Pendekatan apa saja yang dapat digunakan untuk menerangkan Perilaku Pemilih ?

Perilaku memilih

Perilaku memilih adalah serangkaian kegiatan membuat keputusan yaitu memilih atau tidak memilih

Pendekatan apa saja yang dapat digunakan untuk menerangkan Perilaku Pemilih ?

Asfar (2006) menyatakan bahwa terdapat tiga macam atau dasar pemikiran yang berusaha menerangkan perilaku pemilih, atau dalam istilahnya Roth disebut perilaku pemilu. Ketiganya tidak sepenuhnya berbeda, dan dalam beberapa hal ketiganya bahkan saling membangun/mendasari, serta memiliki urutan kronologis yang jelas.

Pendekatan ini terletak pada titik beratnya : model sosiologis untuk menerangkan perilaku pemilu, model psikologi sosial dan model pilihan rasional.

1. Pendekatan sosiologis atau sosial struktural

Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakeristik sosial dan pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan pilihan pemilih. Bahwa pendekatan sosiologi atau lebih tepatnya pendekatan sosial struktural untuk menerangkan perilaku pemilu, secara logis terbagi atas model penjelasan mikrososiologis dan penjelasan makrososiologis.

Model penjelasan mikrososiologis lebih dikenal dengan sebutan mazhab Columbia (Columbia school). Sedangkan model penjelasan makrososiologis dari Seymour Martin Lipset dan Stein Rokkan, didasarkan atas pengamatan perilaku pemilu lazarsfeld. Model ini menelaah perilaku pemilu diseluruh tingkatan atau lapisan masyarakat secara keseluruhan.

Selanjutnya Roth mengatakan dasar model penjelasan mikrososiologis berasal dari teori lingkaran sosial yang diformulasikan oleh George Simmel (1890) pada akhir abad lalu. Menurut teori ini setiap manusia terikat di dalam berbagai lingkaran sosial, contohnya keluarga, lingkaran rekan-rekan, tempat kerja dsb. Sedangkan model penjelasan makrososiologis, mengacu kepada konflik-konflik mendasar yang biasanya muncul di masyarakat, yang kesetimbanganya perlu dipertahankan dalam sebuah demokrasi. Biasanya status sosial struktural dilakukan dengan melihat keanggotaan seseorang dalam berbagai kelompok profesi yang ada.

Secara keseluruhan, pendekatan sosial struktural dapat memberikan penielasan yang sangat baik mengenal perilaku pemilu yang konstan. Namun tetap tidak dapat memberikan penjelasan mengenai penyebab pindahnya seorang individu kepartai (pilihan) politik lain.

2. Pendekatan sosial psikologis

Pendekatan ini menjelaskan bahwa sikap seseorang merupakan refleksi kepribadian seseorang yang menjadi variabel yang cukup menentukan dalam mempengaruhi perilaku politik seseorang. Sementara pendekatan pemilu dari Columbia School lebih mengaitkan perilaku pemilu dengan konteks kemasyarakatan dimana individu tersebut bernaung. Maka sekelompok ahli-ahli ilmu sosial dari University Of Michigan di Ann Arbor lebih menempatkan sang individu itu sendiri sebagai pusat perhatian mereka.

Menurut Ann Arbor School, persepsi dan penilaian pribadi terhadap sang kandidat atau tema-tema yang diangkat (pengaruh jangka pendek) sangat berpengaruh terhadap pilihan pemilu yang dijatuhkan selain itu, “keanggotaan psikologis” dalam sebuah partai yang dapat diukur dalam bentuk variabel identitikasi partai, turut mempengaruhi pilihan pemilu. Hal mana merupakan hasil berbagai pengaruh jangka panjang. Oleh karena itu, keputusan pemilu masing-masing individu secara primer tidak ditentukan secara sosial struktural. melainkan lebih merupakan hasil pengaruh jangka pendek dan jangka panjang terhadap sang individu.

Pendekatan sosial psikologis berusaha untuk menerangkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan pemilu jangka pendek atau keputusan pemilu yang diambil dalam waktu yang singkat Hal ini berusaha dijelaskan melalui trias determinin yakni identifikasi partai, orientasi kandidat, dan orientasi isu/tema.

