Museum Sasmitaloka, Tempat yang Menjadi Saksi Tragedi Subuh Berdarah

Seakan membuka kembali lembaran kisah pilu masa lalu. Pertama kali menginjakkan kaki di bekas kediaman Jenderal Ahmad Yani, aura perjuangan mulai muncul.

Dulu, di rumah kediaman pribadi almarhum Jenderal Ahmad Yani ini telah terjadi peristiwa berdarah yang menggemparkan dunia. Pemberontakan tengah terjadi.

Ya, peristiwa bersejarah Gerakan 30 September 1965 yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI) telah menjadi daftar kisah gelap bangsa ini.

Usaha penculikan terhadap sang jenderal kala itu harus berakhir tragis. Yani ditembak, meninggal di tempat, 1 Oktober 1965.

Tepat satu tahun setelah peristiwa berdarah itu, tempat yang menjadi saksi pilu peristiwa kelam ini resmi dijadikan museum dengan nama Museum Sasmitaloka.

Diserahkan langsung oleh sang istri kepada pemerintah sebagai bentuk dedikasinya yang menyimbolkan semangat nasionalisme.

Kini, museum Sasmitaloka dikelola oleh Dinas Sejarah TNI AD ini menjadi media informasi buat mereka yang ingin mencari informasi sejarah perjalanan bangsa ini.

Petugas dengan postur tegap siap menyambut siapapun yang datang berkunjung ke museum yang berdiri di atas lahan seluas 1.300 m2 ini.

Perjalanan sejarahpun dimulai dari pintu utama. Melangkah dari pintu ini, ruang pertama yang akan kita kunjungi adalah tempat memajang segala bentuk cenderamata dalam bentuk patung serta miniatur profil Yani.

Ke kiri, zona berikutnya terdapat sebuah ruangan yang dihiasi berbagai macam penghargaan yang diperoleh sang jenderal semasa hidupnya. Dari ruangan ini terlihat sebuah ruang kerja sekaligus perpustakaan kecil milik Yani.
Interior masih lengkap dan utuh, di antaranya meja kecil yang pernah digunakan ajudan.

Sebuah bendera merah putih pun dibiarkan menjadi properti yang menghidupkan semangat kebangsaan. Sebagian koleksi lain yang terpajang adalah barang kenangan dari sahabat dan kerabat.

Memasuki ruangan berikutnya adalah ruang tamu kehormatan. Khusus di ruangan ini pengunjung tidak diperkenankan menyentuh setiap properti yang ada.

Yang menarik, pada dinding ruang tamu ini terdapat lukisan dengan ukuran besar. Dibuat oleh Omar pada tahun 1967 yang melukiskan proses penculikan terhadap Jenderal Yani.

Lebih dalam lagi, terdapat ruang makan keluarga lengkap dengan foto-foto keluarga Ahmad Yani. Suasana kekeluargaan dan kebersamaan sangat kental di sini.

Tepat di sebelah ruang inilah Ahmad Yani menghembuskan nafas terakhirnya. Bagian dapur adalah lokasi dimana Ahmad Yani diseret anggota PKI dengan darah mengucur dari tubuhnya.

Masa revolusi
Museum ini tak lain sebuah bentuk penghargaan terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Bangunan Museum Sasmitaloka A. Yani bergaya arsitektur Indische, dibangun sekitar tahun 1930 pada saat pengembangan wilayah Menteng, Jakarta Pusat.

Museum ini semula adalah rumah tinggal pejabat maskapai swasta Belanda/Eropa. Pada tahun 1950-an dikelola oleh Dinas Perumahan Tentara dan kemudian dihuni oleh Letjen Yani.

Bangunan tua bersejarah ini menyimpan perjalanan bernilai dan membangkitkan pengalaman menarik.
Menjadi lebih menarik lantaran bangunan asli peninggalan Belanda ini berdiri kokoh di antara bangunan modern lain di sekililingnya milik para pejabat.

