Perkawinan Beda Keyakinan, yay or nay?

Perkawinan adalah hak alami yang dianugerahkan oleh pencipta kepada manusia untuk meneruskan keturunannya. Tak pelak lagi, pernikahan beda keyakinan ini memunculkan isu sensitif yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. pada 2005 lalu, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa yang melarang pernikahan beda agama.

Fenomena maraknya perkawinan beda agana tela berlangsung lama dalam masyarakat, sebut saja perkawinan artis Katon Bagaskara dengan Ira Wibowo, Ari Sihasale dengan Nia Zulkarnaen, dan lainnya. Perkawinan ini dilaksanakan dengan cara menikah di luar negeri atau salah satu pihak menundukkan diri ke agama pasangannya. surat menikah yang merea peroleh dari luar negeri kemudian dicatatkan di kantor catatan sipil,namun sampai saat ini belum mendapatkan pengakuan secara hukum.

Isu sensitif ini masih menjadi dilema di kalangan pemuda yang menjalin hubungan beda keyakinan dan berencana untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Menurut kalian, bagaimana perkawinan beda keyakinan ini? perlukah mendapatkan pengakuan dari hukum?

Referensi

BBC Indonesia, Binus University Business Law blog

1 Like

Menurut saya pribadi saya setuju saja tentang masalah ini, namun itu kembali ke pribadi masing-masing orang tentunya. pastinya ada yang beranggapan baha menikah berbeda agama tidak boleh, ada juga yang beranggapan sama dengan saya. Alasansaya berpendapat demikian adalah, khususnya berbicara pada negara Indonesia. di Indonesia, adalah negara demokrasi, atau masyrakat bebas berpendapat dan bebas dalam memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing. Indonesia tidak pernah memaksa untuk memeluk suatu agama tertentu. maka dari itu, menurut saya semua orang dapat menjalin hubungan bahkan menikah dengan orang yang berbeda agama, namun yang harus diperhatikan adalah, tidak boleh memaksa salah satu agama meninggalkan agamanya. terlespas dari itu menikah beda agama menurut saya sah-sah saja

Saya kurang setuju tentang pernikahan beda agama. Hukum perkawinan di Indonesia memang tidak diatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama. Mengenai sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUP. Disini berarti hukum perkawinan di indonesia berdasarkan hukum agama masing-masing. Aturan pernikahan dari beberapa agama seperti dalam ajaran Islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam (Al Baqarah [2]: 221). Selain itu, juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18).

Referensi

https://www.idntimes.com/news/indonesia/felia-putri-dewinta/hukum-menikah-beda-agama-begini-penjelasannya-dalam-al-quran/3
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl290/gimana-caranya

Mungkin kita sering mendengar pepatah gaul “LDR yang terjauh adalah LDR rumah ibadah” dan aku sangat setuju dengan pepatah tersebut. Aku pribadi kurang setuju jika harus menikah dengan pasangan yang berbeda agama denganku karena menikah itu adalah sebuah ibadah. Nah jika ibadahnya dengan orang yang berbeda agama, maka menurutku sulit untuk berkah secara agama. Aku juga yakin bahwa agama manapun pasti melarang umatnya untuk menikah dengan pasangan yang berbeda agama. Memang kita harus menegakkan toleransi, namun bagiku soal menikah itu hal yang berbeda lagi. Dan yang paling penting, menurutku pastinya akan sangat kurang pantas jika kita membuat orang yang sangat kita cintai mengkhianati agama dia demi kita.

Menurut Dardiri (2013), pernikahan dan perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah dalam agama Islam. MUI yakin, bahwa laki-laki dan perempuan non-Muslim meskipun menganut agama Yahudi maupun Nasrani, tetap bukan termasuk sebagai Ahli Kitab (ahl al kitab). MUI menjelaskan, bahwa yang disebut Ahli Kitab adalah orang yang “percaya tidak ada Tuhan selain Allah”. Selain itu, jika orang menikah berbeda agama dengan dasar HAM juga dinilai tidak tepat. HAM pada dasarnya merupakan hak kodrati yang diberikan Tuhan kepada manusia sehingga tidak rasional apabila hak kodrati tersebut menyimpang dari aturan dan ketentuan Tuhan. Begitupula dalam Islam, dengan adanya aturan Allah, maka HAM tersebut sudah tentu tidak boleh bertentangan dengan ajaran yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Dengan demikian, aku menyimpulkan bahwa pernikahan berbeda agama itu kurang tepat dan memiliki risiko dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga. Hal tersebut dapat terjadi karena agama dapat menentukan kepercayaan, cara pandang, budaya, hingga kebiasaan sehari-hari. Oleh karena itu, aku tetap menyarankan teman-teman untuk nantinya menikah dengan pasangan yang seagama agar kalian dapat sekaligus membina rumah tangga sekaligus beribadah dengan tenang.

