Para Tamu Cinta

Taman Surga

Ketika datang ke sini, orang-orang yang belajar dan mengajar menyangka bahwa mereka akan melupakan dan meninggalkan apa yang telah mereka pelajari sebelumnya. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya, ilmu-ilmu mereka akan mendapatkan roh. Ini dikarenakan semua ilmu itu seperti materi. Ketika jasad tidak mendapatkan roh, maka ia menjadi tidak bernyawa, maka ditiupkanlah roh ke dalam jasad itu.

Semua ilmu-ilmu ini berasal dari alam yang tidak berhuruf dan bersuara, kemudian bergerak menuju alam yang berhuruf dan bersuara. Di alam sana, ucapan tidak berhuruf dan bersuara.

“Dan Allah telah berbincang-bincang dengan Musa dengan langsung.” (QS. al-Nisa’: 164)

Allah berbicara dengan Musa as. Tetapi Dia tidak berbicara dengan huruf dan suara serta dengan tenggorokan dan lisan, sebab huruf-huruf harus keluar melalui tenggorokan dan bibir agar dapat terucap. Maha suci Allah dari memiliki bibir, mulut dan tenggorokan. Di alam sana, para Nabi dianugerahi keistimewaan berupa kemampuan berbincang-bincang dan mendengar kalam Allah, yang tidak bisa dijangkau dan dipahami oleh kecerdasan-kecerdasan parsial. Para Nabi kemudian turun ke alam yang berhuruf dan bersuara ini dan menjadi anak-anak demi anak-anak itu: “Aku diutus sebagai guru.”

Meskipun orang-orang di alam yang berhuruf dan bersuara ini tidak bisa sampai pada posisi Nabi, namun mereka menyandarkan kekuatan padanya. Sehingga dengan kekuatan itulah ia bisa menjadi besar, tumbuh dan bahagia. Seperti seorang bayi, meski ia belum mengenal ibunya secara terperinci, ia senang dan menjadi kuat dengan adanya sang ibu. Juga seperti buah-buahan, meskipun ia tidak tahu apa-apa tentang pohon itu, namun ia senang berada di atas dahan pohon itu hingga menjadi manis dan matang. Demikian halnya dengan para wali agung dengan huruf dan suara mereka, meski banyak orang yang tidak mengenal dan tidak mampu menggapainya, tetapi mereka menyandarkan kekuatan pada mereka dan makan dari meja makan mereka.

Terdapat sebuah makrokosmos di dalam jiwa dan berada dibalik akal, huruf dan suara. Tidakkah kamu lihat bagaimana orang-orang lebih cenderung kepada orang-orang gila dan pegi mengunjungi mereka? Mereka berkata: “Dia benar, barangkali inilah wali yang dimaksud. Hal-hal semacam ini mungkin saja ada, sekalipun mereka salah dalam kasus ini. Ini dikarenakan tidak semua hal bisa diketahui oleh akal.” Tetapi ini tidak berarti bahwa semua hal yang tidak bisa diketahui oleh akal itu tidak ada: ”Setiap biji itu bundar, tapi tidak semua yang bundar itu biji,” adalah bukti dari pernyataan tersebut.

Kami berkata: Meski seorang wali memiliki sebuah keadaan yang tidak bisa diungkapkan melalui ucapan dan tulisan, namun akal dan roh menyandarkan kekuatan dan tumbuh berkembang dengannya. Keistimewaan ini tidak dimiliki oleh orang-orang gila yang keadaannya berputar-putar itu. Meskipun mereka mengunjungi orang gila itu, tapi jika tidak diikuti dengan berusaha untuk mengubah keadaan mereka, maka mereka tidak akan bisa menemukan kesenangan pada jiwa orang gila ini. Meskipun mereka menyangka telah menemukannya, namun kita tidak menganggap penemuan mereka itu sebagai sebuah kesenangan. Seperti anak-anak yang terpisah dari ibunya dan mendapatkan kesenangan sesaat dari orang lain, kami tidak menyebut kesenangan itu sebagai sebuah kesenangan, sebab persepsi anak itu sudah salah.

