Perjanjian Secondment Tenaga Kerja


Bagaimanakah pengaturan mengenai seseorang yang memiliki 2 hubungan kerja? Sebagai contoh seseorang bekerja di sebuah perusahaan pelayaran sebagai PKWTT, namun atas perintah perusahaan pelayaran tersebut, orang tersebut harus menjadi awak kapal dan membuat PKL sebagai awak kapal yang sifatnya PKWT. Apakah hal ini diperbolehkan secara normatif atau harus memutus terlebih dahulu hubungan kerja yang PKWTT?

Istilah secondment sebenarnya diterapkan untuk pemindahan sementara terhadap anggota suatu departemen ke departemen yang lain, dalam satu lembaga yang sama. Sekarang, konsep tersebut juga termasuk pemindahan antar lembaga (berbeda organisasi), baik swasta, publik maupun sukarelawan. Menurut Tuffrey, jangka waktu secondment ini dilakukan untuk periode tertentu dan untuk peran/jabatan yang spesifik.

Dasar pembuatan perjanjian kerja (lihat Pasal 52 ayat [1] UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) yaitu:
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sehingga, pada dasarnya jika telah memenuhi persyaratan-persyaratan di atas, yaitu disepakati oleh pengusaha dan pekerja, kedua belah pihak memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, ada pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang ada, maka secondment dapat dilakukan tanpa harus memutuskan hubungan kerja yang PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu).
Dalam pelaksanaan secondment agreement ada hal-hal yang harus menjadi perhatian pengusaha. Pekerja yang diperbantukan di perusahaan lain, tidak serta merta memiliki hak yang berbeda dari pekerja yang tetap bekerja pada perusahaan asal.

Menurut Majelis Hakim, secondment agreement tak dapat dijadikan dasar untuk mengeliminir hak penggugat (pekerja) yang diperbantukan di mitra swasta karena secondment agreement itu dibuat tanpa melibatkan Penggugat. Prinsip non-diskriminasi ini antara lain didasarkan pada konstitusi yakni Pasal 27, Pasal 28 D dan 28 I Ayat (2) UUD 1945. Ketiga pasal itu intinya mengatur mengenai hak setiap orang untuk bekerja dan mendapat perlakuan yang adil dan bebas dari diskriminasi. Lebih jauh simak artikel Diskriminasi Tunjangan Pekerja “Haram” Hukumnya.

sumber: hukumonline.com