Sumber

Dardiri, A. H., Tweedo, M., & Roihan, M. I. (2013). Pernikahan Beda Agama Ditinjau dari Perspektif Islam dan HAM. Khazanah, 6(1), 99-117.

Dari sisi humanis, menurutku seseorang berhak untuk merasakan, mendapatkan dan memberi cinta. Salah satunya adalah dengan melaksanakan pernikahan. Pernikahan berbeda agama hadir karena cinta itu tidak mengenal batasan apapun, selama kedua belah pihak sadar dan setuju maka perasaan itu valid. Namun berbeda apabila kita bicara pernikahan dalam pandangan hukum, maka perkawinan berbeda agama bisa dibilang tidak sah karena dalam agama islam sendiri misalnya tidak bisa melaksanakan pernikahan apabila pendamping pria bukan beragama islam dengan pendamping wanitanya yang beragama islam.

Aku setuju dengan pernyataan ini

Pada akhirnya sebagai seorang muslim nikah adalah salah satu ibadah kepada Allah SWT, agar ibadah kita diterima oleh-Nya kita harus menuruti perintahnya dan menjauhi larangannya.

Perkawinan merupakan ikatan suci diantara dua insan berlainan jenis yang telah menjadi sunnatullah setiap manusia guna melanjutkan keturanannya. Sehingga Kompilasi Hukum Islam menyebut perkawinan sebagai ikatan yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan menjalankannya merupakan ibadah. Mengingat konsekuensi logis dari suatu pernikahan sangatlah mulia dan berbudi luhur.

Setidaknya ada tiga faktor yang menjadi kriteria sahnya perkawinan menurut hukum islam, yaitu terpenuhinya rukun nikah, syarat nikah, dan perkara wajib namun bukan bagian dari rukun nikah.Apabila semua terpenuhi maka suatu perkawinan dapat dinyatakan sah menurut hukum islam.

Hal ini lah yang kemudian difasilitasi oleh Pasal 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yang mengatakan bahwasannya suatu perkawaninan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Yang kemudian dicatat menurut undang-undang yang berlaku guna menjaga ketertiban serta menjaga kesucian dari perkawinan tersebut.

Indonesia adalah negara hukum, kita harus menaati hukum yang berlaku, termasuk UU pasal 2 ayat 1 dimana melakukan nikah harus disetujui atau tidak dilarang oleh agama atau kepercayaannya, jadi di Indonesia nikah beda agama dalam agama tertentu adalah tidak boleh. Jika diluar negeri, hal ini menjadi biasa saja, meski didalam agamanya dilarang, tetapi jika tidak ada larangan dari negaranya, maka dia boleh saja melanggar peraturan agamanya, apalagi jika negara dan agamanya tidak ada yang melarang. Intinya tergantung negara dan agama yang mengatur boleh tidaknya nikah beda agama.

Penelitian menunjukkan bahwa keluarga beda agama umumnya hidup damai dan harmonis meskipun masih merasakan efek psikologis di dalam hati mereka. Perkawinan beda agama menimbulkan beberapa dampak psikologis bagi keluarga. Anak-anak akan mengalami keraguan tentang agama mereka. Di satu sisi, mereka ingin menganut agama yang dianut oleh salah satu orang tuanya, tetapi di sisi lain, mereka seringkali harus menganut kepercayaan tertentu karena persetujuan orang tua mereka. Orang tua juga mengalami stres psikologis, baik stres besar maupun ringan, karena perbedaan agama pasangan. Sebagian dari mereka kehilangan tanggung jawab sebagai seorang ayah atau sebagai guru utama bagi anak-anaknya, dan itu terjadi terutama dalam proses menganut keyakinan atau keyakinan anak-anak mereka.