Sebagaimana yang dikemukakann Campbell bahwa pendekatan sosial psikologis, membedakan antara kekuatan, arah dan intensitas orientasi, baik dalam orientasi isu, maupun orientasi kandidat. Dimana tema-tema khusus itu hanya dapat mempengaruhi perilaku pemilu individu apabila memenuhi tiga persyaratan dasar ; tema tersebut harus ditangkap oleh pemilih, tema tersebut dianggap penting oleh pemilih, dan pada akhimya pemilih harus mampu menggolongkan posisi pribadinya (baik seeara positif maupun negatif) terhadap pemecahan konsep yang ditawarkan oleh sekurang-kurangnya satu partai.

Apabila dilihat seeara keseluruhan maka pendekatan sosial psikologis dapat memberikan tambahan yang berarti kepada model penjelasan sosial struktural bagi perilaku pemilu. Dengan demikian, maka pengaruh jangka pendek harus dapat dipertimbangkan dalam menilai perilaku pemilu. Terutama dalam menjelaskan perilaku pemilu yang berubah-ubah.

3. Pendekatan rasional

Melihat bahwa pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan penilaiannya terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan, berdasarkan pertimbangan rasional yang paling menguntungkan. Pusat perhatian berbagai pendekatan teoritis mengenai perilaku pemilu yang rasional terletak pada perhitungan biaya dan manfaat.

Menurut pendekatan ini, yang menentukan sadar sebuah pemilu bukannya karena adanya sebuah ketergantungan terhadap ikatan sosial struktural atau ikatan partai yang kuat, melainkan penilaian warga rasional yang cakap, melihat bahwa pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan penilaiannya terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan. Artinya pemilih sebagai aktor dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional. Dengan demikian pemilih rasional tidak hanya rnemilih alternatif yang paling menguntungkan atau mendatangkan kerugian yang paling sedikit, tetapi juga memilih altematif yang dianggap menimbulkan resiko yang kecil dan mendahulukan selamat. Disini para pemilih dianggap mempunyai kemampuan untuk menilai isu-isu politik yang diajukan, begitu juga mampu menilai calon yang ditampilkan.

Secara sederhana pendekatan ini memiliki langkah-langkah dalam menentukan pilihannya.

  • Pertama, kalkulasi keuntungan yang diperoleh untuk masing-masing kemenangan kandidat.

  • Kedua, memuat urutan kandidat yang paling menguntungkan hingga yang paling tidak menguntungkan.

  • Ketiga, menentukan pilihan kepada yang paling menguntungkan (Asfar, 2006).

ss

  • Pendekatan Perilaku Pemilih

Ramlan Surbakti (1999: 145-146) menyatakan bahwa terdapat beberapa pendekatan dalam mengkaji alasan pemilih memilih kontestan tertentu dalam pemilihan diantaranya:

  1. Pendekatan Struktural yang melihat kegiatan memilih sebagai produk dari konteks struktur yang lebih luas, seperti struktur sosial (struktur sosial yang menjadi sumber kemajemukan politik dapat berupa kelas sosial, agama, bahasa dan nasionalisme), sistem partai, sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang ditawarkan oleh setiap partai.
  2. Pendekatan Sosiologis yang cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitan dengan konteks sosial. dimana pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi oleh latar belakang demografi dan sosial ekonomi seperti jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan kelas, pendapatan dan agama.
  3. Pendekatan Ekologis yang hanya relevan jika dalam suatu daerah pemilihan terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdasarkan unit teritorial.
  4. Pendekatan Psikologi Sosial berupa identifikasi partai dimana partai yang secara emosional dirasakan sangat dekat yang selalu dipilih tanpa terpengaruh oleh faktor lain.
  5. Pendekatan Pilihan Rasional yang melihat kegiatan memilih merupakan produk kalkulasi untung dan rugi.

Pengklasifikasian pendekatan untuk melihat perilaku pemilih juga dikemukakan oleh Adman Nursal (2004:54), secara umum terbagi atas empat pendekatan yakni pendekatan sosiologis disebut sebagai Mazhab Columbia (The Columbia of Electoral Behavioral), pendekatan psikologis disebut sebagai Mazhab Michigan (The Michigan Survey Research Center) dan pendekatan rasional serta pendekatan domain kognitif (pendekatan marketing).

