“Pemimpin perempuan melakukan tugasnya lebih baik daripada pemimpin pria saat menangani pandemi covid-19” puji Christine Lagarde, Presiden Bank Sentral Eropa, atas komunikasi dan kepedulian mereka yang tulus.
Sebut saja pemimpin perempuan di negara seperti Jerman, Selandia Baru, dan Taiwan, sebelum covid-19 diumumkan sebagai pandemi, Jerman sudah mengambil langkah serius dalam menangani pandemi, saat kasus covid-19 pertama muncul di Jerman, Kanselir Angela Merkel langsung melakukan tes dan pelacakan secara masif, serta meningkatkan tempat tidur perawatan intensif untuk mengantisipasi apabila kasus covid-19 makin memuncak. Saat ini kasus covid-19 di Jerman bisa terbilang cukup terkendali. Namun, Angela Merkel tetap memperingatkan kepada warganya akan kemungkinan gelombang kedua.
Hal serupa juga dilakukan oleh Selandia Baru, ketika covid-19 belum memasuki Selandia Baru, Perdana Menteri Jacinda Ardern telah menetapkan larangan bagi warga asing yang masuk ke negara mereka, baik dari maupun melalui China. Setiap warga Selandia Baru yang kembali dari China diwajibkan mengisolasi diri selama 14 hari. Terhitung sejak 16 Maret, setiap orang, termasuk warga negara mereka, wajib menjalani isolasi diri saat tiba di Selandia Baru. Hanya pendatang dari negara kawasan Pasifik yang dikecualikan dari ketentuan tersebut. Selama karantina wilayah pun, pemerintah Selandia Baru melakukan tes dan pelacakan secara masif.
Begitu juga dengan Taiwan, di bawah presiden perempuan pertamanya, Tsai-Ing Wen telah memiliki respon yang patut dipuji terhadap pandemi ini. Saat berita tentang covid-19 mulai muncul di Wuhan, Presiden Tsai Ing-wen langsung mengambil tindakan dini dengan melarang masuk pengunjung dari China, Hong Kong, dan Makau. Para petinggi di Pusat Komando Kesehatan Nasional (NHCC) Taiwan pun juga langsung bergerak cepat di bawah instruksi Presiden Tsai Ing-Wen.
Ketiga negara tersebut saat ini memiliki jumlah angka kematian yang cukup rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.
Langkah yang diambil pemimpin perempuan diatas yang cenderung cepat dan tegas menjadi bukti bahwa mereka memang cukup kompeten dalam menangani pandemi.
Menurut Asisten Profesor di Lembaga Kebijakan Kesehatan, London School of Economics, tidak ada alasan pasti mengapa mereka melakukan tugasnya dengan baik. Namun, berdasarkan suatu penelitian politik, menunjukkan bahwa ketika mendapati lebih banyak perempuan di posisi teratas, biasanya akan lebih banyak transparansi, akuntabilitas, dan praktik tata kelola yang baik.
Para pemimpin perempuan juga cenderung lebih mendengarkan nasihat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Reference: Why do female leaders seem so good at tackling the coronavirus pandemic?
Female leaders have been better at tackling Covid-19, says ECB chief | Christine Lagarde | The Guardian