatkan berkah dan kebahagiaan jika pasangan saja tidak seiman. Justru menurutku akan terjadi benturan pola pikir disana, benturan aturan berdasarkan perspektif agamanya masing-masing, sehingga rentan terjadi pertengkaran RT, yang akhirnya kita malah tidak bisa menikmati bahtera rumah tangga tersebut.

Referensi:

Cahaya, Nur. 2018. Pekawinan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Hukum Islam. Vol. 18. No. 2. http://dx.doi.org/10.24014/hi.v18i2.4973

Saya pribadi sangat tidak ingin menikah dengan beda keyakinan. Dan di Indonesia sendiri tidak memperbolehkan nikah dengan agama yangberbeda, maka setiap orang yang menikah beda agama harus menikah di luar negeri. Dengan ketidak inginan saya untuk menikah beda agama, tapi saya tidak mempermasalahkan jika ada orang yang berkeinginan untuk menikah beda agama. Karena setiap orang memiliki hak nya sendiri untuk menentukan pilihan nya, namun sebia mungkin dihindari hal-hal yang memang tidak disetujui atau tidak diperbolehkan

Menurutku pembahasan ini tidak akan ada habisnya, dan akan terus menarik untuk didiskusikan. Jalan hidup orang berbeda-beda, keputusan tiap kepala pun juga berbeda-beda. Bisa dibilang, lingkungan masyarakat kita ini masih banyak yang belum setuju akan adanya pernikahan beda kepercayaan ini, maka bisa dibilang, sangat sulit untuk merealisasikan pelaksanaannya. Menurut undang - undang nomor 1 tahun 1974, Pasal 2 ayat 1, Pernikahan hanya akan akan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing - masing dan kepercayaan. Pasal ini sendiri memberikan semacam ruang kebatinan untuk norma agama serta memberikan ruang bagi para pemuka agama untuk mengesahkan setiap perkawinan yang ada sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh setiap warga Indonesia.

Ada banyak pasangan berbeda keyakinan yang menikah, dan banyak juga yang fondasi rumah tangga nya tetap kokoh. Menurutku itu bisa terjadi karena kedua belah pihak yang saling menghargai dan tetap mendukung di kondisi apapun. Namun diriku pribadi lebih memilih untuk menikah, atau bahkan berpacaran dengan seorang yang memiliki keyakinan yang sama dengan diriku.

Hasil diskusi mengenai perkawinan beda keyakinan ini sangat lah menarik, dan tentu saja ada yang setuju dan tidak. Menurut saya pribadi hal semacam ini kembali lagi sesuai dengan apa yang kita ingin percaya dan lakukan, semua orang bebas menentukan dengan siapa mereka akan menikah dan menjalani hidup.
Baik dari segi hukum negara maupun hukum agama, keduanya sudah diatur dengan sangat baik dan kita juga sudah bisa mempelajari dan mengamalkannya, sehingga ketika kita membuat suatu keputusan mengenai hal ‘perkawinan beda keyakinan’ seperti ini kita bisa memikirkan dengan berlandaskan keduanya, dan dengan memperhatikan kepercayaan dan keyakinan kita, tidak lupa juga memikirkan kedua belah pihak keluarga yang memiliki keyakinan yang berbeda pula.

Terlepas dari ajaran agama dan hukum yang berlaku, menurut saya pernikahan beda agama bisa dilakukan. Beberapa teman dan kerabat saya ada yang menikah beda agama dan rumah tangganya tetap berjalan dengan baik. Memang di Indonesia ini budaya dan agama sangat kuat dan bisa dikatakan sebagai negara hukum. Jika dilihat dari aspek tersebut sepertinya pernikahan beda agama cukup sulit dilakukan di Indonesia karena ada beberapa hambatan, mulai dari persetujuan kedua keluarga hingga legalitasnya secara hukum.

Perkawinan tidak hanya berkaitan dengan hubungan pribadi dari pasangan yang melangsungkan perkawinan saja, perkawinan berkaitan juga dengan permasalahan Agama, permasalahan sosial dan permasalahan hukum. Jika dilihat dari hukum yang ada di Indonesia perkawinan beda agama masih belum diperbolehkan tapi menurut ku pengakuan hukum terhadap perkawinan beda agama seharusnya di adakan, karena perkawinan beda agama tersebut merupakan pilihan (hak) masing-masing dari individu.