Sumber

2 Likes

Museum Sasmitaloka Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Sudirman (bahasa Jawa: Hanacaraka, ꦩꦸꦱꦩ꧀​ꦱꦱ꧀ꦩꦶꦠꦭꦺꦴꦏ​ꦥꦔ꧀ꦭꦶꦩ​ꦧꦼꦱꦂ​ꦗꦼꦤ꧀ꦢꦼꦫꦭ꧀​ꦱꦸꦢꦶꦂꦩꦤ꧀​) adalah museum sejarah dengan koleksi mengenai perjuangan Jenderal Sudirman. Kata sasmita berasal dari bahasa Jawa, yang berarti “pengingat”, “mengenang”, sedangkan loka berarti “tempat”. “Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman” artinya merupakan tempat untuk mengenang pengabdian, pengorbanan dan perjuangan Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Sejarah

Pada masa Hindia Belanda, gedung ini dipergunakan sebagai rumah dinas Mr. Wijnchenk, seorang pejabat keuangan Pura Paku Alaman. Pada masa pendudukan Jepang, rumah ini dikosongkan dan perabotnya disita. Setelah Indonesia merdeka, selama 3 bulan gedung Ini digunakan sebagal Markas Kompi “Tukul” dari Batalyon. Pada tanggal 18 Desember 1945 sampai tanggal 19 Desember 1948 gedung ini sebagai kediaman resmi Jenderal Sudirman, setelah dilantik menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat.

Pada masa Agresi Militer Belanda II gedung ini digunakan sebagai Markas “Informatie Geheimen Brigade T” tentara Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan RI 27 Desember 1949, gedung ini digunakan sebagai Markas Komando Militer Kota Yogyakarta, Asrama Resimen Infanteri XIII dan Penderita Cacad.

Sejak 17 Juni 1968 sampai 30 Agustus 1982 digunakan sebagai Museum Angkatan Darat. Setelah dipandang gedung dipandang tidak respresentatif untuk museum maka menempati gedung baru di Markas Korem 072/Pamungkas di Jl. Jend. Sudirman 76 dan dipergunakan sebagai memorial museum "Sasmitaloka Pangliam Besar Jenderal Soedirman, berdasarkan Surat Keputusan Kasad No. : Skep/574/VII/1982.

Pada tanggal 30 Agustus 1982 bersamaan dengan peresmian Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama, diresmikan pula Museum Sasmita Loka Pangsar Jenderal Soedirman ini oleh Kasad Jenderal TNI Poniman.

Bentuk Bangunan

Bentuk banguan museum adalah limasan. Syarat sebuah rumah limasan yaitu pendapa, bangunan utama, dan bangunan sayap kanan kiri tetapi di museum hanya tidak terdapat pendapa. Ornamen hiasanan pada tiang penyangga bangunan utama dan sayap berupa motif tumbuh-tumbuhan.

Ruang Pameran

Museum memiliki 14 ruangan dan bagian luar museum dengan jumlah koleksi 599 benda koleksi yang terdiri jenis logam, kayu, kulit, dan kain.

Halaman Gedung Sasmitaloka

Di bagian luar museum terdapat monumen patung Jenderal Sudirman sedang menunggangi kuda. Diresmikan oleh Kepala Staff Angkatan Darat Jenderal TNI Makmun Murod peresmian ditandai dengan candrasengkala Karyaning Dwija Trusing Atmaja yang artinya menunjukkan tahun 1960 Jawa atau 5 Oktober 1974 Masehi.

Di sebelah kanan dan kiri monumen terdapat Meriam AT kaliber 37mm yang pernah dipergunakan dalam pertempuran Palagan Ambarawa. Selain itu di sisi selatan tardapat relief perjalanan Jenderal Soedirman ketika perang gerilya.

Ruang Koleksi Museum

1. Ruang Tamu

Ditempat inilah Pak Dirman meneriam tamu baik dari pejabat maupun tamu keluarga. Di ruang ini dipamerkan dua buah lampu gantung dan dua perangkat meja kursi berbentuk muton yang beralaskan babut.

2. Ruang Santai

Ditempat ini selain dipergunakan untuk ruang tamu, namun juga dimana dia membina keluarga. Tak jarang pula ruang santai ini dipergunakan untuk membicarakan masalah tentang perjuangan Indonesia. Koleksi yang dipamerkan seperti radio kuno, lukisan, barang pecah pelah dan seperangkat meja kursi dan lampu gantung.

3. Ruang Kerja

Dalam mengemban tugas dan mengatur kebijakan TNI menggunakan tempat ini sebagai tempat kerja dia.

