Apa yang dimaksud dengan Zaakwarneming dalam Hukum Perdata?

zaakwarneming

Apa yang dimaksud dengan istilah Zaakwarneming dalam Hukum Perdata?

Zaakwarneming adalah suatu perbuatan dimana seseorang dengan sukarela dan tanpa mendapat perintah, mengurus kepentingan (urusan) orang lain, dengan atau tanpa sepengetahuan orang lain -> tidak selalu menimbulkan hak dan kewajiban sebagaimana yang dimaksud undang-undang, kecuali jika menimbulkan akibat-akibat dalam lapangan harta kekayaan -> Pasal 1354 BW.

Referensi

fh upnvj

Pengertian Zaakwaarneming


KUHPerdata tidak secara tegas memberikan rumusan pengertian dari zaakwaarneming, namun maksud dari zaakwaarneming dapat dilihat dari Pasal 1354 KUHPerdata, yaitu suatu keadaan jika seseorang secara sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan tersebut.

Pengertian di dalam Pasal 1354 KUHPerdata pun disempurnakan di dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW) pada pasal 6:198, yang mengartikan zaakwaarneming sebagai mengurus kepentingan orang lain dengan sengaja karena didasari atas alasan yang layak tanpa ada kewenangan pengurusan baik kewenangan dari suatu tindakan hukum atau dari undang-undang. Dari kedua pengertian diatas, dapat disimpulkan beberapa poin unsur dari zaakwaarneming yaitu sebagai berikut:

  • atas kepentingan orang lain;
  • secara sengaja dan suka rela;
  • tidak mendapat perintah untuk itu;
  • dengan atau tanpa pengetahuan orang yang diurus kepentingannya;
  • adanya alasan yang layak; dan
  • bukan berdasarkan suatu tindakan hukum atau undang-undang.

Pengaturan Zaakwaarneming


Pengaturan mengenai zaakwaarneming di dalam KUHPerdata diatur di dalam Pasal 1354 sampai dengan Pasal 1358. Di Belanda, pengaturan ini disempurnakan dalam pasal 6:198 sampai dengan 6:202 NBW.

Para Pihak dalam Zaakwaarneming


Di dalam zaakwaarneming terdapat 2 (dua) pihak, yaitu gestor dan dominus .
Gestor , yaitu pihak yang melakukan atau mengurus kepentingan orang lain secara sukarela tanpa ada kewenangan yang baik berasal dari suatu tindakan hukum maupun undang-undang. Dominus, yaitu pihak yang diurus kepentingannya oleh orang lain ( gestor ).

Syarat-syarat Terjadinya Zaakwaarneming


Dalam zaakwaarneming , terdapat beberapa syarat yang menandakan bahwa peristiwa tersebut merupakan zaakwaarneming.

  • Urusan atau kepentingan orang lain
    Yang harus menjadi syarat zaakwaarneming adalah gestor harus dengan sadar, memiliki niat, dan menghendaki untuk mengurus benda atau kepentingan orang lain. Harus dibedakan antara mengurus benda atau kepentingan sendiri yang kebetulan secara sekaligus juga bermanfaat bagi benda atau kepentingan orang lain dengan mengurus benda atau kepentingan orang lain yang sekaligus juga menguntungkan benda atau kepentingan diri sendiri. Dalam peristiwa yang pertama, tujuan pokoknya adalah benda atau kepentingan sendiri sehingga hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai zaakwaarneming . Sedangkan dalam peristiwa yang kedua justru tujuan pokoknya adalah mengurus benda atau kepentingan orang lain, sehingga apabila syarat-syarat lainnya terpenuhi, keadaan kedua dapat dikatakan sebagai zaakwaarneming.

    Atas kepentingan orang lain ini, Pasal 1354 KUHPerdata maupun NBW tidak mengatur mengenai apakah gestor yang melakukan tindakan tersebut harus dengan atas nama dominus atau dapat mengatasnamakan dirinya sendiri. Sehingga, dalam zaakwaarneming tindakan yang dilakukan gestor untuk mengurus kepentingan dominus dapat dilakukan atas nama dirinya sendiri maupun atas nama dominus . Namun, Pasal 1357 KUHPerdata mengatur 2 (dua) hal, yaitu:

