Pangkalnya Adalah Perhatian Allah

Taman Surga

“Keutamaan Abu Bakar ra bukan karena banyak salat, puasa dan sedekah, melainkan karena kehormatan yang tertanam di hatinya.”

Maulana Rumi berkata: “Keutamaan Abu Bakar yang melebihi manusia lainnya bukan disebabkan karena banyaknya salat dan puasa yang ia kerjakan, namun karena ia diistimewakan oleh pertolongan Tuhan, yaitu cinta Allah. Di hari pembalasan, ketika manusia datang dengan membawa seluruh ibadah salat, puasa dan sedekahnya, semua akan diletakkan di atas Mizan. Namun saat ia datang dengan membawa cinta, Mizan tak dapat menampungnya, karena cinta adalah akar.

Saat kamu melihat cinta dalam dirimu, doronglah agar ia terus bertambah. Saat kamu melihat gejala awal itu ada di dirimu, yaitu keinginan mencari Allah, tingkatkanlah ia dengan pencarian yang abadi, karena ‘dalam pergerakan ada berkah.’ Jika gejala ini tidak bertambah, maka ia akan lari meninggalkanmu. Manusia tidak lebih kecil dari bumi, mereka telah berhasil mengubah bumi dengan mencangkul, membolak-balikkan dan membajak tanahnya hingga tumbuhlah berbagai tumbuhan. Namun saat mereka menyia- nyiakannya, bumi akan menjadi keras.

Jadi saat dirimu merasa bahagia ketika mencari Allah, maka teruslah berjalan dan jangan kamu berkata: “Apa manfaat dari perjalanan ini?” Teruslah berjalan, dan manfaat dari perjalanan itu akan tampak dengan sendirinya. Kepergian seseorang ke toko tidak akan menghasilkan apa-apa selain memenuhi kebutuhannya. Allah akan memberi rizki, namun jika orang itu hanya duduk di rumah, maka seolah-olah ia sedang menyatakan bahwa semua kebutuhannya sudah terpenuhi, sehingga rezeki tidak akan menghampiri mereka.

Renungkanlah bagaimana seorang bayi yang menangis, kemudian sang ibu memberinya air susu. Seandainya ia mampu berpikir lalu berkata: “Apa gunanya tangisanku dan apa sebab ibu memberiku air susu?” niscaya ia tidak akan mendapatkan susu. Dari sini bisa kita pahami bahwa tangisan si bayi itulah yang membawakan susu untuknya. Demikian juga ketika manusia mempertanyakan: “Apa manfaatnya rukuk dan sujud ini? kenapa aku harus melakukannya?”

Ketika kamu menunjukkan kepatuhanmu di depan seorang Amir atau pemimpin dengan membungkuk dan berlutut, maka Amir itu akan mengasihimu dan memberimu sedikit penghargaan. Tetapi sesuatu yang menumbuhkan rasa sayang di hati sang Amir bukanlah berasal dari tubuhnya. Setelah mati, tubuh sang Amir akan tetap ada. demikian juga ketika sang Amir tertidur atau lupa, maka kepatuhan yang kamu tampakkan padanya akan menjadi sia-sia. Jadi kita menyadari bahwa kasih sayang yang ditampakkan sang Amir adalah sesuatu yang tak kasatmata. Bila kita bisa mematuhi dan melayani sesuatu yang tak kasatmata, yang terbungkus dengan kulit dan daging, maka tentu saja kepatuhan itu juga bisa kita haturkan pada Wujud yang tidak berkulit dan berdaging. Seandainya sesuatu yang terbungkus kulit dan daging itu bisa dilihat, niscaya Abu Jahal dan Rasulullah sejatinya adalah satu dan tidak ada perbedaan antara keduanya.

Telinga, dari tampakan luarnya, adalah sama apakah tuli atau bisa mendengar. Tidak ada bedanya antara telinga yang dimiliki seseorang dengan yang lain, bentuk lahiriah mereka adalah sama. Akan tetapi pendengaran yang tersimpan di telinga itu adalah tak kasatmata dan tidak bisa dilihat.

Jadi, akar materinya adalah perhatian Allah. Kamu, ketika menjadi seorang Amir, memiliki dua budak yang melayanimu. Budak yang satu melaksanakan berbagai macam pelayanan, dan ia melakukan perjalanan panjang demi dirimu. Adapun budak yang satu lagi adalah seorang pemalas dan lamban dalam memberikan pelayanan. Kita melihat kecintaanmu pada budak yang kedua ini melebihi kecintaanmu pada budak yang pertama. Namun meski demikian, tentu kamu tidak akan membiarkan budak yang kedua itu melayani dirimu tanpa mendapatkan balasan. Demikianlah yang terjadi, karena hukum tidak didasarkan pada perhatian.