Di Ruang ini dipamerkan :

a. Pedang samurai ketika belai menjadi Daidancho PETA.

b. Pesawat telepon, meja kursi kerja, meja kursi tamu.

c. Replika keris, yang selalu menyertai dalam perang gerilya.

d. Senjata Lee Enfeilld (LE), pistol Vickers dam mitraliur.

e. Piagam pengahargaan dan tanda jasa yang dianugerahkan Pemerintah RI.

4. Ruang Tidur Tamu

Di ruang ini dipergunakan untuk tamu atau rekan yang ingin istirahat atau bermalam. Tempat tidur, almari pakaian, kursi tamu dan foto-foto keluarga dipamerkan di ruang ini.

5. Ruang Tidur Jenderal Soedirman

Selain sebagai tempat tidur tempat ini juga dipergunakan tempat sholat. Dalam ruangan ini dipamerkan seperangkat tempat tidur, almari pakaian, dan tempat sembayang dia. Di samping koleksi itu terdapat patung lillin Jenderal Sudirman yang sedang duduk lengkap dengan mantel, ikat kepala dan alas kaki yang pernah digunakan oleh dia. Terdapat pula mesin jahit yang digunakan isteri. Pelengkap di ruangan ini terdapat lukisan Pak Dirman beserta isterinya menggunakan baju adat Jawa.

6. Ruang Tidur Putra-Putri Jendral Sudirman

Pernikahan dia dengan gadis bernama Siti Alfiah dikarunai sembilan orang anak. Ruangan yang bersebelahan dengan kamar tidur utama terdapat koleksi tempat tidur yang dipergunakan putra putri Pangsar.

7. Ruang Pemilihan

Ketika Jenderal Sudirman bertempat tinggal di rumah ini tempat ini di pergunakan sebagai ruang seketariat. Koleksi di ruangan ini berhubungan erat dengan pemilihan jabatan Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat, seperti meja dan kursi yang dipakai Letnan Kolonel Isdiman mengusulkan Kolonel Sudirman untuk dipilih dan diangkat menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat dihadapan Urip Sumoharjo dan Gatot Subroto. Koleksi lain di ruangan ini yaitu Sumpah Anggota Pimpinan Tentara yang diucapakan Jenderal Sudirman.

8. Ruang Palagan Ambarawa

Pertempuran Ambarawa antara TKR dan para pejuang RI menghadapi tentara sekutu di bawah pimpinan Kolonel Soedirman berhasil mengusir tentara sekutu dari kota Magelang. Sebagai bukti pertempuran Ambarawa sebuah senjata api, maket dan peta pertempuran Ambarawa dipamerkan di ruang ini. Di sekiling dinding terdapat petinggi-petinggi TNI.

9. Ruang Rumah Sakit Panti Rapih

Koleksi-koleksi di ruangan ini menceritakan ketika dia dirawat di Rumah Sakit Umum Panti Rapih ketika Pangsar sakit pada tahun 1948. Sebuah literatur dan foto menceritakan ketika Jend. Sudirman harus di operasi. Selain itu terdapat pula meja, kursi, dan sebuah diorama ketika perang gerilya.

10. Ruang Koleksi Kendaraan

Saat menempuh perjalanan perang gerilya milai kota Yogyakarta sampai ke kota Kediri, Jawa Timur Jenderal Sudirman pernah menggunakan dokar, mobil, dan dibawa dengan tandu. Perjalanan dengan dokar tidak ditarik dengan kuda melainkan ditarik oleh pengawal Jenderal Sudirman. Sekembalinya dari perang gerilya tanggal 10 Juni 1949 Jenderal Sudirman dijemput dengan kendaraan dinas buatan Amerika.

11. Ruang Gunung Kidul dan Sobo

Sewaktu memimpin gerilya Jenderal Sudirman pernah singgah di daerah Semanu, Kabupaten Gunung Kidul dan di daerah Sobo, Kebupaten Pacitan. Di tempat itulah Jend. Sudirman mendapat Caraka (utusan) dari Letkol. Suharto yang melaporkan rencana Serangan Umum 1 Maret 1949. Koleksi yang dipamerkan yaitu peralatan yang pernah digunaka Jend. Sudirman.

