Pengertian jenis-jenis hukum pajak

download
Ditinjau dari segi pemungutannya, pajak dibedakan menjadi 2 (dua) jenis; Yaitu (1) Pajak Pusat, yakni pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. (2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah, baik Pemerintahan Provinsi maupun Pemerintahan Kabupaten/Kota.

  1. Pajak Pusat
    Jenis pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah:
  • Pajak Penghasilan (PPh)
  • Pajak Pertambahan nilai (PPN)
  • Pajak Penjualan atas barang Mewah (PPn BM)
  • Bea Materai
  • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah sepanjang peraturan Daerah tentang PBB yang terkait dengna Perdesaan dan Perkotaan telah diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu dari 1 Januari 2010 s.d. Paling lambat 31 Desember 2013 Peraturan Daerah belum diterbitkan, maka PBB Perdesaan dan Perkotaan tersebut masih tetap dipungut oleh Pemerintah Pusat.

Mulai 1 Januari 2014, PBB Pedesaan dan Perkotaan merupakan pajak daerah. Untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat

  1. Pajak Daerah
    Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintahan Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota adalah:
  • Pajak Propinsi
    Bea Balik nama Kendaraan bermotor
    Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
    Pajak Air Permukaan
    Pajak Rokok
  • Pajak Kabupaten/ kota
    Pajak hotel
    Pajak Restoran
    Pajak Hiburan
    Pajak Reklame
    Pajak Penerangan Jalan
    Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
    Pajak Parkir
    Pajak Air Tanah
    Pajak Sarang Burung Walet
    Pajak Bumi dan banugnan Perdesaan dan Perkotaan
    Bea Perolehan Hak Atas tanah dan/atau Bangunan

Rochmat Soemitro menyatakan hukum pajak ialah suatu kumpulan peraturan – peraturan yang mengatur hubungan hukum antara Pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak.

Jenis Hukum Pajak

Seperti halnya pada bentuk hukum yang lain seperti hukum perdata, hukum pidana, maka Hukum pajak dapat juga dibagi dalam Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil.

  1. Hukum Pajak Materiil Hukum Pajak Materiil adalah kaidah-kaidah atau ketentuanketentuan dari suatu peraturan perundang-undangan pajak yang berkenaan dengan isi dari peraturan perudang-undangan yang bersangkutan. Hukum Pajak Material menerangkan tentang Subjek, Objek atau tarip Pajak. Di samping itu juga menerangkan arti dari suatu istilah seperti arti penghasilan / barang kena pajak , bumi dan bangunan, dokumen , dan sebagainya. Contoh bentuk Hukum Pajak Materiil :

    • Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

    • Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan

    • Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

  2. Hukum Pajak Formil. Hukum Pajak Formil adalah kaidah-kaidah atau ketentuanketentuan dari suatu peraturan perundang-undangan pajak yang berkenaan dengan cara bagaimana Hukum Pajak Materiil dilaksanakan. Contoh bentuk Hukum Pajak Formil adalah :

    • Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

    • Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Hukum Pajak Formil menerangkan tentang hak dan kewajiban wajib pajak, hak dan kewajiban fiskus, dan lain-lain. Hak wajib pajak dapat dilihat dalam UU KUP, yaitu :

      • Meminta restitusi;

      • Mengajukan keberatan;

      • Mengajukan banding, dan lain-lain. Kewajiban wajib pajak sebagaimana diuraikan dalam UUKUP adalah sebagai berikut :

        • Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

        • Mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) dengan benar; lengkap, jelas, dan menandatanganinya.

        • Mengadakan pencatatan atau pembukuan;

        • Membayar Pajak terhutang wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, dan lain-lain

      Hak Fiskus diatur dalam UU KUP yaitu sebagai berikut :

      • Melakukan pemeriksaan;

      • Mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak;

      • Mengeluarkan Surat Tagihan Pajak;

      • Mengeluarkan Surat Paksa, dan lain-lain. Kewajiban Fiskus yang ditetapkan dalam UU KUP adalah sebagai berikut :

        • Memberikan Keputusan atas keberatan pajak dari wajib pajak;

        • Mengembalikan kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak;

        • Merahasiakan wajib pajak , dsb.

Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi penyelengaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Sehingga Pemerintah menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu pewujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana dalam pembiayaan Negara dalam Pembangunan Nasional guna tercapainya tujuan negara. Penting dan strategisnya peran serta sektor perpajakan dalam penyelenggaraan pemerintah dapat dilihat pada Anggaran Belanja Negara (APBN) dan Rancangan APBN setiap tahun yang disampaikan pemerintah, yaitu terjadinya peningkatan persentase sumbangan pajak dari tahun ke tahun.

menurut administrasi yuridis terdiri atas pajak langsung dan pajak tidak langsung, di mana kedua jenis tersebut dibagi lagi kedalam dua segi lain, yaitu dari segi yuridis dan ekonomis :

  1. Pajak Langsung, yaitu pajak-pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu (periodik) berdasarkan Surat Ketetapan Pajak atau Kohir (tindasan Surat Ketetapan Pajak). Termasuk dalam pajak langsung ini contohnya Pajak Penghasilan (PPh).

  2. Pajak Tidak Langsung, yaitu suatu pajak yang dipungut sekali ketika apa yang dikendaki undang-undang dipenuhi (tidak menggunakan kohir), contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Materai.

Pembagian menurut sifatnya terdiri atas :

  1. Pajak yang bersifat pribadi (persoonlijk), yaitu pajak-pajak yang pemungutannya berpangkal pada diri orangnya (pribadi), keadaan diri wajib pajak dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah pajak yang harus dibayar atau memperhatikan daya pikul, contohnya Pajak Penghasilan.

  2. Pajak Objektif atau pajak yang bersifat kebendaan (zakelijk), yaitu pajak-pajak yang pemungutannya berpangkal pada objeknya, perbuatan dan kejadian yang dilakukan atau terjadi dalam wilayah negara dengan tidak mengindahkan keadaan diri dan keadaan wajib pajak, contohnya Bea Materai.

Pembagian berdasarkan titik tolak pungutannya, yang terdiri atas:

  1. Pajak subjektif, yaitu pajak yang pengenaanya berpangkal pada orang atau badan yang dikenai pajak (wajib pajak). Subjek dalam hal ini adalah orang pribadi, badan, dan bentuk usaha tetap. Setelah ditentukan subjeknya, baru kemudian dilihat apakah mereka mempunyai atau memperoleh penghasilan yang memenuhi syarat untuk dikenai pajak.

  2. Pajak objektif, yaitu pajak yang pengenaannya berpangkal pada objek yang dikenai pajak, dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari subjeknya. Contohnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di mana yang pertama kali ditentukan adalah objek (bumi dan bangunan) baru kemudian dicari siapa yang menjadi subjek pajaknya.

Pembagian berdasarkan lembaga pemungutannya (kewenangan memungut) yang terdiri dari :

  1. Pajak negara atau pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, yang penyelenggaraan pemungutannya di daerah-daerah dilakukan oleh Kantor Inspeksi Pajak setempat (sekarang dinamakan Kantor Pelayanan Pajak), dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPn BM), Bea Materai, Cukai.

  2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya berada pada pemerintah daerah, baik tingkat Propinsi (contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Balik Nama Kendaraan Bermotor) atau Kabupaten atau Kota (contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Parkir) yang hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah.

Tujuan pajak itu mempunyai hubungan erat dengan tujuan negara, dan bersumber dan berakar pada tujuan masyarakat, yaitu suatu cita-cita hidup yang tumbuh dan terkandung di dalam masyarakat untuk dicapai dan direalisasi oleh negara sebagai alat perjuangan dan organisasi masyarakat yang tertinggi.

Ringkasan

Glenn P. Jenkins dan Gangadhar P. Shukla, 1997, Public Finance in Open Economies. Harvard International Tax Program. Harvard Institute for International Development