    • dominus harus memenuhi perikatan-perikatan yang muncul dari tindakan pengurusan gestor yang dilakukan atas nama dominus ; dan
    • dominus mengganti rugi pengeluaran untuk perikatan yang dilakukan atas nama gestor dalam rangka mewakili kepentingan dominus .
  • Secara sukarela
    Zaakwaarneming harus dilakukan secara sukarela. Tindakan mengurus kepentingan orang lain tersebut harus dilakukan atas kemauannya sendiri pada saat pertama kali gestor melakukannya. Tindakan ini tanpa didasari oleh kewajiban untuk melakukan hal tersebut maupun adanya ketentuan undang-undang dan perjanjian yang mendasari tindakan tersebut. Sesudah adanya tindakan sukarela yang pertama, maka undang-undang mewajibkan gestor untuk meneruskannya sampai dominus dapat mengurus kepetingannya sendiri. Sehingga sesudah tindakan pertama, timbul kewajiban untuk meneruskan tindakan tersebut. Kewajiban yang dimaksud disini adalah kewajiban hukum, baik yang berdasarkan undang- undang maupun perjanjian, bukan kewajiban moril yang mungkin ada dan mendasari perbuataan zaakwaarneming.

    Unsur tidak ada kewajiban hukum inilah yang membedakan zaakwaarneming dengan perjanjian pemberian kuasa ataupun perjanjian pemberian perintah ( lastgeving ). Walaupun demikian, seorang kuasa atau lasthebber dapat juga melakukan tindakan zaakwaarneming apabila hal yang dilakukannya tidak termasuk dalam tindakan-tindakan yang dikuasakan oleh pemberi kuasa atau lastgever.

  • Dengan tidak mendapat perintah
    Tidak mendapat perintah dan secara sukarela tidak selalu sama. Seseorang dapat mendapatkan perintah tetapi ia menerima kewajiban tersebut secara sukarela. Syarat ini harus ditekankan karena jika seseorang melakukan urusan orang lain berdasarkan kewajiban yang ada padanya, hal tersebut merupakan lastgeving (jika berdasarkan perjanjian) atau tindakan berdasarkan undang-undang, bukan zaakwaarneming.

  • Dengan atau tanpa sepengetahuan dominus
    Zaakwaarneming dapat dilakukan dengan atau tanpa sepengetahuan dominus . Untuk keadaan tanpa sepengetahuan dominus , tidak terdapat perdebatan mengenai ada atau tidaknya zaakwaarneming. Karena gestor berarti memang secara sukarela mengurus benda atau kepentingan dominus . Namun berbeda halnya dengan zaakwaarneming yang terjadi dengan sepengetahuan dominus . Apabila zaakwaarneming terjadi dengan sepengetahuan dominus , akan sulit membedakan apakah hal tersebut memang zaakwaarneming atau lastgeving. Letak perbedaannya adalah dalam lastgeving, terdapat perjanjian dan ada penyataan kehendak untuk menyetujuinya.

    Menurut Pitlo, zaakwaarneming yang dilakukan dengan sepengetahuan dominus biasanya sesudah berjalan beberapa waktu, lalu berubah menjadi perjanjian lastgeving. Menurut Brakel, kalaupun zaakwaarneming dengan sepengetahuan dominus dapat terjadi, perbedaan antara zaakwaarneming dan lastgeving adalah dalam zaakwaarneming, pengurusan itu hanyalah dibiarkan atau ditolerir, sedangkan dalam lastgeving pengurusan itu memang dikehendaki dan kehendak itu walaupun tidak secara langsung, telah dinyatakan. Apabila zaakwaarneming terjadi dengan pengetahuan si dominus , namun yang terjadi adalah dominus telah menyatakan ketidaksetujuannya dengan pengurusan tersebut, maka zaakwaarneming tersebut tidaklah sah.

  • Adanya alasan yang layak
    Berdasarkan NBW, hal lainnya yang penting dari zaakwaarneming adalah adanya alasan yang layak untuk melakukan hal tersebut. Ketiadaan alasan yang layak dapat berakibat tindakan tersebut merupakan tindakan melawan hukum yang mewajibkan gestor untuk memberikan ganti rugi kepada dominus yang dirugikan akibat tindakan itu. Selain itu, gestor juga tidak berhak untuk menuntut penggantian biaya yang sudah ia keluarkan. Gestor berhak untuk menetapkan jangka waktu yang pantas kepada dominus untuk menilai apakah perbuatan gestor untuk mengurus kepentingan dominus didasarkan atas adanya alasan yang layak atau tidak.

  • Wujud Tindakan
    Baik KUHPerdata maupun NBW tidak merinci wujud tindakan pengurusan dalam zaakwaarneming. Tindakan zaakwaarneming dapat meliputi tindakan nyata maupun tindakan hukum.