12. Ruang Diorama

Di ruang ini terdapat 3 buah diorama yang menggambarkan sebagai berikut:

a. Diorama pertama menggambarkan perjuangan Jenderal Sudirman pada saat Belanda melancarkan agresinya yang kedua tanggal 19 Desember 1948.

b. Diorama kedua menggabarkan situasi selama Jenderl Sudirman melaksanakan dan memimpin gerilya.

c. Diorama ketiga menggambarkan situasi selama Jenderal Sudirman melaksanakan tugas-tugasnya sebagai Panglima Besar di markas gerilya Sobo, Pacitan. Dipamerkan pula tandu, tongkat dan peta route gerilya.

13. Ruang Koleksi Pribadi

Di ruang ini dipamerkan beberapa benda yang pernah dipergunakan Jenderal Sudirman seperti: mantel, ikat kepala, pakaian Opsir Peta, pakaian tidur, sepatu, tas.

14. Ruang Dokumentasi

Ruang ini diisi dengan biodata Jenderal Sudirman, foto-foto sewaktu dia menjabat sebagai Panglima Besar, bergerilya dan suasana duka saat pemberangkatan dan pemakaman jenazah Panglima Besar Jenderal Sudirman di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, surat-surat tulisan tangan Presiden RI Ir. Soekarno kepada Jenderal Sudirman, surat tulisan tangan Jenderal Sudirman kepada adiknya Moch. Samingan dan beberapa koleksi dari Hotel Inna Garuda, Yogyakarta seperti pakaian-pakaian seragam dan kelengkapannya yang pernah dipergunakan Jenderal Sudirman.

Referensi

1 Like

Museum Sasmitaloka adalah salah satu museum sejarah yang ada di Yogyakarta. Dulunya merupakan tempat tinggal Jendral Sudirman terletak di Jalan Bintaran No.3 Yogyakarta . Jendral Sudirman lahir di Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Karesidenan Banyumas pada tanggal 24 Januari 1916. Bapak dan Ibunya yang bernama Karsid Kartawiraji dan Siyem menamakan bocah tersebut Sudirman. Selanjutnya ayah angkatnya Raden Cokro Sunaryo menambahkan nama Raden pada nama Sudirman.

Raden Sudirman mengikuti pendidikan formal di Taman Siswa kemudian melanjutkan pendidikan di HIK Muhammadiyah Solo. Selanjutnya tahun 1934 Raden Sudirman aktif dalam organisasi kepanduan Islam Hizbul Wathon. Karena prestasinya akhirnya beliau menjadi Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah di Cilacap. Selain itu beliau juga menjadi pengajar di Sekolah Menengah Muhammadiyah Cilacap.

Perjalanan Menjadi Seorang Jenderal

Karir beliau dimulai dari keikutsertaanya dalam tentara Pembela Tanah Air ( PETA ) di Bogor. Setelah mengikuti serangkain latihan akhirnya Raden Sudirman diangkat menjadi Daidancho ( Komandan Daidan ) setara dengan Batalyon di Banyumas.

Proklamasi Kemerdekaan akhirnya tiba pada tanggal 17 Agustus 1945, beberapa bulan kemudian pihak sekutu memaksa Jepang agar menyerahkan senjata kepada tentara Indonesia. Di beberapa tempat, terjadi baku tembak antara Jepang dengan tentara Indonesia karena dari Jepang menunjukan ketidakrelaannya menyerahkan kembali inventaris yang sudah direbutnya kepada tentara Indonesia.

Situasi seperti tersebut tidak terjadi di Banyumas, karena kearifan Reden Sudirman dalam berunding akhirnya gencatan senjata dengan Jepang dapat dilaksanakan tanpa pertumpahan darah. Waktu itu beliau menjadi Panglima Divisi V Banyumas dengan pangkat Kolonel. Karena prestasi dan jasanya yang didasari hati yang lembut tercermin dari tutur katanya yang sopan dan bersikap mengayomi para bawahan maka beliau terpilih menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) pada tanggal 12 Nopember 1945 dan selanjutnya dilanti oleh presiden pada tanggal 18 Desember 1945.