  • Pendekatan Sosiologis (Mazhab Columbia)

Pendekatan Sosiologis atau disebut juga mazhab columbia sebagaimana dikemukakan oleh A.A. Oka Mahendra (2005:75) menyatakan bahwa latar belakang pilihan atas partai, calon dan isu ditentukan oleh karakteristik sosial pemilih. Misalnya agama, etnik atau kedaerahan, dimana seseorang akan memilih partai atau tokoh tertentu karena ada kesamaan karakteristik sosial antara pemilih dan karakteristik sosial tokoh atau partai yang dipilih. Sejalan dengan pendapat di atas, Muhammad Asfar dalam Adman Nursal (2004:55) mengungkapkan lebih dalam bahwa,
“Pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial - usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, latar belakang keluarga, kegiatankegiatan dalam kelompok formal dan informal dan lainnya – mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam pembentukan perilaku pemilih”. Sedangkan menurut Khoirudin (2004:96) pendekatan sosiologis melihat masyarakat sebagai satu kelompok yang bersifat vertical dari tingkat yang terbawah hingga teratas dimana menurut paham ini tingkatan-tingkatan atau kelompok yang berbeda inilah yang membentuk persepsi, sikap, keyakinan, dan sikap politik dari masingmasing individu. Hal ini menunjukkan bahwa subkultur tertentu dalam masyarakat memiliki kognisi sosial tertentu yang akhirnya bermuara pada perilaku tertentu.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model sosiologis mengasumsikan bahwa perilaku pemilih ditentukan oleh karakteristik sosial dan pengelompokan sosial pemilih dan karakteristik sosial tokoh atau partai yang dipilih atau dengan kata lain, pemilih memiliki orientasi tertentu terkait karakteristik dan pengelompokan sosialnya dengan pilihan atas partai atau calon tertentu. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh pendekatan ini adalah sebagai berikut :

  1. Pengelompokkan sosial dilihat dari pola hubungan sosial seperti hubungan pertemanan, kekeluargaan dan kekerabatan serta kelompok sosial lainnya seperti profesi dan organisasi yang diikuti.
  2. Karakteristik sosial yang dilihat orientasi pemilih terhadap karakteristik sosial kandidat seperti usia, jenis kelamin, agama, etnis dan lain-lain.

Mengenai pengkategorian kerakteristik sosial dan pengelompokan sosial ini dibagi menjadi tiga tipe oleh Bone dan Ranney dalam Adman Nursal (2004:56) yakni kelompok kategorial yang terdiri atas orangorang yang memiliki karakterisrtik politik yang berbeda-beda dan tidak
menyadari karakteristik dan tujuan kelompoknya, dimana perbedaan ini terjadi karena masing-masing kategori memberi reaksi yang berbeda terhadap peristiwa politik, pengalaman politik dan peran-peran sosial. Pengelompokkan kategorial ini terbentuk atas dasar faktorfaktor
berikut :
a. Perbedaan jenis kelamin
b. Perbedaan Usia
c. perbedaan Pendidikan

Kategori kedua adalah kelompok sekunder yakni kelompok yang menyadari identifikasi dan tujuan kelompoknya dan terdapat ikatan psikologis anggota terhadap kelompoknya, kelompok ini diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pekerjaan
b. Kelas sosial dan status sosial ekonomi
c. kelompok-kelompok etnis seperti ras, agama, dan daerah asal.

Tipe kelompok yang terakhir adalah kelompok primer yang terdiri atas
orang-orang yang melakukan kontak dan interaksi langsung secara
teratur dan sering, kelompok ini memiliki pengaruh yang peling kuat
dan langsung terhadap perilaku politik seseorang. Mereka yang
tergolong kelompok ini adalah :
a. Pasangan suami istri
b. Orang tua dan anak-anak
c. Teman sepermainan

  • Pendekatan Psikologis (Mazhab Michigan)

Pendekatan psikologis atau yang sering disebut juga mazhab michigan sebagaimana diungkapkan oleh A.A. Oka Mahendra (2005:76) bahwa, “faktor-faktor sosiologis seperti kesamaan agama atau etnik tidak akan fungsional mempengaruhi keputusan pemilih, jika sejak
awal belum terbentuk persepsi dan sikap pribadi pemilih terhadap faktor-faktor sosial, maupun terhadap faktor sosial yang dilekatkan pada partai atau calon tertentu. Harus sudah terbentuk dalam diri pemilih bahwa dirinya termasuk dalam satu golongan atau segmen sosial tertentu, sekaligus terbentuk persepsi dari diri yang bersangkutan bahwa partai atau figur tertentu juga
diidentikkan dengan kelompok atau segmen sosial yang sama dengan diri mereka”. Menurut Adman Nursal (2004:59) mazhab ini menggarisbawahi adanya sikap politik para pemberi suara yang menetap, teori ini dilandasi oleh sikap dan sosialisasi. Sikap seseorang sangat mempengaruhi perilaku politiknya. Terbentuknya persepsi dan sikap ini diawali dengan proses sosialisasi yang panjang yang membentuk ikatan yang kuat dengan partai politik dan menimbulkan identifikasi tanpa disadari.