Para dokter berkata bahwa apa pun yang sesuai dengan tabiat dan keinginan manusia, maka hal itu akan memberinya kekuatan dan membersihkan darahnya. Apa yang dikatakan dokter ini adalah benar jika ditujukan bagi orang-orang yang sehat. Misalnya, jika segumpal tanah cocok dengan tanah yang lainnya, jangan anggap bahwa tanah itu bisa memperbaiki kualitas tanah yang satunya, meski ia sesuai dengannya. Makanan yang asin hanya cocok untuk orang yang tertimpa penyakit kuning, tapi tidak untuk orang yang mengidap kencing manis. Kecocokan itu tidak ada harganya, karena ia berdasarkan penyakit. Sesuatu yang cocok sejatinya adalah apa yang sesuai dengan keadaan manusia yang pertama kali sebelum ia sakit. Misalnya, tangan seseorang di- gips karena menderita patah tangan. Kemudian seorang ahli bedah datang untuk meluruskan tangannya yang bengkok dan mengembalikannya seperti semula, tetapi orang yang sakit itu menolaknya. Ahli bedah pun berkata:

“Sebelumnya tanganmu lurus dan kamu menemukan kenyamanan darinya. Sementara saat tanganmu patah, kamu merasa sakit dan menderita. Meski sekarang kamu lebih nyaman dengan kondisi tanganmu yang patah ini, tapi kenyamanan itu adalah palsu dan tidak ada artinya.”

Seperti halnya malaikat, orang yang senantiasa berzikir dan tenggelam di dalam-Nya, maka roh-roh mereka akan mendapatkan kebanggaan di alam yang Suci. Ketika dia sakit karena menyatu dengan tubuh dan berobat dengan memakan makanan yang masam, para Nabi dan wali—yang menjadi dokter—berkata:

“Sebenarnya cara ini tidak cocok untukmu. Kecocokan dan pengobatan ini hanyalah omong kosong. Ada sesuatu yang lain yang cocok untukmu tapi kamu lupakan, yaitu apa yang sesuai dengan tabiat aslimu dan yang benar adalah apa yang sejak awal cocok denganmu. Kamu menyangka bahwa penyakit yang sedang menjangkitimu ini adalah cocok untukmu dan kamu tidak mengenali kebenarannya."

Seorang bijak duduk dengan seorang ahli nahwu. Ahli nahwu berkata: “Sebuah kata tidak akan terlepas dari tiga pola: Isim, Fi’il dan Huruf.” Tiba-tiba si bijak merobek bajunya dan berteriak: “Aduh celaka, dua puluh tahun aku berusaha untuk pergi ke seluruh penjuru mata angin, kukerahkan seluruh kesungguhan untuk satu cita-cita mencari satu kata selain tiga kata tersebut, tapi kini kamu telah meghancurkan cita-citaku.” Sebenarnya orang bijak itu sudah menemukan kata yang dia maksud, ia berkata demikian untuk memperingatkan ahli nahwu itu.

Diriwayatkan ketika Hasan dan Husain masih kecil, mereka melihat seorang kakek yang berwudu dengan cara yang tidak sesuai tuntunan syariat. Mereka berniat ingin mengajarinya cara berwudu yang benar. Mereka berdua mendatangi si kakek kemudian salah satu dari mereka berkata:

“Dia mengatakan padaku bahwa kamu berwudu dengan cara yang tidak benar. Kami berdua ingin berwudu di depanmu dan lihatlah cara wudu kami, begitulah yang benar dan sesuai dengan syariat.”

Mereka pun mulai mengambil wudu di depan si kakek. Namun si kakek berkata:

“Anak-anak, cara wudu kalian sesuai dengan syariat, sementara cara wuduku, karena aku hanya orang miskin, adalah salah.”

Semakin banyak jumlah tamu, semakin besar seseorang membuat rumah, perabotan dan makanannya pun akan semakin banyak. Tidakkah kamu lihat bahwa postur tubuh seorang anak kecil adalah kecil, dan pikirannya juga kecil? Pikiran itu adalah tamu yang menyesuaikan diri dengan kapasitas rumah tubuhnya. Tak ada yang diketahui anak kecil itu selain air susu dan perempuan yang menyusuinya. Ketika tubuhnya besar, tamunya juga akan semakin banyak. Rumah akal yang ia tempati menjadi semakin luas, demikian juga dengan wawasan dan daya pembedanya. Tapi ketika para tamu cinta datang, rumah itu tidak lagi bisa menampung mereka, sehingga mereka akan merobohkan rumah itu dan membangun rumah yang baru.