Pada tanggal 3 Juni 1947 Tentara Keamanan Rakyat diubah menjadi Tentara Republik Indonesia dan akhirnya diganti lagi menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia ( APRI ). Perjalanan TKR sampai menjadi APRI dan menduduki tempat tertinggi banyak melewati peperangan melawan penjajah. Saat menjabat Panglima Besar di APRI beliau sakit dan semenjak itu dalam perjalananya harus ditandu oleh bawahannya namun aktivitasnya dalam memimpin setiap penyerangan terus dilakukan beliau walau dalam keadaan seperti itu.

Mulai dari Agresi Militer I sampai serangan Agresi Militer II dilakukanya dengan berpindah-pindah. Perjalanannya dalam bergerilya selama 6 bulan sejauh 1000 km akhirnya berakhir setelah diadakanya perjanjian Roem Royen. Panglima Sudirman selanjutnya kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Bangunan rumah yang berada di Jalan Bintaran No.3 Yogyakarta ini dulunya merupakan kediaman Jenderal Sudirman yang sekarang ini menjadi Museum Sasmitaloka. Dinamakan Sasmitaloka dalam bahasa Jawa berarti untuk mengenang dan mengingat. Sasmitaloka bisa diartikan rumah untuk mengenang.

Museum Sasmitaloka menampilkan penggalan-penggalan sejarah kehidupan seorang tokoh besar Sudirman. Mulai dari masa kanak-kanak di Purworejo sampai beliau wafat dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta. Museum ini memiliki 14 ruangan yang diisi oleh serangkaian informasi yang disusun secara kronologis sehingga membentuk suatu cerita dan gambaran pada saat itu. Museum ini merupakan biografi kehidupan Sudirman dalam kesehariannya sewaktu mendiami rumah ini. Ruangan-ruangannya diibaratkan sebagai sampul sebuah buku, sedangkan barang-barang koleksinya diibaratkan merupakan teks yang tertulis pada lembaran halaman yang harus dibuka satu persatu bila ingin mengetahui secara lengkap.

“Anak-anakku, Tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan, tetapi prajurit yang berideologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah airmu. Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan jiwa harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia, siapapun juga” (Panglima Besar Jenderal Sudirman).

Untaian kalimat pengobar semangat ini tertera dalam prasasti museum Sasmitaloka Pansar Sudirman. Museum ini dibagi menjadi menjadi 4 bagian yaitu Gedung Utama ( 6 ruangan pameran ), Gedung Sayap Utara ( 3 ruangan pameran ), Gedung Sayap Selatan, dan Gedung Belakang ( Ruang X ).

Lokasi

Museum ini terletak di Jl. Bintaran Wetan No.3 Yogyakarta

Akses

Untuk dapat mengunjungi musem ini bisa menggunakan jalur :

  • Dari Terminal Giwangan maupun dari Kantor Pos Besar – menaiki jalur 12 dan 16 menuju Jalan Sultan Agung berpesan kepada kondektur bus agar berhentu di Bintara Wetan – selanjutya berjalan kak menuju tempat museum yang jaraknya sekitar 50 meter.
  • Bus TransJogja juga tersedia dalam jalur 1A dan 1B yang dapat anda gunakan sampai ke Pasar Sentul Jalan Sultan Agung. Dari tempat itu anda dapat berjalan kaki atau naik becak.

Harga Tiket

Untuk memasuki museum ini tidak dikenakan biaya tapi pengunjung diminta untuk mengisi buku tamu yang berada di pos penjagaan di pintu masuk.

Fasilitas

Fasilitas yang disediakan di tempat ini meliputi : musholla,; pemandu wisata, toilet dan auditorium sebagai ruang pertemuan. Selanjutnya di luar rungan museum sasmitaloka terdapat toko oleh-oleh sekaligus sebagai tempat produksi kue dan oleh oleh yang cukup terkenal di Yogyakarta.

1 Like

Pemberian nama museum Sasmitaloka pada museum ini bukanlah hal yang sembarangan. Hal ini karena Sasmitaloka memiliki arti yang sangat khusus. Pernyataan itu diungkapkan oleh Kepala Museum Sasmitaloka Jenderal Ahmad Yani, Kapten Infanteri Hendra Firdaus saat ditemui sebuah media berita online.