Dalam Islam, Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku secara umum dan perilaku makhluk ciptaan Tuhan, agar dengan perkawinan kehidupan di alam dunia ini bisa berkembang untuk meramaikan alam yang luas ini dari generasi ke generasi berikutnya. Berbicara mengenai perkawinan sejati pada prinsipnya akan berbicara tentang pilihan pasangan hidup yang benar-benar dari hati yang paling tulus walaupun dalam pemilihan itu banyak terjadi tantangan, akan tetapi bagi mereka yang telah benar-benar yakin adalah mereka yang ingin segera meresmikan ikatan itu dalam ikatan perkawinan yang sah dimata agama dan negara. Selain harus siap berkonflik dengan keluarga, pasangan berbeda agama juga perlu mendiskusikan agama apa yang kelak diajarkan kepada anak.

Pernikahan antara dua mempelai yang berbeda bukanlah hal yang sederhana di Indonesia. Selain harus melewati gesekan sosial dan budaya, birokrasi yang harus dilewati pun berbelit. Meski begitu, bukan berarti pernikahan dengan perbedaan agama tak bisa diwujudkan di dalam negeri. Sejatinya, berdasar putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/Pdt/1986 para pasangan beda keyakinan dapat meminta penetapan pengadilan. Yurisprudensi tersebut menyatakan bahwa kantor catatan sipil boleh melangsungkan perkawinan beda agama, sebab tugas kantor catatan sipil adalah mencatat, bukan mengesahkan. Hanya saja, tidak semua kantor catatan sipil mau menerima pernikahan beda agama. Kantor catatan sipil yang bersedia menerima pernikahan beda agama pun nantinya akan mencatat perkawinan tersebut sebagai perkawinan non-Islam. Pasangan tetap dapat memilih menikah dengan ketentuan agama masing-masing. Caranya, mencari pemuka agama yang memiliki persepsi berbeda dan bersedia menikahkan pasangan sesuai ajaran agamanya, misalnya akad nikah ala Islam dan pemberkatan Kristen.

Namun, cara ini juga tak mudah karena jarang pemuka agama dan kantor catatan sipil yang mau menikahkan pasangan beda keyakinan. Akhirnya, jalan terakhir yang sering dipakai pasangan beda agama di Indonesia untuk melegalkan pernikahannya adalah tunduk sementara pada salah satu hukum agama. Biasanya, masalah yang muncul adalah gesekan antar-keluarga ihwal keyakinan siapa yang dipakai untuk pengesahan.

Berdasarkan penjelasan diatas perkawinan yang dilakukan diwilayah hukum Indonesia harus dilakukan dengan satu jalur agama artinya perkawinan beda agama tidak di perbolehkan untuk dilaksanakan dan jika tetap dipaksakan untuk melangsungkan pernikahan beda agama berarti pernikahan itu tidak sah dan melanggar undang-undang.

Jadi, menurut hukum positif yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawian tidak mengenal perkawinan beda agama, sehingga pernikahan beda agama belum bisa diresmikan di Indonesia. Pernikahan pasangan beragama Islam dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan pernikahan pasangan beragama selain Islam dicatatkan di Kantor Catatan Sipil (KCS).

Summary

Artikel umum terbitan Setda Kabupaten Tanah laut bagian Hukum Umum tahun 2019

Di negara Indonesia sendiri perkawinan beda agama masih menjadi suatu hal yang perlu untuk didiskusikan. Di dalam peraturan per undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pada pasal 8 huruf f mengatakan : “Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan oleh agamanya atau peraturan lain berlaku, dilarang kawin.”.
Namun ada dampak yang harus kita perhatikan ketika memilih untuk pernikahan beda agama, menurut aspek psikologis antara lain memudarnya rumah tangga yang telah dibina belasan tahun. Pada awalnya sewaktu seseorang itu masih pacaran, perbedaan itu bisa dianggap biasa – biasa saja, dibatasi oleh dasar cinta. Tetapi lama kelamaan, perbedaan itu bisa menjadi boomerang dalam membangun kokohnya rumah tangga.