Model psikologis menggunakan konsep kunci yakni identifikasi partai yang mana proses sosialisasi yang dijalani akan membentuk ikatan psikologis seseorang dengan partai politik atau kandidat tertentu. Identifikasi partai merupakan rasa keterikatan individu terhadap partai sekalipun ia bukan anggota. Perasaan itu tumbuh sejak kecil dipengaruhi oleh orang tua dan lingkungan keluarga. Dengan demikian pendekatan ini saling terkait dengan pendekatan sosiologis dimana identifikasi partai berkaitan dengan pengelompokan sosial. Berdasarkan konsep tindakan komunikasi Dann Nimmo dalam Adman Nursal (2004:61) menyebut pemilih yang dipengaruhi oleh faktor identifikasi ini sebagai pemberi suara reaktif. Nimmo mengasumsikan bahwa, “manusia beraksi terhadap rangsangan secara pasif dan terkondisi, perilaku pemberi suara dibentuk oleh faktor jangka panjang terutama faktor sosial. Pengelompokan sosial dan demografi berkorelasi dengan identifikasi partai. Hal ini karena karakter kelompok sosial dan demografi dimana pemilih berada memberi pengaruh sangat penting dalam proses pembentukan ikatan emosional pemilih dengan simbol-simbol partai. Simbolsimbol kelompok dan ikatan kesejarahan dapat melekat pada simbol-simbol partai sehingga tercipta identifikasi”.

Faktor emosional sangat menentukan pembentukan perilaku pemilih dalam pendekatan ini, yang melibatkan peran keluarga dan lingkungan sekitar individu yang berperan aktif dalam proses sosialisasinya. Dalam hal ini, pola hubungan yang merupakan bentukan budaya juga
mempengaruhi emosional pemilih seperti halnya tokoh panutan yang menimbulkan identifikasi. Gerungan dalam Adman Nursal (2004 :59-60) menyebutkan bahwa identifikasi adalah dorongan untuk identik dengan orang lain yang dilakukan seseorang terhadap orang lain yang dianggapnya ideal dalam suatu segi. Sehingga faktor ketokohan juga berpengaruh kuat dalam membentuk perilaku pemilih.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Pendekatan Psikologis yaitu pendekatan yang melihat perilaku pemilih sebagai bentukan dari proses sosialisasi yang melahirkan ikatan emosional (identifikasi) yang mengarahkan tindakan politik seseorang dalam suatu pemilihan.

Indikator yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh pendekatan ini adalah sebagai berikut :

  1. Ketokohan, dilihat dari perasaan emosional pemilih yang melandasi pilihannya dengan mempertimbangkan identitas atau ketokohan calon (atau tokoh dibelakang calon) dan tokoh-tokoh panutan yang dihormati oleh pemilih.
  2. Identifikasi Partai, yang dilihat dari kesamaan pandangan responden dengan anggota keluarganya terhadap pilihan tertentu serta adanya kesamaan antara partai yang dipilih dengan partai yang dikagumi.
  • Pendekatan Rasional (Ekonomis)

Jika pendekatan psikologis menjelaskan adanya pemilih tetap, sebagian pemilih juga ada yang merubah pilihannya dari pemilu ke pemilu lainya. Peristiwa-peristiwa politik tertentu bisa merubah preferensi pilihan politik seseorang, hal inilah yang dijelaskan oleh pedekatan rasional. Adman Nursal (2004:64) menyebutkan bahwa “pendekatan rasional terutama berkaitan dengan orientasi utama pemilih, yakni orientasi isu dan orientasi kandidat. Perilaku
pemilih berorientasi isu berpusat pada pertanyaan: apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan Negara.
Sementara orientasi kandidat mengacu pada sikap seseorang terhadap pribadi kandidat tanpa mempedulikan label partai”. Pengaruh isu dan kandidat itu antara lain berkaitan erat dengan peristiwa sosial, ekonomi dan politik tertentu yang kontekstual dengan pemilihan yang bersangkutan, sementara pendekatan rasional terhadap kandidat bisa didasarkan pada kedudukan, informasi, prestasi dan popularitas pribadi bersangkutan dalam berbagai bidang kehidupan. Kualitas kandidat memiliki dua variabel, yakni kualitas instrumental yaitu tindakan yang diyakini pemilih akan direalisasikan oleh kandidat bila telah menang dalam pemilihan, dan variabel kualitas simbolik, yaitu kualitas kepribadian seseorang yang berkaitan dengan integritas diri, ketegasan, ketaatan pada norma dan aturan, kebaikan, sikap merakyat dan sebagainya.