“Nama Sasmitaloka tidak bisa sembarangan diberikan ke sebuah museum. Harus ada peristiwa atau kejadian khusus yang terjadi di tempat itu, yang membuatnya layak untuk dikenang,” ujar Hendra.

Peristiwa penembakan Jenderal Ahmad Yani oleh pasukan Cakrabirawa di kediaman pribadinya membuat rumah tersebut menjadi spesial. Spesial dalam artian layak untuk dikenang karena menjadi saksi bisu kematian tragis sang jenderal.

Dilihat dari asal katanya, Sasmita itu diambil dari bahasa sansekerta yang artinya mengenang, sementara loka artinya tempat. Sasmitaloka berarti tempat untuk mengenang peristiwa besar yang terjadi di tempat itu. Ini yang membedakan museum Ahmad Yani dengan museum lainnya

Berbeda dengan Museum Jenderal Besar AH Nasution yang tidak memakai kata Sasmitaloka sebagai nama museumnya. Hal ini dikarenakan AH Nasution dapat lolos dari tragedi maut G30S/PKI, meskipun putri kesayangannya, Ade Irma Suryani Nasution gugur menjadi korban di rumah tersebut.

Museum Sasmitaloka Jenderal Ahmad Yani terletak di Jalan Terusan Lembang No D 58, Menteng, Jakpus. Museum ini bisa traveler kunjungi dari hari Selasa hingga Minggu, dan tutup di hari Senin. Jam bukanya mulai pukul 08.00 WIB dan tutup pukul 14.00 WIB.

sumber

1 Like

Berikut beberapa potret dari museum sasmitaloka A.Yani yang berhasil dihimpun

  • Seorang pengunjung tengah mengamati foto-foto di bagian belakang rumah Museum Sasmita Loka Ahmad Yani , diantaranya adalah rekonstruksi penembakan dan penculikan oleh Pasukan Cakrabirawa terhadap LetJen Ahmad Yani yang ketika itu menjabat sebagai Menpangad (Menteri / Panglima Angkatan Darat). Jabatan ini kemudian diduduki Mayjen Soeharto pada 18 Oktober 1965.

  • Foto Pahlawan Revolusi pada dinding ruang makan Museum Sasmita Loka Ahmad Yani. Di latar depan, berbatas kayu, adalah lokasi.

  • Seorang pengunjung tengah mengamati koleksi museum yang berada di ruang tamu. Museum diresmikan pada 1 Oktober 1966 oleh Menpangad Mayjen Soeharto, sesaat setelah rumah beserta isinya diserahkan oleh Ibu A Yani dan putera-puterinya kepada negara.

  • Halaman depan dengan patung Jenderal Ahmad Yani. Di bawahnya ada logo garuda dengan sayap mengapit bintang, di bawahnya ada tulisan “Tri Ubaya Cakti, Doktrin Kekaryaan, Doktrin Perang Revolusi, Perang Revolusi Doktrin Pembinaan”. Di sebelah kiri relief Trikora 1962, dan di sebelah kanan relief peristiwa 1 Oktober 1965 Gestapu PKI serta penggalan puisi Chairil Anwar “aku mau hidup seribu tahun lagi”.

  • Sebuah mobil sedan merk Chevrolet berwarna biru yang digunakan Ahmad Yani semasa hidupnya. Mobil ini diletakkan pada ruangan samping pintu masuk belakang Museum Sasmita Loka Ahmad Yani.

  • Foto dokumentasi di lorong belakang Museum Sasmita Loka Jenderal Ahmad Yani yang memperlihatkan rekonstruksi saat penculikan dan penembakan terhadap Menpangad Letjen Ahmad Yani oleh gerombolan PKI / G 30 S.

  • Foto dokumentasi yang memperlihatkan proses penggalian dan pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya oleh regu KIPAM (Komando Intai Para Amfibi) KKO (Marinir), disaksikan oleh Mayjen Soeharto pada 4 Oktober 1965.

  • Foto dokumentasi di lorong belakang Museum Sasmita Loka Ahmad Yani yang memperlihatkan upacara pemakaman jenazah Pahlawan Revolusi di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta pada 5 Oktober 1965.