Pernikahan berbeda agama, saya sebenarnya sudah sering kali mendengar pernyatan atau peristiwa ini di media sosial, dan beberapa kali dalam dunia realita, akan tetapi saya sendiri belum pernah benar-benar merasakannya, dan memahami bagaimana rasa dan prosesnya, saya rasa itu bukan sesuatu yang muda, dan terkadang hal ini juga menjadi dilemma bagi salah satu agama yang bersangkutan, (terdapat hukum yang menyatakan bahwa pernikahan tersebut tidak di anjurkan).

Maka sebenarnya banyak sekali hal atau aspek yang harus diperhatikan oleh pemerintah mengenai hukum pernikahan beda agama ini, namun menurut saya, jika yang menjadi pertanyaan adalah dai sisi pemerintah atau pengakuan hukum, maka saya tidak akan membawa perspektif saya menggunakan aturan, hukum atau perintah dari agama yang saya percaya saat ini, menurut saya jika di Indonesia ada beberapa agama yang di akui, maka sah-sah saja jika pengakuan hukum untuk pernikahan beda agama tersebut di sahkan di Indonesia.

Melihat pertimbangan pada sila ke lima dalam PANCASILA, yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia’’ maka saya rasa mereka juga berhak mendapatkan pengakuan hukum secara sah seperti pasangan-pasangan pengantin lainnya, lagipula menurut saya apa yang menjadi tujuan mereka adalah baik, yaitu untuk membina rumah tangga dan menjauhkan dari segala perilaku yang kurang baik diluar hubungan yang sah.

Jadi tidak ada salahnya jik hal tersebut mendapatkan pengakuan, hanya saja memang hal ini bukan hal yang mudah untuk direalisasikan di Indonesia, tetapi saya setuju jika pernikahan beda agama tersebut mendapat pengakuan yang sah dari negara.

Menurut saya, sebetulnya tidak ada yang salah dalam pernikahan yang berbeda keyakinan. Tetapi dengan kultur dan hukum Indonesia yang tidak mendukung adanya pernikahan beda keyakinan, maka saya merasa ini menjadi salah satu kesulitan dan kendala dalam pelaksanaannya. Mengingat Indonesia merupakan negara yang berprinsip dalam Ketuhanan Yang Maha Esa, maka, pernikahan sendiri menurut hukum juga berpendar dari norma - norma agama. Menurut undang - undang nomor 1 tahun 1974, Pasal 2 ayat 1, Pernikahan hanya akan akan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing - masing dan kepercayaan. Pasal ini sendiri memberikan semacam ruang kebatinan untuk norma agama serta memberikan ruang bagi para pemuka agama untuk mengesahkan setiap perkawinan yang ada sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh setiap warga Indonesia.

Dalam hal ini jugalah, pernikahan beda agama itu mendapatkan rintangan berupa tidak mendapatkan akomodir oleh negara. Sehingga cara yang lazim dilakukan untuk menikah beda keyakinan adalah dengan cara menikah di luar negeri dengan Undang - Undang yang berlaku di sana dan kemudian mendaftarkan pernikahan tersebut ke Catatan Sipil mengacu pada Undang - Undang Perkawinan pasal 56 ayat 2 yang menyatakan jika " Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka ".

Jika menilik dari segi humanisme dan esensinya, pernikahan itu sendiri sebernarnya tidak terbatas dalam hal suku, ras, agama, dan kepercayaan karena pernikahan itu sendiri didasari oleh sebuah komitmen dan kasih sayang di antara kedua individu dengan tujuan untuk membina sebuah rumah tangga dan menghasilkan keturunan, sehingga sebenarnya menurut saya sendiri, pernikahan beda keyakinan lazim - lazim saja untuk dilakukan karena memang sudah banyak pesohor publik di Indonesia yang melakukannya. Hanya saja, tradisi keagamaan di Indonesia memanglah sangat kuat dan sudah mengakar dalam - dalam di fondasi budaya dan tradisi kita yang mempercayai jika mencari pasangan haruslah yang seiman dan seagama yang juga tertuang daam undang - undang pernikahan di Indonesia.

