Pandangan Perjanjian Perkawinan dalam Mengatur Harta Benda

image
Pandangan tentang perjanjian perkawinan dalam mengatur harta benda

Menurut UU NO 1 TAHUN 1974 hanya menunjukan dua contoh perjanjian yang banyak terpakai yaitu:

  • Harta campuran laba rugi (gemeenschap van wins ten verlies).
    Yaitu masing-masing pihak tetap akan memiliki benda bawaanya beserta benda-benda yang jatuh padanya dengan percuma selama perkawinan (pemberian atau warisan) , sedangkan semua penghasilan dari tenaga atau modal selama perkawinan akan menjadi kekayaan bersama , begitu pula semua kerugian atau biaya yang telah mereka keluarkan selama perkawinan akan dipikul bersama.
    Dapat disimpulkan Keuntungan dan kerugian menjadi hak dan tanggungan suami istri bersama.

Catatan :Tanggungjawab masing-masing kecuali ditentukan mengingat Pasal 142BW. Jika Persatuan Untung dan Rugi mengalami Kerugian, Maka yang bertanggung jawab adalah masing-masing sebagian (pembagian 1: 1), tetapi didalam perjanjian kawin dimungkinkan diadakan ketentuan lain (Pasal 156), asal saja tidak melepaskan ketentuan Pasal 142; yang berkaitan dengan ketertiban dan kesusilaan (suami/isteri tidak boleh membayar sebagian utang yang lebih besar daripada bagiannya dalam keuntungan persatuan)

  • Harta campuran penghasilan pendapatan (gemeenschap van vruchten en inkomsten).
    Dalam perjanjian ini mengingatkan si isteri bahwa hutang-hutang yang biasanya diperbuat suami jangan sampai membuat rugi isteri. Suami isteri harus menerima adanya hutang-hutang bersama tetapi harus ada pembatasan tanggungjawab isteri tidak melebihi bagiannya dalam activa.
    Dapat disimpulkan dalam perjanjian ini bahwa si isteri tidak usah mengganti kekurangan-kekurangan dan tidak dapat dituntut oleh hutang-hutang yang diperbuat suaminya. Ps 164 KUHPerdata menentukan perjanjian antara suami istri hanya akan berlaku persatuan hasil dan pendapatan, berarti secara diam-diam tidak ada persatuan harta.

  • Segala percampuran harta benda dikesampingkan
    Dalam perjanjian perkawinan seperti ini, maka istri memiliki kemungkinan untuk minta ditetapkan mempunyai wewenang untuk mengelola harta bendanya pribadi juga untuk menikmati penghasilannya. Harta pribadi dan penghasilan istri dibebankan juga untuk pembiayaan rumah tangga dan pendidikan anak-anak.
    Menurut Pasal 180 KUH Perdata, bahwa pada asasnya dalam perkawinan yang kedua dan seterusnya terjadi kebersamaan atau persatuan harta perkawinan kecuali kalau ada perjanjian kawin. Denga perkawinan lanjutan mungkin akan merugikan anak-anak yang sudah ada, bilamana dengan perkawinan dan seterusnya, ayah/ibu menyatukan harta bendanya dalam perkawinan baru dengan istri atau suami barunya. Atau dengan perjanjian perkawinan saling memberi hadiah-hadiah.