  • Koleksi foto di lorong menuju pintu masuk ke ruang makan Museum Sasmita Loka Ahmad Yani. Diantaranya foto pengangkatan jenazah para Pahlawan Revolusi oleh KKO (Marinir) pada 4 Oktober 1965, upacara pemakaman pada 5 Oktober 1965, foto-foto keluarga, penyerahan Kota Magelang pada 1949 dari Belanda diwakili Letkol van Santen kepada Letkol Ahmad Yani, dan foto-foto karier militer Ahmad Yani lainnya.

  • Dokumentasi yang memperlihatkan peran Kolonel Ahmad Yani ketika itu dalam memimpin Operasi 17 Agustus untuk menumpas pemberontakan PRRI / Permesta di Padang dan sekitarnya tahun 1957 – 1958. Kata yang diucapkannya ketika itu adalah “Bagi saya hanya ada dua alternatif, pertama: berkubur di dasar lautan dan kedua ialah mendarat di Kota Padang.”

  • Pintu masuk ke ruang makan Museum Sasmita Loka Ahmad Yani yang kacanya berlubang akibat ditembus peluru. Pasukan Cakrabirawa masuk melalui lorong ini setelah terlebih dahulu memutus kabel telepon.

  • Kondisi Museum Sasmita Loka Ahmad Yani terlihat dijaga dan dirawat dengan baik. Di bagian kiri ruang makan yang menyerupai bar ada kutipan kata-kata Ahmad Yani berbunyi “Sampai liang kubur kupertahankan Pancasila”. Pintu terbuka pada foto adalah pintu kamar tidur Ahmad Yani.

  • Empat tiang kayu yang dihubungkan dengan rantai menjadi pengingat lokasi dimana Jenderal Ahmad Yani ditembak hingga tewas oleh para penyerbu pada 1 Oktober 1965.

  • Pada lantai berbatas tiang kayu berantai itu tertulis “DI SINILAH GUGURNJA PAHLAWAN REVOLUSI DJENDERAL TNI A. YANI PADA TANGGAL 1 OKTOBER 1965 DJAM 04.35. DJAKARTA, 1 DJANUARI 1970”. Letjen Ahmad Yani tewas dengan 8 luka tembak yang masuk dari bagian depan dan 2 luka tembak masuk dari bagian belakang. Jenazahnya kemudian dibawa ke Lubang Buaya.

  • Lukisan di ruang tamu Museum Sasmita Loka Ahmad Yani, memperlihatkan saat Letjen Ahmad Yani menempeleng Mukidjan, komando pasukan penyerbu, saat marah karena tidak diperbolehkan untuk berganti pakaian. Melihat situasinya, tampaknya Ahmad Yani tidak bermaksud berganti pakaian, namun mengambil senjata api, dan para penculiknya tidak mau mengambil resiko.

  • Koleksi pribadi Ahmad Yani yang disimpan di ruang tunggu Museum Sasmita Loka Ahmad Yani, diantaranya harimau, cindera mata, senjata, lambang-lambang, medali, gading gajah dan koleksi buku dalam rak dinding. Para tamu biasanya menunggu di ruang ini sebelum diterima Jenderal TNI A. Yani di ruang lain.

  • Tulisan pada dinding depan gedung yang berisi sejarah Museum Sasmita Loka Jenderal Ahmad Yani. Gedung yang dibangun pada 1930-an ini semula digunakan sebagai rumah pejabat maskapai swasta Belanda, dan sejak 1950-an dikelola oleh Dinas Perumahan Tentara, sebelum dihuni oleh Letjen Ahmad Yani.

  • Gerbang yang menjadi akses masuk ke dalam halaman Museum Sasmita Loka Jenderal Ahmad Yani yang berada di Jalan Lembang D58.

Museum Sasmitaloka ini adalah salah satu langkah yang sangat baik yang ditempuh oleh pemerintah. Karena di rumah yang dijadikan muesum ini mengandung nilai sejarah yang tinggi, alangkah baiknya jika museum ini dipromosikan dengan lebih baik oleh pemerintah Indonesia agar dapat menjangkau kaum milenial saat ini yang identik dengan internet karena dengan internet sebuah informasi dapat sangat cepat menyebar alias viral. Semoga museum ini dapat dikelola dengan baik dengan pendanaan yang cukup sehingga tidak terbengkalai.