Apakah Munculnya Bahasa Gaul Melunturkan Sikap Persatuan Indonesia?


semakin berkembangnya, semakin muncul banyak hal baru terutama pada tatanan bahasa. Banyak sekali bahasa gaul yang kini semakin marak dan tak sedikit generasi bangsa yang menggunakan bahasa gaul di zaman sekarang ini. Bahasa gaul tersebut seperti “kuy (mari), mangats (semangat), mantul (mantap betul), anjir, uga (juga), au ah gelap (tak taulah gelap) dan seterusnya”.

Secara garis besar, bahasa dapat dilihat dari tiga sudut pandang, antara lain: sudut pandang bentuk dan sudut pandang makna (Martinet, 1987). Bentuk bahasa berhubungan dengan keadaannya dalam
mendukung perannya sebagai sarana komunikasi untuk berbagai kepentingan komunikasi pemakai bahasa, dan hubungannya dengan aspek nilai dan aspek makna adalah perannya yang terkandung
dalam bentuk bahasa yang fungsinya sebagai alat komunikasi ketiga unsur tersebut secara keseluruhan dimiliki oleh semua bahasa di dunia.
Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya sebuah generasi. Kalau generasi negeri ini kian tenggelam dengan pengkhususan bahasa Indonesia yang lebih dalam, mungkin bahasa Indonesia akan semakin sempoyongan dalam memanggul bebannya sebagai bahasa Nasional dan identitas bangsa.

Berdasarkan Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda kedua, 28 Oktober 1928 yang berbunyi : “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, para pemuda dan pemudi dari daerah yang berbeda-beda mengikrarkan sumpah mereka untuk menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini dikukuhkan juga oleh UUD 1945 pasal 36 yang berbunyi, “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia.” Pertemuan antar berbagai daerah pun untuk menggunakan bahasa indonesia, padahal itu bahasa daerah yang patut dibanggakan, apalagi bahasa gaul seharusnya tidak digunakan dan semestinya menggunakan bahasa Indonesia. Berdasarkan ikrar sumpah pemuda bahwa bahasa gaul melunturkan bahasa persatuan dan telah melanggar ikrar sumpah pemuda.

Bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa yang miskin, tidak mampu mendukung ilmu
pengetahuan yang modern. Pada pihak lain muncul sikap mengagung-agungkan bahasa gaul, bahasa asing dan bahasa lainnya.

Namun, kita lihat bahwa bahasa gaul tak dipakai sebagai bentuk kewajiban (keharusan) dan kebuitubahn tetapi hanya sekadar keinginan. Bahwa bahasa Gaul pun bukan suatu ancaman. Menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Endang Aminudin Aziz menuturkan bahwa banyaknya slang words dan bahasa asing bukanlah ancaman bagi bahasa Indonesia. Justru, beberapa kata-kata tersebut dapat diserap menjadi sebuah kata baru di bahasa Indonesia secara selektif dan melalui proses modifikasi. Hal itu tak merusak persatuan indonesia, karena faktor kerusakan persatuan Indonesia bukan dari baha persatuan.

Wah, bagaimana niih menurut teman-teman, apakah bahasa gaul melunturkan sikap persatuan Indonesia?

Sumber Referensi:

Munculnya bahasa gaul di Indonesia bisa dipandang dari berbagai sudut pandang tergantung pada konteks dan perspektif yang digunakan. Secara umum, penggunaan bahasa gaul dapat memiliki dampak positif dan negatif terhadap sikap persatuan di Indonesia.

Dari sisi positif, bahasa gaul bisa menjadi sarana ekspresi diri dan kreativitas anak muda. Penggunaannya seringkali mencerminkan dinamika sosial dan budaya yang terus berkembang. Dalam konteks ini, bahasa gaul dapat dianggap sebagai manifestasi keberagaman dan kreativitas masyarakat Indonesia. Anak muda dapat merasa lebih dekat dan terhubung dengan sesama melalui bahasa yang mereka bagikan.

Namun, dari sisi negatif, penggunaan bahasa gaul juga dapat menimbulkan perpecahan atau kesenjangan komunikasi antara generasi. Bahasa gaul cenderung bersifat inklusif, dan jika tidak dipahami atau diakses oleh generasi yang lebih tua, ini dapat menciptakan kesenjangan pemahaman antara berbagai kelompok usia. Dalam hal ini, bahasa gaul dapat dianggap sebagai penyebab potensial untuk konflik generasi.

Selain itu, terdapat kekhawatiran bahwa penggunaan bahasa gaul yang terlalu ekstrem atau vulgar dapat merusak nilai-nilai moral dan etika. Pemakaian kata-kata kasar atau tidak pantas bisa menciptakan ketidaknyamanan di antara masyarakat, terutama yang lebih konservatif. Hal ini dapat dilihat sebagai ancaman terhadap nilai-nilai persatuan dalam masyarakat yang sejauh ini memiliki keberagaman budaya yang kuat.

Namun, perlu dicatat bahwa bahasa gaul bukanlah satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi persatuan di Indonesia. Faktor lain seperti ketidaksetaraan ekonomi, perbedaan agama, dan isu-isu politik juga memiliki peran yang signifikan dalam membentuk dinamika sosial di Indonesia.

Dalam menghadapi tantangan ini, pendekatan yang seimbang dan inklusif dapat diambil. Penting bagi masyarakat Indonesia untuk tetap memahami dan menghargai keberagaman bahasa dan budaya, sambil tetap menjaga nilai-nilai persatuan dan kesatuan. Pendidikan dan dialog antargenerasi juga dapat membantu mengurangi kesenjangan pemahaman dan meningkatkan rasa saling pengertian di antara berbagai kelompok masyarakat.

Secara keseluruhan, pengaruh bahasa gaul terhadap sikap persatuan di Indonesia adalah hal yang kompleks dan sangat tergantung pada bagaimana masyarakat dan pemerintah menanggapi serta mengelola dinamika ini.