Pada dasarnya saya berpendapat bahwa secara iman Kristen, pernikahan beda agama itu adalah sesuatu yang tidak diizinkan. Tertulis dalam alkitab dengan jelas dalam 2 Korintus 6 : 14-15 : “ Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya?

Ayat alkitab dalam buku Korintus ini mengingatkan secara jelas bagaimana hubungan antara cinta beda agama. Karena pernikahan adalah sesuatu yang sakral dalam alkitab. Maka ayat ini memperingatkan dengan jelas pentingnya untuk berfikir seimbang.

Setiap manusia memiliki keputusan masing masing, tapi sebelum itu masing masing perlu memikirkan dampaknya dikemudian hari atas keputusan yang diambil. Pikirkan beberapa pertanyaan seperti “bisakah dua keyakinan yang berbeda memperkuat pernikahan saudara?” bagaimana caranya menyelesaikan beda pendapat? Atau bagaimana dengan anak-anak kita nantinya?”

Sangat menarik dan banyak terjadi di kalangan masyarakat kita mengenai kasus tersebut.
Saya sendiri kontra dengan kasus perkawinan beda keyakinan. Dari yang saya pelajari, tidak ada agama di Indonesia yang mengizinkan perkawinan beda keyakinan. Dari aturan tersebut saja kita dapat melihat bahwa tindakan seperti itu merupakan tindakan yang kurang baik. Bahkan di Indonesia pun tidak mengakui pernikahan yang dilakukan dengan cara seperti itu. Mengenai pertanyaan, perlukah mendapatkan pengakuan secara hukum. Balik lagi kepada ideologi negara kita yaitu pancasila, tepatnya pancasila pertama. Hukum yang dibuat pasti menganut kepada ideologi negara. karena setiap agama yang diakui oleh negara tidak mengizinkan hal tersebut maka hukum pun tidak akan mengakui pernikahan yang dilakukan dengan berbeda keyakinan.

Berbicara mengenai pernikahan beda agama, menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pernikahan dianggap sah di mata negara jika dilakukan sesuai ajaran agama masing-masing. Sedangkan menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1990 pernikahan dianggap batal atau tidak sah jika pasangan berbeda agama. Dengan kata lain, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Nah, dari kebijakan hukum tersebut perkawinan beda agama seakan ditentang oleh hukum tersebut. Namun, sebenarnya terdapat celah hukum di dalamnya yang mana hukum hanya mengatur bagaiman apernikahan tersebut dilaksanakan seperti dengan agama masing-masing bukan mengatur agama kedua belah pihak harus sama . Hal tersebut juga didukung oleh UU Hak Asasi Manusia No.39 tahun 1999 yang menyebutkan bahwa terdapat kurang lebih 60 hak sipil warga negara yang tidak boleh diintervensi oleh siapapun

Menurutku ini keputusan masing-masing dari setiap orang. Untuk aku pribadi, aku mengikuti sesuai dengan keyakinanku bahwa tertulis di QS. Al-Baqarah 221 yang intinya tuhanku melarang adanya pernikahan beda agama. Jadi untuk aku pribadi aku tidak akan menjalankannya, tapi untuk orang lain itu murni keputusan mereka akan bagaimana nantinya

Pernikahan beda agama dari yang saya lihat sendiri, lebih baik jangan sangat sulit untuk membangun keluarga yang harmonis dengan berbeda keyakinan.

Terlebih lagi adanya kecewaan antara pihak keluarga satu sama lain, mengurus surat pernikah yang sulit baik dimata hukum maupun agama kalau mau dilanjutkan pernikahan beda agama ada triknya agar diperbolehkan dan disahkan dimata agama dan hukum.

2021-09-10T14:00:00Z

Menurut saya pribadi, saya kurang setuju tentang perkawinan berbeda keyakinan, namun kembali lagi ke individu masing-masing. Karena di agama saya, perkawinan dengan berbeda keyakinan tidak dianggap sah, walaupun di dalam negara sah.