Mata kanan dan mata kiri ini, secara lahiriah, keduanya serupa. Lantas pelayanan apa yang sudah diberikan oleh mata kanan dan tidak diberikan oleh mata kiri? Apa yang sudah dikerjakan oleh tangan kanan yang belum dikerjakan oleh tangan kiri, dan sebaliknya? Tetapi perhatian telah menjadi keberuntungan bagi mata kanan. Demikianlah, dalam satu pekan, Jum’at lebih utama di banding hari-hari lainnya: “Allah memiliki rezeki selain yang sudah tercatat untuk manusia di Lauh Mahfuz. Maka carilah ia di hari Jum’at.” Sekarang, pelayanan apa yang sudah dilakukan hari Jum’at yang tidak dilakukan oleh hari-hari lainnya? Meski begitu, perhatian dan kemuliaan tetaplah menjadi keberuntungan dan keistimewaannya.

Seandainya si buta berkata: “Aku diciptakan dalam keadaan buta dan aku berhalangan,” niscaya ucapannya itu tidak akan memberinya manfaat dan memalingkannya dari cobaan yang sedang menimpanya itu. Orang-orang kafir yang yakin dengan kekafirannya, pada akhirnya akan menderita karena kekafiran mereka sendiri. Meski begitu, jika kita melihat fenomena ini sekali lagi, kita akan jadi tahu bahwa penderitaan itu adalah sebuah perhatian yang murni. Ketika si kafir masih dalam kebahagiaan dia melupakan Sang Pencipta, sehingga Allah mengingatkan mereka melalui penderitaan. Oleh karena itu, Jahanam pada hakikatnya adalah tempat ibadah dan masjid bagi orang-orang kafir, sebab di tempat itulah orang-orang kafir akan mengingat Allah. Ia laksana sebuah penjara, kesengsaraan dan sakit gigi. Ketika penyakit datang merobek selubung kealpaan, si pesakitan akan mengakui keberadaan Allah dan mengadu: “Ya Allah, Ya Rahman, Ya Haq,” sampai Allah menyembuhkannya. Di lain waktu, selubung itu kembali mengembang dan mereka berkata: “Di mana Allah? Aku tidak menemukan-Nya, aku tidak dapat melihat-Nya. Dengan apa aku harus mencari-Nya?”

Bagaimana kamu bisa melihat dan menemukan-Nya saat kamu menderita. Sekarang kamu tidak bisa melihat-Nya? Hal itu karena kamu hanya bisa melihat-Nya ketika sakit. Penyakit diciptakan agar kamu mengingat Allah. Begitu juga dengan penghuni Jahanam yang melupakan Allah di waktu lapangnya. Namun ketika mereka sudah berada di Jahanam, mereka akan mengingat Allah siang dan malam.

Allah SWT menciptakan dunia, langit, bumi, bulan, matahari, kendaraan, serta kebaikan dan keburukan agar kamu mengingat, mematuhi, bertasbih, dan memuji-Nya. Karena orang-orang kafir ketika sehat tidak melakukan hal itu, sementara tujuan diciptakannya mereka adalah untuk mengingat Allah, maka mereka masuk ke Jahanam agar mereka kembali mengingat-Nya.

Hal ini berbeda dengan orang-orang Mukmin yang tidak membutuhkan penyakit, sebab di waktu lapangnya, mereka tidak lalai dan selalu melihat bahwa penyakit akan selalu hadir. Seperti seorang anak yang cerdas, cukup satu kali kakinya dipukul dan itu akan membuatnya selalu mengingat hukuman itu. Sedangkan anak yang bodoh, ia akan mudah lupa, sehingga ia butuh pada hukuman setiap waktu. Demikian juga dengan kuda keturunan baik yang cukup digertak dengan satu pacuan oleh si pawang kuda. Dia tidak butuh dipacu lagi dan akan membawa lari si penunggangnya menempuh jarak hingga bermil-mil. Berbeda dengan kuda peranakan yang membutuhkan pacuan setiap saat; dia tidak pantas untuk membawa penumpang, sehingga mereka membebaninya dengan kotoran.

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum