Nashruddin : Rasionalisasi Pikiran

Kisah Sufi

Pada suatu kesempatan seorang tetangga menemukannya tengah berlutut mencari sesuatu.

“Apa yang hilang, Mullah?”

“Kunciku,” jawab Nashruddin.

Setelah beberapa menit mencari, tetangga itu bertanya, “Di mana Anda menjatuhkannya?”

“Di rumah.”

“Demi Allah, lantas mengapa Anda mencarinya di sini?”

“Sebab di sini lebih banyak cahaya.”


Cerita ini merupakan salah satu yang paling terkenal dari semua cerita Nashruddin, yang digunakan oleh para Sufi, dimana mekanisme rasionalisasi merupakan salah satu penghalang efektif bagi pendalaman persepsi.


Seorang kerabat jauh mengunjungi Mullah Nashruddin, dengan membawa seekor bebek sebagai buah tangan. Karena gembira, Nashruddin memasaknya dan menyantapnya bersama tamunya.

Akan tetapi, akhir-akhir ini orang-orang pedalaman silih berganti mengunjungi rumah Nashruddin, masing-masing orang mengaku sahabat dari “orang yang membawakan bebek itu sebagai buah tangan” dengan harapan mendapatkan jamuan dari Nashruddin.

Lama-kelamaan tenaga Nashruddin terkuras. Pada suatu hari seorang asing lainnya berkunjung,

“Aku adalah sahabat dari sahabat dari sahabat kerabat yang membawakan bebek kepada Anda.”

Ia duduk, seperti semua tamu-tamunya, mengharapkan sebuah hidangan. Akhirnya Nashruddin menghidangkan kepadanya semangkuk air panas.

“Apa ini?”

“Ini adalah sup dari sup dari sup bebek yang dibawa oleh kerabatku.”


Nashruddin memasuki sebuah rumah besar untuk mengumpulkan sedekah. Sang pembantu berkata,

“Tuanku sedang keluar.”

“Baiklah,” ucap Nashruddin, “meskipun ia tidak bisa menyumbang, tolong sampaikan nasehatku kepadanya. Katakan, ‘Lain kali jika Tuan keluar, jangan tinggalkan wajah Tuan di jendela – seseorang mungkin bisa mencurinya’.”


Orang tidak tahu ke mana harus menoleh kalau mereka mencari pencerahan. Akibatnya, tidaklah mengejutkan jika mereka menempelkan dirinya pada suatu cara penyembahan (kultus), menenggelamkan dirinya pada semua cara teori-teori, dengan meyakini bahwa mereka memiliki kapasitas kebenaran dari yang salah (yang sejati dari yang palsu).

Sumber : Idries Shah, Mahkota Sufi: Menembus Dunia Ekstra Dimensi