Patung-patung yang ada di candi Jawa

Seperti sudah kita ketahui dari hal candi, untuk raja yang telah bersatu kembali dengan dewa penitisnya, dibuatkan sebuah patung. Patung ini menjadi arca induk di dalam candi. Biasanya sebuah candi itu memuat berbagai buah patung dewa-dewa lainnya.

Dengan demikian maka seni pahat patung itu hubungannya ialah dengan keagamaan. Patung-patung itu menggambarkan dewa (atau dewi). Untuk membedakan dewa yang satu dari dewa yang lainnya, maka setiap arca mempunyai tanda-tandanya sendiri. Tanda-tanda khusus ini dinamakan laksana atau ciri.

###Patung dewa-dewa agama Hindu


###1. Siwa
Ciwa sebagai Mahādewa laksananya :

Ardhacandrakapāla, yaitu bulan sabit di bawah tengkorak, yang terdapat pada mahkota; mata ketiga di dahi; upawita ular naga; cawat kulit harimau yang dinyatakan dengan lukisan kepala serta ekor harimau pada kedua pahanya; tangannya 4, masing-masing memegang camara ( = penghalau lalat ), aksamala ( = tasbih ), kamandalu ( = kendi berisi air penghidupan ) dan tricūla ( = tombak yang ujungnya bercabang tiga ).

Patung ciwa biasanya digambarkan sebagai Mahaguru, Mahakala dan Bhairawa

  • Ciwa sebagai Mahāguru atau Mahāyogi laksananya : kamandalu dan tricūla; perutnya gendut , berkumis panjang dan berjanggut runcing.

  • Ciwa sebagai Mahākāla rupanya menakutkan seperti raksasa; ia bersenjatakan gada.

  • Ciwa sebagai Bhairawa lebih menakutkan lagi. Ia berhiaskan rangkaian tengkorak, tangan satunya memegang mangkuk dari tengkorak dan tangan lainnya sebuah pisau. Kendaraannya bukan Nandi seperti biasa melainkan serigala. Sering pula ia dilukiskan berdiri di atas bangkai dan lapik dari tengkorak-tengkorak (Tantrayāna !)

Ciwa mempunyai kendaraan khusus yaitu lembu Nandi.

###Durgā, isteri Ciwa
Durgā, isteri Ciwa, biasanya dilukiskan sebagai dewi berdiri di atas seekor lembu.
Lembu ini raksasa (asura) yang menyerang kayangan dan dibasmi oleh Durgā, Durgā bertangan 8, 10 atau 12, masing-masing tangannya memegang senjata.

Durga mempunyai beberapa bentuk, mengikuti bentuk Siwa :

  • Sebagai istri Mahaguru bernama Durga
  • Sebagai isteri Mahākāla bernama Kāli,
  • Sebagai isteri Bhairawa bernama Bhairawi.

Apabila Dewi Durga digambarkan sebagai Dewi Kali dan Dewi Bhairawi, maka bentuknya akan menjadi sangat menakutkan.

Sering kali Durgā diberi kendaraan sendiri, yaitu Singa.

###Ganesa dan Kartikeya
Anak Ciwa ada dua, yaitu :

  • Ganeca, dewa yang berkepala gajah dan disembah sebagai dewa ilmu dan dewa penyingkir rintangan-rintangan,

  • Kārtikeya ( Skanda atau Kumāra), sebagai dewa yang selalu digambarkan sebagai kanak-kanak naik merak dan yang mempunyai kedudukan sebagai dewa perang.

###2. Wisnu
Wişnu laksanaya adalah : bertangan empat masing-masing memegang gada, cakra (cakram) cangkha (kerang bersayap) dan buah atau kuncup teratai.

Kendaraanya adalah Garuda, sedangkan isterinya adalah adalah Dewi Çri atau Dewi Lakşmi (Dewi Bahagia).

###3. Brahma
Brahmā mudah dikenal, karena ia selalu digambarkan berkepala (bermuka) empat. Tangannya empat pula, dan yang dua dibelakang memegang aksamala dan camara.

Kendaraanya adalah hangsa, isterinya adalaha Saraswati (Dewi Kesenian dan Kecantikan).

###4. Kubera dan Hariti

Kecuali dewa-dewa Trimūrti, banyak pula dipuja dewa kekayaan, yaitu Kuwera. Ia selalu digambarkan duduk di atas karung harta yang dikelilingi oleh periuk-periuk berisi harta. Perutnya gendut, tangan kirinya memegang pundipundi dari binatang semacam tupai dan tangan kanannya memegang sebuah limau.

Isteri Kuwera adalah Hāriti, dewi yang menggambarkan kekayaan anak. Kuwera dan Hāriti juga dipuja dalam agama Buda.

