Pandangan tentang Hukum dalam bermasyarakat


Studi-studi antropologis mengenai hukum diawali dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan mendasar: apakah hukum itu? dan apakah hukum itu terdapat dalam setiap bentuk masyarakat?

Dua ahli antropologi ternama, yaitu A.R. RadcliffeBrown dan Bronislaw Malinowski, yang memberikan pandangannya masing-masing mengenai hukum. Sebagai berikut:

  1. Di satu sisi, hukum dalam pandangan Radcliffe-Brown adalah suatu sistem pengendalian sosial yang hanya muncul dalam kehidupan masyarakat yang berada dalam suatu bangunan Negara, karena hanya dalam suatu organisasi sosial seperti Negara terdapat pranata-pranata hukum seperti polisi, pengadilan, penjara dll. sebagai alat-alat Negara yang mutlak harus ada untuk menjaga keteraturan sosial dalam masyarakat. Karena itu, dalam masyarakat-masyarakat bersahaja yang tidak terorganisasi secara politis sebagai suatu Negara tidak mempunyai hukum. Walaupun tidak mempunyai hukum, ketertiban sosial dalam masyarakat tersebut diatur dan dijaga oleh tradisi-tradisi yang ditaati oleh warga masyarakat secara otomatis-spontan (automatic-spontaneous submission to tradition).
  2. Di sisi lain, Malinowski berpendapat, bahwa hukum tidak semata-mata terdapat dalam masyarakat yang terorganisasi suatu Negara, tetapi hukum sebagai sarana pengendalian sosial (legal order) terdapat dalam setiap bentuk masyarakat. Hukum dalam kehidupan masyarakat bukan ditaati karena adanya tradisi ketaatan yang bersifat otomatis-spontan, seperti dikatakan Radcliffe-Brown, tetapi karena adanya prinsip timbal-balik (principle of reciprocity) dan prinsip publisitas (principle of publicity). Sistem pertukaran sosial yang berkembang dalam masyarakat Trobriand menjadi pengikat sosial dan daya dinamis yang menggerakkan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat melalui prinsip resiprositas atau timbal-balik dalam bentuk pertukaran benda dan tenaga, menggerakkan hubungan-hubungan ekonomi, pertukaran jasa antar kerabat, menggerakkan kehidupan kekerabatan, sistem pertukaran mas kawin, dan juga menggerakkan hubungan antar kelompok dalam bentuk upacara-upacara yang berlangsung dalam kehidupan bersama. Dari pandangan 2 ahli antropologi di atas dapat dikatakan, bahwa apabila hukum diberi pengertian yang sempit, hanya sebagai sistem pengendalian sosial yang diciptakan oleh lembaga legislatif dan diterapkan oleh aparat penegakan hukum seperti polisi, pengadilan, jaksa, atau penjara dalam kehidupan organisasi negara, maka hukum diartikan bahwa masyarakat-masyarakat sederhana yang tidak terorganisasi sebagai suatu Negara tidak memiliki hukum. Tetapi, kalau hukum diberi pengertian yang lebih luas, yaitu sebagai proses-proses pengendalian sosial yang didasarkan pada prinsip resiprositas dan publisitas yang secara empiris berlangsung dalam kehidupan masyarakat, maka semua bentuk masyarakat betapapun sederhananya memiliki hukum dalam bentuk mekanisme-mekanisme yang diciptakan untuk menjaga keteraturan sosial atau sebagai sarana pengendalian sosial.