Peran Masyarakat dalam Pembentukan Perda

image
Seberapa besar peran masyarakat dalam pembuatan Perda menurut UU No. 12 Tahun 2011? Apakah dimulai dari Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan dan seterusnya, ataukah peran masyarakat hanya berlaku ketika pemerintah melakukan sosialisi Perda/ reses dari Dewan? Karena menurut Kabag Hukum Kabupaten, peran masyarakat hanya berlaku ketika pemerintah melakukan sosialisasi/reses dewan. Apakah hal itu sudah sesuai dengan amanat UU 12/2011?

Proses Pembentukan Peraturan Daerah

Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”).

Peraturan Daerah (“Perda”) menurut UU 12/2011, terdiri dari:[1]

a. Peraturan Daerah Provinsi; dan

b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.[2]

Untuk menyederhanakan jawaban, kami akan bahas mengenai Perda Provinsi. Secara umum, mekanisme penyusunan Perda terbagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan dan pengundangan:[3]

  1. Perencanaan

Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam Prolegda (Program Legislasi Daerah) Provinsi. Baik perda provinsi maupun perda kota/ kabupaten memuat program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi dengan judul Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Materi yang diatur merupakan keterangan mengenai konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang meliputi:[4]

a. latar belakang dan tujuan penyusunan;

b. sasaran yang ingin diwujudkan;

c. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan

d. jangkauan dan arah pengaturan.

Materi yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam Naskah Akademik.[5]

Dalam penyusunan Prolegda Provinsi, penyusunan daftar rancangan peraturan daerah provinsi didasarkan atas:[6]

a. perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi;

b. rencana pembangunan daerah;

c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan

d. aspirasi masyarakat daerah

Hasil penyusunan Prolegda Provinsi antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Pemerintah Daerah Provinsi disepakati menjadi Prolegda Provinsi dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi. Prolegda Provinsi ditetapkan dengan Keputusan DPRD Provinsi.[7]

  1. Penyusunan

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat berasal dari DPRD Provinsi atau Gubernur.[8] Selain itu, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi.[9]

  1. Pembahasan dan Penetapan

Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan oleh DPRD Provinsi bersama Gubernur. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan. Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.[10]

Penetapan

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. [11]

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tidak ditandatangani oleh Gubernur dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut sah menjadi Peraturan Daerah Provinsi dan wajib diundangkan.[12]

  1. Pengundangan

Peraturan Daerah Provinsi diundangkan dalam Lembaran Daerah.[13] Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.[14]

Partisipasi Masyarakat

Pasal 96 UU 12/2011 mengatur mengenai partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan:

(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

a. rapat dengar pendapat umum;

b. kunjungan kerja;

c. sosialisasi; dan/atau

d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.

             (3)   Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan.

             (4)   Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Sebagaimana yang kami kutip dari Pengkajian Hukum tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penentuan Arah Kebijakan Prioritas Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, oleh Tim Pengkajian Hukum Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI (hal. 76) yang mengutip pendapat Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera dalam Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa yang berjudul Hubungan Kewenangan Pemerintah Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, bahwa di antara model partisipasi yang dapat dilakukan dalam pembentukan peraturan antara lain:

a. Mengikutsertakan anggota masyarakat yang dianggap ahli dan independen dalam team atau kelompok kerja dalam penyusunan peraturan perundang-undangan;

b. Melakukan public hearing melalui seminar, lokakarya atau mengundang pihakpihak yang berkepentingan dalam rapat-rapat penyusunan peraturan perundang-undangan, musyawarah rencana pembangunan;

c. Melakukan uji sahih terhadap peraturan daerah;

d. Melakukan jejak pendapat, kontak public melalui media massa;

e. Melalui lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan (LPMK) atau membentuk forum warga.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan melalui rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialisasi dan/atau seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. Memang benar bahwa aspirasi masyarakat dapat disampaikan melalui kegiatan sosialiasi pembentukan perda. Perlu diketahui bahwa proses pembentukan Perda terbagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan dan penetapan, dan pengundangan.

Sayangnya, dalam Pasal 96 UU 12/2011 yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat, tidak disebutkan secara eksplisit bagaimana masyarakat dapat menyampaikan masukan. Tetapi jika kita cermati lagi, aspirasi masyarakat dapat ditampung sejak tahap perencanaan dalam penyusunan Prolegda Provinsi.

Sumber