Nay. Pernikahan beda agama memang menjadi suatu fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat dengan pluralisme. Pernikahan beda agama tidak bisa begitu saja dihilangkan hanya dengan peraturan hukum, karena mencintai orang lain tidak bisa dibatasi dengan agama. Namun, mesikupun memang benar secara humanis cinta ngga bisa dikontrol dan kita ngga bisa memilih kepada siapa cinta akan dijatuhkan, tapi untuk urusan ke jenjang pernikahan, aku rasa kita masih memiliki kendali atas hal itu, jika dari awal sudah tahu kalo berbeda keyakinan dan bahkan sudah tau dampaknya, ya lebih baik tidak perlu dilanjutkan.
Jika berbicara soal hukum islam, Islam dengan tegas melarang wanita muslim kawin dengan laki-laki non muslim, baik yang musyrik maupun ahli kitab, seperti yang dengan jelas ditegaskan dalam surat al Baqarah ayat 221. Tidak hanya itu, bahkan kata temanku yang protestan pun juga mengatakan bahwa agamanya melarang perkawinan beda agama. Dalam pandangan Protestan, perkawinan secara hakiki adalah sesuatu yang bersifat kemasyarakatan, tapi juga mempunyai aspek kekudusan. Seperti juga agama agama lain, pada prinsipnya Agama Protestan menghendaki agar penganutnya kawin dengan orang seagama. Karena tujuan perkawinan dalam Agama Protestan adalah untuk mencapai kebahagiaan. Sedangkan kebahagian tersebut akan sulit dicapai bila suami istri tidak seiman.

Selain itu, berdasarkan penelitian pustaka yang bersumber dari al-Quran dan al-hadis, pendapat fuqaha, UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam yang dilakukan Cahaya (2018) yang bertajuk “Pekawinan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam” meunjukan bahwa pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Jadi, UU 1/1974 tidak mengenal perkawinan beda agama, sehingga perkawinan antar agama tidak dapat dilakukan.

Namun misal katakanlah tidak ada hukum yang mengatur hal ini, aku pribadi tidaka kan melangsungkan pernikahan beda agama, karena menikahkan ibadah terpanjang, tentunya agar tetap bertahan hingga akhir, harus mencari berkahnya Tuhan. Jadi, menikah bagiku adalah untuk mencari ridho dan berkahnya Tuhan, bagaimana akan mendapatkan berkah dan kebahagiaan jika pasangan saja tidak seiman. Justru menurutku akan terjadi benturan pola pikir disana, benturan aturan berdasarkan perspektif agamanya masing-masing, sehingga rentan terjadi pertengkaran RT, yang akhirnya kita malah tidak bisa menikmati bahtera rumah tangga tersebut.

Referensi:

Cahaya, Nur. 2018. Pekawinan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Hukum Islam. Vol. 18. No. 2. http://dx.doi.org/10.24014/hi.v18i2.4973

Saya pribadi sangat tidak ingin menikah dengan beda keyakinan. Dan di Indonesia sendiri tidak memperbolehkan nikah dengan agama yangberbeda, maka setiap orang yang menikah beda agama harus menikah di luar negeri. Dengan ketidak inginan saya untuk menikah beda agama, tapi saya tidak mempermasalahkan jika ada orang yang berkeinginan untuk menikah beda agama. Karena setiap orang memiliki hak nya sendiri untuk menentukan pilihan nya, namun sebia mungkin dihindari hal-hal yang memang tidak disetujui atau tidak diperbolehkan

Menurutku pembahasan ini tidak akan ada habisnya, dan akan terus menarik untuk didiskusikan. Jalan hidup orang berbeda-beda, keputusan tiap kepala pun juga berbeda-beda. Bisa dibilang, lingkungan masyarakat kita ini masih banyak yang belum setuju akan adanya pernikahan beda kepercayaan ini, maka bisa dibilang, sangat sulit untuk merealisasikan pelaksanaannya. Menurut undang - undang nomor 1 tahun 1974, Pasal 2 ayat 1, Pernikahan hanya akan akan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing - masing dan kepercayaan. Pasal ini sendiri memberikan semacam ruang kebatinan untuk norma agama serta memberikan ruang bagi para pemuka agama untuk mengesahkan setiap perkawinan yang ada sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh setiap warga Indonesia.