Sesungguhnya tirai-tirai, para pelayan, tentara dan para budak sang raja sudah tidak tertampung di rumahnya. Tirai-tirai itu juga tidak pantas untuk pintu ini, Sedang para budak yang tidak terbatas harus memiliki kedudukan yang tak terbatas juga. Namun ketika tirai-tirai alam sang raja terangkat, bersinarlah setiap cahaya seiring hilangnya hijab dan tampak segala yang tersembunyi. Berbeda dengan tirai-tirai alam ini yang semakin bertambah hijabnya, tirai- tirai ini berbeda dengan tirai-tirai itu.

Aku tidak mengeluh atas segala kemalangan yang tak terperikan ini, Agar manusia menyadari dengan alibi dan celaanku

Seperti lilin yang menangis dan tidak tahu apa yang harus aku ungkapkan

Apakah karena ia bertemu dengan api atau karena berpisah dari madu.

al-Qadhi Abu Manshur al-Harwi

Maulana Rumi berkata: “Sesungguhnya al-Qadhi Manshur berbicara dengan perumpamaan yang absurd, berputar-putar dan berwarna-warni. Manshur tidak bisa menguasai dirinya sendiri sehingga dia berbicara dengan jujur. Seluruh alam adalah tawanan takdir, seluruh takdir adalah tawanan keindahan. Keindahan itu tampak dan tidak bersembunyi.”

Sebagian dari mereka berkata: “Bacalah satu lembar dari ucapan al-Qadhi.”

Maulana Rumi membacanya apa yang mereka minta dan setelah itu beliau berkata: Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba yang setiap kali mereka melihat perempuan di dalam kemah, mereka memerintahnya: “Angkatlah tudungmu agar aku bisa melihat wajahmu, bagaimana kepribadianmu, dan siapa dirimu? Ketika kami melintasi perempuan bertudung dan kami tak dapat melihatmu, akan timbul hasrat untuk mengganggumu dalam diri kami: ‘Siapa orang ini dan seperti apa kepribadiannya.’ Aku bukanlah orang yang kala memandang wajahmu akan tertimpa fitnah dan akan menjadi budakmu. Sudah lama sekali Allah telah membuatku tanpa dosa dan bebas dari pesona-pesona serupa. Aku aman dari kekhawatiran semacam itu, jadi janganlah kamu mengganggu dan memfitnahku. Namun ketika aku tidak bisa melihat kalian, aku menjadi penasaran dan bertanya-tanya, ‘Siapakah dia?’”

Orang-orang ini sangatlah berbeda dengan golongan lain yang didorong oleh hawa nafsu mereka ( ahlu nafs ). Jika golongan ini melihat wajah-wajah jelita, mereka akan terfitnah dan terganggu. Melihat keadaan mereka yang demikian, akan lebih baik jika para para pemilik paras jelita itu tidak menampakkan wajahnya sehingga tidak akan mengakibatkan fitnah bagi mereka. Namun berbeda dengan keadaan golongan ahli hati ( ahlu qalb ), akan lebih baik jika mereka menampakkan wajahnya agar terhindar dari fitnah.

Seseorang berkata: “Di kota Khawarizm tidak ada satu pun orang yang jatuh cinta karena di sana ada banyak gadis-gadis cantik. Ketika para lelaki melihat gadis-gadis tersebut dan hati mereka terpaut, hal itu tidak akan berselang lama. Sebab setelah itu mereka akan melihat gadis lain yang lebih cantik sehingga jatuhlah kecantikan para gadis sebelumnya di mata mereka.”

Maulana Rumi menjawab: “Jika tidak ada yang mencintai para gadis cantik di Khawarizm, maka sebaiknya ada orang-orang yang mencintai Khawarizm itu sendiri, sebab keindahan di sana tak terhitung jumlahnya. Khawarizm yang dimaksud di sini adalah kefakiran, yang menyimpan berbagai keindahan makna, materi dan rohani. Setiap kali kamu menghampiri satu keindahan dan menetap di sisinya, akan datang keindahan lain yang menampakkan wajahnya hingga kamu lupa dengan keindahan yang pertama. Demikian seterusnya, hendaknya kita merindukan kefakiran, karena di dalamnya ada banyak keindahan yang semacam ini.

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum