Money controls my life

Money controls my life

“kamu ga pernah berubah!!, aku minta cerakan aku!!, aku gak kuat hidup sama tukang selingkuh”
“kamu pikir aku kuat hidup sama kamu yang egois, tunggu saja surat dari pengadilan agama secepatnya!” papa pergi dari rumah tanpa menemuiku dan ini adalah kali terakhir aku melihatnya
Mama tidak mengizinkanku menemui papa setelah perceraian mereka, lagipula aku rasa ayah juga sudah bahagia dengan istri barunya, ia bahkan tidak pernah menghubungiku. Jujur aku benci menjadi anak mereka, yang mereka pikirkan hanya kebahagiaan mereka sendiri. Sejak awal orangtuaku selalu saja bertengkar meski hanya membahas hal yang tidak penting, mereka juga tidak pernah memperhatikanku, hanya uang mereka yang selalu bersamaku.
Aku sudah terbiasa sendirian sejak kecil. Aku tidak nyaman berada dikeramaian, beberapa kawanku memastikan aku adalah seorang introvert. Aku tidak perduli dengan apa yang mereka pikirkan tentangku, selama aku memiliki uang, apapun dapat kubeli. Termasuk teman.
“ hai gin, sendirian aja?” rangga kawan sekelasku menyapaku ramah dikantin
“ gua gabutuh temen cuma buat makan, lu ga makan?” kujawab sekenanya
“ gitu ya, kalo gua temenin lu keberatan ga?, ga laper gua” sama saja dengan kawan-kawanku yang lain, paling-paling dia hanya ingin kubelikan makanan.
“lu mau makan apa? Biar gua beliin. Gak perlu basa basi lah sama gua”
“gina lu harus tau, gak semua hal bisa lu beli, jangan mengukur segala sesuatu dari uang, gua ga laper, kalo lu gamau gua temenin gak papa kok” sikapnya ini mengejutkanku, belum pernah ada yang menolak tawaranku sebelumnya.
Sepertinya rangga berbeda dari kawanku lainnya, aku semakin ingin mengenalnya. Lagipula sebenarnya dia tampan. Aku tidak perduli dengan kondisi ekonominya. Semakin aku mengenalnya jujur saja aku tidak percaya ada orang sepertinya. Begitu mudah membantu orang lain, meskipun dia sendiri bisa dibilang kurang dari segi ekonomi tapi rangga ini justru memberikan sebagian uangnya untuk membantu anak yatim yang kelaparan. Jika aku menjadi dirinya uang itu akan kugunakan untuk diriku sendiri daripada malah aku yang mati kelaparan.
“ rangga ganteng banget ya, baik lagi, kemaren gua liat dia belin makan anak kecil ”
“ iya ih makin cinta deh sama rangga”
“eh apa apan si lu cinta cinta, rangga itu milik gua seorang”
“apaan sih kalian, masa rangga doang direbutin” ku berhenti bungkam karena mereka terus saja berisik membicarakan rangga
“ gina gina, ada juga lu yang aneh, masa cowo seperfect rangga lu cuekin, nih ya gua kasitau tipe cowo kayak rangga itu idaman banget, duit lu gak akan bisa beli dia”
Heran, bagaimana bisa mereka tergila-gila pada pria bodoh seperti rangga, jelas hidup mereka akan susah nantinya jika menjalin hubungan dengan rangga. Tapi sepertinya menarik juga jika aku membuat mereka kesal, akan kubayar rangga untuk menjadi pacarku.
“oke gin, aku setuju jadi pacar kamu” seperti yang sudah kuduga, siapa bilang orang seperti rangga tidak bisa dibeli?
Hari ini rangga mengajakku kerumahnya, untuk apa kerumahnya yang sempit itu? Akan lebih baik jika mereka saja yang kuundang kerumah, rumahku sangat cukup untuk mereka semua. Awalnya rangga menolak tapi karena keluarganya ingin merasakan tinggal dirumah mewah jadi mau tidak mau ia harus setuju dengan ideku. Kebetulan mama weekend ini harus ke luar kota untuk urusan pekerjaan.
“kak gina, sini dong ikut main uno, seru nih” adek rangga terlihat begitu ramah
“nak boleh ibu masak dirumah kamu? Ibu mau buatkan kalian cemilan” bahkan mama tidak pernah memasak untukku, bagaimana mungkin ibunya rangga yang baru saja mengenalku bisa sebaik ini
Kehadiran mereka seperti menghujaniku dengan hangatnya arti keluarga yang sebenarnya, apa yang mereka lakukan hanya berusaha saling membahagiakan bukan mementingkan kebahagiaan masing-masing seperti rutinitasku, bagaimana mungkin mereka bisa hidup seperti ini? tapi sikap mereka ini membuatku tidak ingin lepas dari mereka, aku merasakan apa yang sebenarnya aku cari. Baru kali ini aku merasa nyaman dalam keramaian.
“maaf ya gin, keluargaku emang gini, rame“ rangga mengajakku berbincang santai
“rangga kok bisa sih keluarga kamu sehangat ini? kalian saling berusaha membahagiakan, kalian sama sekali gak merasa rugi membuat yang lain bahagia”
“gin inget kata-kata aku dikantin? Gak semua bisa kamu beli, contohnya kehangatan keluarga, kebahagiaan yang seperti ini gak akan bisa kamu beli, aku tau kok kamu egois bukan tanpa sebab tapi kalau bisa, jangan menyiksa diri kamu sendiri dengan menjadi egois ya” Rangga benar, selama ini aku terlalu larut dengan keegoisanku sendiri. Uang tidak akan mampu menolongku.