Ada banyak pasangan berbeda keyakinan yang menikah, dan banyak juga yang fondasi rumah tangga nya tetap kokoh. Menurutku itu bisa terjadi karena kedua belah pihak yang saling menghargai dan tetap mendukung di kondisi apapun. Namun diriku pribadi lebih memilih untuk menikah, atau bahkan berpacaran dengan seorang yang memiliki keyakinan yang sama dengan diriku.

Hasil diskusi mengenai perkawinan beda keyakinan ini sangat lah menarik, dan tentu saja ada yang setuju dan tidak. Menurut saya pribadi hal semacam ini kembali lagi sesuai dengan apa yang kita ingin percaya dan lakukan, semua orang bebas menentukan dengan siapa mereka akan menikah dan menjalani hidup.
Baik dari segi hukum negara maupun hukum agama, keduanya sudah diatur dengan sangat baik dan kita juga sudah bisa mempelajari dan mengamalkannya, sehingga ketika kita membuat suatu keputusan mengenai hal ‘perkawinan beda keyakinan’ seperti ini kita bisa memikirkan dengan berlandaskan keduanya, dan dengan memperhatikan kepercayaan dan keyakinan kita, tidak lupa juga memikirkan kedua belah pihak keluarga yang memiliki keyakinan yang berbeda pula.

Terlepas dari ajaran agama dan hukum yang berlaku, menurut saya pernikahan beda agama bisa dilakukan. Beberapa teman dan kerabat saya ada yang menikah beda agama dan rumah tangganya tetap berjalan dengan baik. Memang di Indonesia ini budaya dan agama sangat kuat dan bisa dikatakan sebagai negara hukum. Jika dilihat dari aspek tersebut sepertinya pernikahan beda agama cukup sulit dilakukan di Indonesia karena ada beberapa hambatan, mulai dari persetujuan kedua keluarga hingga legalitasnya secara hukum.

Perkawinan tidak hanya berkaitan dengan hubungan pribadi dari pasangan yang melangsungkan perkawinan saja, perkawinan berkaitan juga dengan permasalahan Agama, permasalahan sosial dan permasalahan hukum. Jika dilihat dari hukum yang ada di Indonesia perkawinan beda agama masih belum diperbolehkan tapi menurut ku pengakuan hukum terhadap perkawinan beda agama seharusnya di adakan, karena perkawinan beda agama tersebut merupakan pilihan (hak) masing-masing dari individu.

Pada dasarnya saya berpendapat bahwa secara iman Kristen, pernikahan beda agama itu adalah sesuatu yang tidak diizinkan. Tertulis dalam alkitab dengan jelas dalam 2 Korintus 6 : 14-15 : “ Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya?

Ayat alkitab dalam buku Korintus ini mengingatkan secara jelas bagaimana hubungan antara cinta beda agama. Karena pernikahan adalah sesuatu yang sakral dalam alkitab. Maka ayat ini memperingatkan dengan jelas pentingnya untuk berfikir seimbang.

Setiap manusia memiliki keputusan masing masing, tapi sebelum itu masing masing perlu memikirkan dampaknya dikemudian hari atas keputusan yang diambil. Pikirkan beberapa pertanyaan seperti “bisakah dua keyakinan yang berbeda memperkuat pernikahan saudara?” bagaimana caranya menyelesaikan beda pendapat? Atau bagaimana dengan anak-anak kita nantinya?”

Sangat menarik dan banyak terjadi di kalangan masyarakat kita mengenai kasus tersebut.
Saya sendiri kontra dengan kasus perkawinan beda keyakinan. Dari yang saya pelajari, tidak ada agama di Indonesia yang mengizinkan perkawinan beda keyakinan. Dari aturan tersebut saja kita dapat melihat bahwa tindakan seperti itu merupakan tindakan yang kurang baik. Bahkan di Indonesia pun tidak mengakui pernikahan yang dilakukan dengan cara seperti itu. Mengenai pertanyaan, perlukah mendapatkan pengakuan secara hukum. Balik lagi kepada ideologi negara kita yaitu pancasila, tepatnya pancasila pertama. Hukum yang dibuat pasti menganut kepada ideologi negara. karena setiap agama yang diakui oleh negara tidak mengizinkan hal tersebut maka hukum pun tidak akan mengakui pernikahan yang dilakukan dengan berbeda keyakinan.