###Patung dewa-dewa agama Budha


###Bodhisatwa
Di dalam agama Buda kita kenal akan adanya Dhyāni-Buddha, ManuşiBuddha dan Dhyāni Bhodisattwa. Dhyāni-Buddha dan Manuşi-Buddha patungnya sama saja, dan hanya dapat dibedakan dalam hubungannya dengan lain-lain petunjuk.

Archa Buddha pada umumnya, pun semua sama saja, sangat sederhana tanpa sesuatu hiasan, hanya memakai jubah.

Tanda-tandanya ialah : rambutnya selalu keriting, di atas kepala ada tonjolannya seperti sanggul yang dinamakan uşnīşa, dan di antara keningnya ada semacam jerawat yang disebut ūrna.

Dewa mana yang dilukiskan oleh sesuatu arca Buddha hanyalah dapat diketahui dari mudrā (sikap tangan)-nya saya, antara lain :

  • Wairocama, penguasa zenith, mudrānya dharmacakra, yaitu sikap tangan memutar roda dharma.
  • Akşobhya, penguasa Timur, mudrānya bhūmisparça, yaitu sikap tangan memanggil bumi sebagai saksi (waktu Buddha digoda Māra di bawah pohon bodhi)
  • Amoghasidhi, penguasa Utara, mudrānya abhaya, yaitu sikap tangan menentramkan.
  • Amitābha, penguasa Barat, Buddha dunia sekarang, mudrānya dhyāna, yaitu sikap tangan bersemadi.
  • Ratnasambhawa, penguasa Selatan, mudrānya wara, yaitu sikap tangan memberi anugerah.

Para Bodhisatwa selalu digambarkan berpakaian kebesaran seperti raja. Laksana untuk Awalokiteçwara ialah : subuah arca Amitābha di mahkotanya. Sebagai Padmapāmi ia memegang sebuah bunga teratai merah di tangannya. Laksana Maitreya ialah : sebuah stūpa dimahkotanya.

Diantara para Tārā, yang terkemuka ialah Çyāma-Tāra, isteri Awalokiteçwara, dengan sikap tangannya dharmacakra mudrā.

Sama halnya pada candi-candi, maka dalam seni patung ini terdapat pula perbedaan yang nyata antara langgam Jawa Tengah dan langgam Jawa Timur.

  • Pada umumya di Jawa tengah itu arcanya sangat indah. Menggambarkan seorang dewa dengan segala-galanya sesuai dengan apa yang dicita-citakan orang.
  • Di Jawa Timur arcanya agak kaku, dengan sengaja disesuaikan dengan maksud yang sesungguhnya, yaitu menggambarkan seorang raja atau pembesar negara yang telah wafat. Sifat kedewaannya hanya dinyatakan dengan laksana-laksana dan dengan prabhā (lingkaran cahaya yang bersinar dari kepala atau tubuh).

Ditilik dari sudut keagamaan ini, maka sebenarnya keindahan tidak dapat dipakai sebagai ukuran untuk membedakan arca-arca Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tetapi antara arca-arca Jawa Tengah Utara dan arca-arca Jawa Tengah Selatan perbedaannya yang menyolok justru terletak dari sisi keindahan tersebut.

Seperti juga halnya dengan bangunan-bangunannya, maka arca dari langgam Jawa Tengah Utara itu lebih sederhana, sebaliknya lebih nyata sifat kerakyatannya, daripada arca-arca dibagian Selatan Jawa Tengah yang pada umumnya sangat megah dan kaya.

Di samping perbedaan-perbedaan pokok seperti digambarkan di atas, berbagai ciri yang terdapat pada arca-arca menjadi petunjuk untuk menempatkannya dalam masa sejarah tertentu.

Arca-arca dari jaman Singhasāri dapat dikenal karena ia diapit oleh pohon-pohon teratai yang tumbuh dari kanan dan kiri kaki arca. Kalau pohon teratai ini tumbuhnya dari periuk, maka arca itu berasal dari jaman Majapahit.

Selain arca-arca dewa, kerap kita jumpai pula arca-arca wahana ( = kendaraan ) seorang dewa, seperti nandi, garuda dsb. Biasanya wahana yang demikian dikendarai oleh dewanya. Mungkin sekali arca-arca wahana tersebut adalah arca perwujudan dari seorang patih.

Sampai sekarang arca-arca yang diperbincangkan adalah arca-arca bulat (berdiri sendiri) atau hampir bulat (belakangnya bersatu dengan sandarannya).

Banyak pula, bahkan lebih banyak lagi sebenarnya, alah arca-arca yang dipahat secara relief. Arca-arca relief demikian itu dipahatkan pada dinding-dinding candi, dan biasanya menggambarkan dewa-dewa dari tingkatan yang kebih rendah, yang disebut dewatā.

Juga banyak tokoh-tokoh kayangan yang tidak kita ketahui nama dan kedudukannya. Di antara para dewa itu ada golongan yang disebut lokapāla, yaitu mereka yang menjadi penjaga dan penguasa mata angin.