Pendekatan rasional mengantarkan pada kesimpulan bahwa para pemilih benar-benar rasional. Para pemilih melakukan penilaian yang valid terhadap tawaran partai. Berdasarkan tindakan komunikasi dalam Adman Nursal (2004:66) Nimmo menggolongkan para pemilih ini
sebagai pemberi suara yang rasional. Pemilih rasional ini memiliki motivasi, prinsip, pengetahuan dan mendapatkan informasi yang cukup. Tindakan mereka bukanlah karena faktor kebetulan dan kebiasaan, bukan untuk kepentingan sendiri melainkan untuk kepentingan umum menurut pikiran dan pertimbangan logis. Pendekatan rasional merupakan pendekatan yang melihat bahwa pilihan pemilih adalah keputusan rasional pemilih dimana yang dipertimbangkan adalah sebagai berikut :

  1. Orientasi Visi Misi yang diukur dari pengatahuan dan pemahaman serta ketertarikan pemilih terhadap program yang ditawarkan calon.
  2. Orientasi Kandidat yang diukur dari kualitas kandidat meliputi kedudukan, informasi, prestasi dan popularitas pribadi bersangkutan dalam berbagai bidang kehidupan terkait
    kompetensinya dalam merealisasikan program yang ditawarkan.
  • Pendekatan Marketing

Dalam Adman Nursal (2004:69-71) menurut pendekatan yang dikembangkan oleh Newman dan Sheth ini terdapat tujuh domain kognitif terpisah dan berbeda yang mempengaruhi perilaku pemilih yakni :
a. Isu dan kebijakan politik (issues and policies), merepresentasikan kebijakan atau program yang diperjuangkan dan dijanjikan oleh partai atau kandidat politik jika menang kelak.
b. Citra sosial (social imagery), menunjukkan stereotif kandidat atau partai (citra kandidat atau paratai di mata pemilih) untuk menarik pemilih dengan menciptakan asosiasi antara kandidat atau partai dengan segmen-segmen tertentu dalam masyarakat.
c. Perasaan emosional (emotional feelings), dimensi emosional yang terpancar dari kontestan yang ditunjukkan oleh kebijakan politik yang ditawarkan.
d. Citra kandidat (candidate personality), mengacu pada sifat-sifat pribadi yang penting yang dianggap sebagai karakter kandidat.
e. Peristiwa mutakhir (current events), mengacu pada himpunan peristiwa, isu, dan kebijakan yang berkembang menjelang dan selama kampanye.
f. Peristiwa personal (personal events), mengacu pada kehidupan peribadi dan peristiwa yang pernah dialami secara pribadi oleh seorang kandidat.
g. Faktor-faktor epistemic (epistemic issues), isu-isu pemilihan yang spesifik yang dapat memicu keingintahuan para pemilih tentang hal-hal baru.

Pendekatan ini merupakan bentuk strategi baru dalam menjaring suara dalam pemilihan, dimana fokus pendekatan ini melihat pemilihan langsung sebagai pasar yang didalamnya setiap kontestan harus mampu menguasai perilaku konsumen (pemilih) dan mampu menawarkan segala hal yang menjadi kebutuhan konsumen. Beberapa hal inilah yang kemudian menjadi pertimbangan seorang pemilih dalam menentukan pilihannya dalam suatu pemilihan langsung. Secara umum berdasarkan hal-hal di atas keempat pendekatan ini, pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, pendekatan rasional dan pendekatan marketing, terdapat keterikatan dan satu sama lain saling melengkapi.

Referensi

Almond, Gabriel A dan Verba, Sidney, 1984, Budaya Politik Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Limq Negara, Bina Aksara, Jakarta.

Arikunto, Suhasimi,2010, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.PT Rineka Cipta, Jakarta.

Danief S. Salossa, Mekanisme, Persyaratan dan tata cara Pemilukada langsung, (Yogyakarta, Media Presindo, 2005).

Denis Kavanagh, Political Science and Political Behaviour (London: Allen and Unwin, 1983).

Dieter, Roth.2008.Studi Pemilu Empiris, SumbeL Teori-teori, Instrumen dan Metode. Jakarta’. Friedrich-Nauman Stiftung Die Freiheit.

Efriza. Political Explorer. Sebuah Kajian Ilmu Politik. 2012. Bandung: AIfabeta