Perbedaan Actio Pauliana di Pengadilan Niaga dengan di Pengadilan Negeri

image
Apa perbedaan antara gugatan Actio Pauliana di Pengadilan Niaga dengan di Pengadilan Negeri? Terima kasih.

Actio Pauliana adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh Debitor terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh Debitor perbuatan tersebut akan merugikan pihak lain yaitu Kreditor. Demikian penjelasan Sutan Remy Sjahdeini dalam bukunya Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan.

Misalnya dalam Kepalilitan, tindakan Debitor yang mengetahui akan dinyatakan pailit, melakukan perbuatan hukum berupa memindahkan haknya atas sebagian dari harta kekayaannya kepada pihak lain dan perbuatan tersebut dapat merugikan para Kreditornya. Penjelasan lebih lanjut tentang Actio Pauliana dapat Anda simak Dapatkah Actio Pauliana Dilakukan pada Aset yang Dibebani Hak Tanggungan?.

Actio Pauliana Menurut KUH Perdata
Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1341 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang berbunyi sebagai berikut:

Meskipun demikian, Kreditor boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh Debitor, dengan nama apa pun juga yang merugikan Kreditor; atau untuknya Debitor itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para Kreditor.

Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan tikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dan tindakan yang tidak sah, harus dihormati.

Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan Debitor, cukuplah Kreditor menunjukan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu Debitor mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para Kreditor, tak peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.

Actio Pauliana Menurut UU KPKPU
Selain itu, Actio Pauliana juga diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”), yakni Pasal 41 sampai dengan Pasal 50 UU KPKPU.

Dalam ketentuan Pasal 41 ayat (1) UU KPKPU dijelaskan:
Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum pernyataan pailit diucapkan.

Yang dimaksud dengan Pengadilan di sini adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.

Menurut Fred B.G Tumbuan dalam Rudhy A. Lontoh pada buku Hukum Kepailitan Penyelesaian Utang Piutang: Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, adalah tugas Kurator untuk membuktikan telah ada persyaratan Actio Pauliana tersebut, syarat tersebut yaitu:

  • Debitor telah melakukan suatu perbuatan hukum;
  • Perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan Debitor;
  • Perbuatan hukum dimaksud telah merugikan Kreditor;
  • Pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut akan merugikan Kreditor; dan perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.

Berdasarkan hal tersebut, terdapat perbedaan antara gugatan Actio Pauliana berdasarkan ketentuan Pasal 1341 KUH Perdata dan UU KPKPU, dimana gugatan Actio Pauliana menurut Pasal 1341 KUH Perdata diajukan oleh Kreditor (pihak yang memiliki piutang) dan hal tersebut dilaksanakan melalui forum Pengadilan Negeri biasa.

Sedangkan Actio Pauliana dalam ketentuan UU KPKPU diajukan oleh Kurator sebagai pihak yang wajib membuktikannya (berdasarkan pendapat Fred B.G Tumbuan), dimana kewenangannya ada pada Kurator terkait dengan kepentingan harta pailit. Selain itu, pada UU KPKPU terdapat ketentuan pembatasan kata Pengadilan (huruf P kapital) dimana merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 7 UU KPKPU, Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.

Sumber