[Pendidikan] Indonesia Darurat Membaca

Dahulu, ketika saya masih remaja, di saat perkembangan teknologi belum secanggih zaman sekarang, belum ada smart phone, gadget maupun sambungan internet; perpustakaan laksana surga bagi saya, disini saya memuaskan rasa ingin tahu saya melalui segala jenis buku dan bacaan yang tersedia, sekaligus untuk memenuhi kebutuhan saya terhadap ilmu pengetahuan dan hiburan.

Pustaka wilayah, saat itu masih berada di jalan Thamrin ujung di daerah gobah, sekitar 15 menit berjalan kaki dari tempat saya tinggal, namun sekarang sudah pindah ke jalan Jenderal Sudirman dengan gedung yang teramat megah dan futuristik juga dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas modern.

Di perpustakaan wilayah itulah, setiap hari minggu atau hari libur, saya biasa menghabiskan waktu, saya pun sering membawa bekal makan ke sini agar tak perlu pulang ke rumah untuk makan siang. Perpustakaan sudah seperti rumah bagi saya, bahkan seluruh pegawai perpustakaan mengenal saya.

Seiring dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi, saya melihat minat baca masyarakat khususnya generasi muda semakin rendah. Buku-buku tidak lagi barang yang diminati oleh para remaja. Perpustakaan bukan lah tempat yang menarik untuk dikunjungi, bukan lagi tempat yang nyaman untuk santai sambil membaca, bahkan bagi masyarakat kita perpustakaan tak lebih dari sebuah ruangan atau gudang tempat menumpuk atau menyimpan buku.

Sungguh disayangkan, di zaman yang amat kompetitif ini, ketika generasi muda diharapkan untuk memiliki kompetensi dan wawasan yang luas, justru membaca bukan lagi suatu kegiatan yang menyenangkan bagi mereka.

Bahkan saat saya berselancar di media sosial pun, saya kerap kali menemukan fenomena di mana para netizen tidak suka membaca post-post dengan teks atau caption yang panjang. Salah satu contohnya adalah ketika suatu saat saya melihat kejadian lucu, yaitu seorang netizen yang berkomentar dengan panjang lebar penuh semangat di suatu postingan, akan tetapi komentarnya malah ngawur alias Out Of The Topic, karena tidak membaca penjelasan pada postingan tersebut terlebih dahulu.

Beberapa bulan yang lalu saya pernah bertanya kepada seorang siswa saya mengenai sudah seberapa banyak buku yang telah selesai ia baca tahun lalu, dan jawabannya sungguh membuat saya tercengang; dia mengatakan bahwa membaca adalah kegiatan yang membosankan dan sepanjang hidupnya tak ada satupun buku yang pernah ia baca sampai selesai, bahkan ia mengatakan bahwa jangankan membaca berbagai jenis buku, membaca buku teks pelajaran saja dia tidak berminat.

Berdasarkan studi Most Littered Nation In the World 2016 minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara.

Pengaruh internet sangat mempengaruhi minat baca di Indonesia. Sebanyak 132,7 juta orang Indonesia pada 2016 tecatat sebagai pengguna internet menurut data Perpustakaan Nasional 86,3 juta jiwa berada di daerah jawa.

Hal tersebut diungkapkan oleh Subekti Makdriani, Pustakawan Utama Perpus RI saat menjadi pembicara Safari Gerakan Nasional Gemar Membaca di Provinsi dan Kabupaten/Kota tahun 2017, di Pendopo Kabupaten Kendal, Senin (15/05/2017-Tribun news Jateng)

Ini tentu suatu fenomena sosial yang sangat mengkhawatirkan dan patut membuat kita bersedih hati dan merenungkan betapa budaya membaca masih sangat jauh dari keseharian masyarakat kita. Akibatnya, dengan rendahnya budaya membaca bangsa kita akan berdampak besar terhadap ketertinggalan kita terhadap bangsa lain. Tanpa membaca bagaimana mungkin bangsa ini menjadi bangsa yang berkwalitas. Pun kita semua tahu bahwa bangsa yang besar dan maju adalah bangsa yang masyarakatnya menjadikan membaca sebagai budaya yang tak lepas dari kesehariannya.

Karena itulah kita perlu menanamkan minat baca pada masyarakat indonesia khususnya generasi muda walaupun kita tahu bahwa menanamkan kebiasaan atau budaya membaca pada masyarakat Indonesia bukanlah perkara mudah. Perlu usaha yang keras dan berkesinambungan, sebab fakta di lapangan yang saya temui adalah betapa masyarakat kita lebih senang mengakrabkan diri dengan tontonan televisi, bermain gadget/smart phone, sehingga membuat hal ini menjadi semakin tidak mudah. Sebab, apa yang telah menjadi kebiasaan, akan butuh usaha yang lebih untuk mengubahnya.

Namun kita bisa merasa lega dan berbangga hati, sebab saat ini pemerintah kita telah membuat sebuah gebrakan yaitu dengan menerapkan gerakan Literasi di sekolah-sekolah menengah.

Dan harapan kita pemerintah juga mengontrol harga buku di pasaran agar tidak terlalu tinggi, sehingga bisa dijangkau oleh masyarakat kita yang notabene begitu rendah daya belinya. Kita juga berharap pemerintah mengontrol kwalitas buku-buku yang beredar di pasaran, sehingga masyarakat dapat menikmati bacaan yang bermanfaat.

Dan yang tak kalah penting adalah; kita, sebagai masyarakat Indonesia dan generasi penerus bangsa, harus menanamkan kesadaran diri dalam diri kita masing-masing akan pentingnya budaya membaca.

#DictiolsUs #SpeakingUpwithDictio

4 Likes

Jadi teringat kembali kenangan di Pustaka Wilayah Gobah, terima kasih ulasannya mri kembali ke “buku”

1 Like

Mudah dipahami. Beberapa dampak dari modernisasi ialah budaya membaca khususnya buku tidak lagi eksis di kalangan netizen generasi Z. Mereka cenderung menggunakan gadget dalam segala aktifitasnya termasuk membaca

1 Like

Sebenarnya banyak fasilitas perpustakaan dari pemerintah yang bisa dimanfaatkan. Di Yogyakarta sendiri ada perpustakaan kota dan Ghratama Pustaka yang koleksinya luar biasa. Saya setuju untuk menanamkan budaya suka membaca tersebut karena ada fasilitas kalau tak ada pembaca percuma saja. Membahas harga buku, sangat disayangkan faktanya di Indonesia banyak buku berharga murah tapi bajakan. Kasihan para penulisnya.

1 Like