Penanganan kasus penyiraman Novel Baswedan

Kasus yang menimpa Novel ini berawal dari penyiraman air keras di dekat rumahnya, Jalan Deposito RT 003 RW 010 Kelapa Gading, Jakarta Utara, 11 April 2017, usai salat Subuh. Insiden itu pun mengakibatkan wajah dan matanya terkena air keras

Sembilan bulan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan belum juga menemui titik terang. Pernyataan Novel yang dari awal tidak yakin kepolisan akan bisa mengungkap pelaku kian terbukti.

Dalam diskusi bertajuk Penanganan Perkara Novel Baswedan di Indonesia Corruption Watch, Jumat, 12 Januari 2018 kemarin, kuasa hukum Novel, M Isnur, mengatakan kliennya sudah memberikan kode bahwa ada jenderal yang masuk kasusnya itu.

Menurut Isnur, selain itu, sketsa yang diterbitkan Polri menunjukkan sesuatu yang aneh. Hasil rilis sketsa wajah yang dikeluarkan tiga bulan seusai kejadian dan enam bulan seusai kejadian berbeda.

Seakan-akan terdapat empat pelaku, tetapi dalam pernyataan saksi hanya terdapat dua pelaku dalam insiden penyiraman. Bahkan seminggu sebelum terjadinya kasus penyiraman tersebut, mantan Kapolda Metro Jaya M Iriawan menawarkan perlindungan 24 jam pada Novel karena tahu dirinya saat itu akan mendapat ancaman.

“Melihat rangkaiannya sudah bisa dilihat polanya. Ada sidik jari di cangkir pelaku yang tertinggal, sebenarnya tidak susah. Tapi mengapa saat ini pengusutan seakan mandek pada sketsa wajah,” kata Isnur.

Isnur mengatakan, polisi seharusnya mampu dengan mudah mengusut kasus penyerangan Novel. Pasalnya, saat menangani kasus kematian di Pulomas, Jakarta Timur, dan pengungkapan teroris, Polri hanya membutuhkan waktu 1-3 hari.

Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti Fickar Hadjar menambahkan, kasus Novel tidak ditangani dengan sungguh-sungguh meskipun sudah melibatkan kepolisian Australia.

“Karena di waktu yang sama ada peristiwa dengan Direktur Penyidikan KPK dari kepolisian berkonflik dengan Novel. Ada indikator juga Novel menjadi otak KPK sehingga setiap apa yang diusut oleh KPK, Novel selalu yang paling dicari. Itu penyebab ketidaksungguhan penyelesaian kasus ini,” Fickar menjelaskan.

Sumber : www.hukumonline.com