Mundur Selangkah Menghadiahkan Kemenangan Sepuluh Langkah

Googlephoto
Hari-hari terasa selalu indah dan berseri bagiku. Aku memiliki orang tua yang sangat baik tiada tara dan juga lima rangers yang siap siaga menjagaku dimana-mana, di dunia maya ataupun dunia nyata, hehe. Ayah ibu adalah orang tua yang lembut dan ramah. Benar adanya, dalam mendidik kami mereka tak pernah marah namun tetap tegas jika kami salah. Iya, aku punya lima saudara laki-laki dan aku adalah anak perempuan satu-satunya di rumah. Kami sering menyebut persaudaraan kami bak Power Rangers , ada Ranger Hitam, Biru, Dongker, Merah, Pink dan Kuning. Aku anak ke lima, setiap kami mempunyai karakter berbeda namun misi kami tetap sama, “Menyelamatkan Dunia,” hehe. Saudara-saudaraku membuktikan bahwa pria posesif itu memang ada, mereka kerap mengawasiku dari kecil hingga dewasa begitu pula dengan Si Bungsu, “Adikku adalah Abangku,” cocok untuk judul FTV kali yee. Syukurku alhamdulillaah atas segala nikmat yang dipunya.

Tak terasa, perjalanan hidupku terhitung hampir seperempat abad lamanya. Aku adalah anak yang cukup penurut dan manut saja dengan segala apa yang dikatakan orang tua, keputusanku, ceritaku, tergantung keluarga. Yaa, aku selalu turuti dan ikuti. Namun, hal ini tak berlaku bagi saudaraku yang lain, abang-abang dan adikku bebas memilih segala apa yang mereka mau. “Hmm kenapa aku dibatasi?” hatiku selalu bertanya-tanya. 2016 adalah tahun kelulusanku dari Madrasah ‘Aliyah. Satu keinginanku, aku sangat ingin merantau mencoba pahit manis kehidupan di tanah pulau lain. Oiya, sedari kecil cita-citaku menjadi seorang dokter, tapi ini tak akan pernah terwujud karena aku memilih untuk masuk Jurusan Keagamaan di madrasahku bukan Jurusan Ilmu Alam (IA) yang lebih mewadahi tercapainya cita-citaku. Benar, Jurusan Keagamaan adalah jurusan permintaan ayah dan ibu. Empat tahun lamanya aku di Madrasah ‘Aliyah , alhamdulillaah semua terjalani dengan baik.

Ku sampaikan keinginanku pada abang-abang, mereka merestui. Ada satu kampus impianku di Kota Yogyakarta, sebuah Universitas Islam Negeri. Aku kurang yakin ayah ibu akan merestui, karena tentu seratus persen restu mereka berada pada perguruan tinggi di Pulau Sumatra, iya aku adalah gadis Sumatra tepatnya Sumatra bagian Barat. “Ayah, Ibu, kakak kuliah dirantau yaa. Kakak ambil di Universitas Islam Negeri yang ada di Yogyakarta,” sampaiku lirih. “Kakak ambil jurusan apa?” tanya Ayah sedangkan Ibu hanya diam mendengarkan penyampaianku.

“Jurusan Ilmu Hukum dan Sastra Inggris, Yah, Bu,” terangku. Aku diamanahkan oleh Guru Bahasa Inggrisku untuk mengambil jurusan terkait Bahasa Inggris, beliau bilang aku memiliki passion di situ. Alhamdulillaah. “Iya Yah, Bu. Tak apa, ada abang-abang yang akan jaga kakak dirantau,” bantu salah seorang abangku meyakinkan ayah dan ibu. “Yaa sudah, terserah kakak,” jawab Ayah tersenyum tak lepas.

Qadarullaah , aku lulus di universitas impianku dengan jalur undangan di Jurusan Ilmu Hukum, bukan Sastra Inggris. Aku bingung karena aku tak terlalu menginginkan jurusan ini, tetapi aku tetap bersikeras, “Tak apa, jalani saja dulu. Nanti kalau aku tidak sanggup, pindah jurusan saja yang penting aku kuliah di Yogya,” fikirku dengan gampang. Beberapa hari berlalu, ayah dan ibu tak seperti biasanya. Tak sengaja aku melihat ibu menangis tersedu-sedu, aku hampiri ia. “Ibu kenapa?” tanyaku. “Kakak kuliah di sini saja ya, gak usah jauh-jauh. Anak perempuan lebih baik di kampung atau di Padang. Kualitas perguruan tinggi di sini nggak kalah bagus dari rantau kok nak. Kita tidak perlu mengikuti orang, yang penting niat kita untuk menuntut ilmu. Di rantau pun belum tentu asik seperti yang kamu bayangkan, apalagi ini baru pertama kalinya kakak pergi jauh,” sampai Ibu. Hatiku terasa membeku tak tahu harus bagaimana, keinginanku masih saja keras. “Kakak bisa jaga diri Bu, kakak sudah besar. Ada abang-abang juga di sana,” ujarku meninggalkan ibu. “Mundurlah selangkah Nak, demi mencapai kemenangan sepuluh langkah,” tangkis Ibu.

Shalat Istikharah adalah jalan satu-satunya yang aku lakukan saat ini, menangis tiada henti, keluar kamar hanya untuk makan dan berwudhu’. “Baiklah, kali ini aku masih tetap harus menuruti kata ayah dan ibu,” gumamku berusaha melawan keinginan. Untuk mengatasi semua itu, aku mencoba mendaftar di salah satu Universitas Islam Negeri yang ada di Kota Padang melalui tes tulisan. Alhamdulillaah aku lulus dengan Jurusan Hukum Keluarga, “Tidak mengapa di Padang, merantau sedikit. Bisa pulang sekali seminggu menemui ayah dan ibu,” fikirku.

Tiga setengah tahun terjalani, sampailah pada masa untukku wisuda, iya aku tamat lebih cepat dari waktu semestinya. Ketika teman-temanku masih sibuk dengan Tugas Akhir bahkan Skripsi. Selama berkuliah, alhamdulillaah aku selalu mendapat IP (Indeks Prestasi) yang memuaskan yang tak mungkin rasanya bisa aku capai. Bahkan aku sering diamanahkan menjadi delegasi kampus untuk mengikuti beberapa event tingkat kampus, daerah, bahkan nasional, syukurku alhamdulillaah .

“Mungkin ini yang dimaksud ayah dan ibu, kata orang tua sangat bermakna. Terima kasih Yah, Bu, hadiah itu benar-benar ada,” ujarku dalam hati. Bila aku tetap keras dengan pendirianku, terbawa nafsu untuk merantau, meninggalkan ayah dan ibu di kampung halaman, saat ini alur hidupku pasti tak akan begini. Boleh jadi aku tergila-gila dengan keasikan dunia di perantauan, pergaulan dengan teman-teman yang berasal dari daerah dan provinsi yang berbeda, aku akan lalai dalam perkuliahan, menjadi delegasi kampus pun mungkin tak akan pernah aku rasakan karena tentu di sana banyak orang yang lebih dariku, lulus kuliah di waktu yang cepat pun hanya impian," syukurku. 18 April 2020 ini adalah jadwalku untuk diwisuda, apa boleh dikata Corona melanda seluruh dunia dan semua kita harus ikhtiar menjaga diri di rumah saja. Tentunya wisudaku ditunda hingga waktu tak terkira, tiada mengapa.

“Mundur selangkah demi mencapai kemenangan sepuluh langkah ini nyata. Kekerasan hati dan keegoisan diri harus dilunakkan dengan tetap bersabar menerima keadaan. Aku percaya, pilihan ibu dan ayah memang yang terbaik. Jika ikhlas, Allah pasti hadiahkan hal yang tiada pernah kita bayangkan,”

1 Like