Kalo menurut saya pribadi, saya tidak akan memilih perkawinan beda keyakinan. Terlepas dari keputusan pasangan tersebut untuk menikah dengan berbeda keyakinan, negara telah mengatur pernikahan sebagaimana dimuat dalam UU Nomor 1 Tahun 1974. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah bagaimana cara meyakinkan orangtua agar dapat memberikan restu untuk pernikahan beda keyakinan apalagi masih banyak orangtua yang memegang teguh budaya dan agama. Di sisi lain, agama apa yang akan dianut oleh sang anak jika mereka nanti sudah menikah dan memiliki anak. Bukankah orangtua adalah orang pertama yang akan mengajarkan ilmu agama ke anak-anaknya?

Indonesia adalah negara yang menjunjung agama dan mengharuskan masyarakatnya percaya dengan Tuhan. Agama sangat erat kaitannya dalam mengatur pada siapa warga negara harus jatuh cinta.

Saya tidak setuju dengan pernikahan beda agama karena saya adalah muslim dan dalam agama saya melarang hal tersebut. Karena menurut saya pernikahan bukan hanya semata-mata untuk mempunyai keturunan atau tinggal dan hidup bersama. Pernikahan harus mempunyai sebuah tujuan, tujuan tersebut pasti akan terwujud selaras dengan agama yang kita anut, jika agama kita berbeda tentu akan sulit karena setiap agama punya aturan masing-masing.

Kalau secara pribadi saya tidak menyetujui pernikahan beda agama, tetapi jika diluar sana misalnya teman-teman saya melakukannya saya tidak akan memprotes selagi mereka merasa yakin dengan pilihan yang mereka ambil, sebab mereka pasti sudah tahu konsekuensi dari keputusan yang mereka ambil.
hanya saja, secara pribadi saya tidak menyetujui karena saya memikirkan dampak jangka panjang yang akan dialami dalam rumah tangga. misalnya seperti anak yang menjadi korban, yang bisa saja bingung harus mengikuti agama orangtua yang mana.
selain itu, sejauh ini saya belum menemukan dilingkungan sekitar saya orang-orang yang menikah beda agama berhasil sampai akhir. yang ada mereka malah saling menyakiti dan membuat anaknya menjadi lemah mental dan merasa broken home.

Saya tidak setuju dengan perkawinan beda agama, Mengenai sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUP. Disini berarti hukum perkawinan di indonesia berdasarkan hukum agama masing-masing. Karena saya beragama islam maka saya tidak setuju dengan pernikahan beda agama. Di islam dijelaskan bahwa pernikahan beda agama itu tidak sah dan dilarang, yang sudah dijelas kan di quran surat al baqarah 221. Tapi itu juga tergantung pribadi masing masing

Saya setuju dengan pendapat kak @Sabilnur

kita berhak untuk merasakan dan memberikan cinta kepada semua orang tidak terhalang oleh batasan apapun. namun untuk melangsungkan pernikahan ini memang sulit terutama di Indonesia yang memiliki hukum yang mengatur tentang perkawinan. Seperti yang dikatakan oleh kak @vesazb

hal ini juga diterangkan oleh beberapa pasal lainnya dalam Intrusksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam :
Pasal 4 : “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum isalam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tetnang perkawinan”.
Pasal 40 :
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu;

  • Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;
  • Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
  • seorang wanita yang tidak beragam Islam.
    Pasal 44 : “Seorang wanita islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama islam”
    Pasal 61 : “Tidal sekufu tidak dapat dijalankan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-dien”

maka berdasarkan hukum diatas tadi Hukum Perkawinan di Indonesia harus dilakukan sesuai dengan agama yang artinya bahwa pernikahan beda agama masih belum di perbolehkan, walaupuan tetap ingin di laksanakan nantinya akan di anggap tidak sah dan melanggar Undang-Undang.

Referensi

https://jdih.tanahlautkab.go.id/artikel_hukum/detail/menelaah-perkawinan-beda-agama-menurut-hukum-positif