Model Pengukuran atau Metrik Pemasaran apa saja yang dapat digunakan oleh perusahaan?

Metrik Pemasaran

Semua perusahaan sudah menerapkan alat ukur atau metrik tertentu untuk mengukur kinerja perusahaan, tapi tidak jarang perusahaan tidak mengukur kinerja bagian peasarannya. Hal tersebut dikarenakan susahnya mengukur apakah tim pemasaran sudah berjalan dengan baik atau tidak.

Model Pengukuran atau Metrik Pemasaran apa saja yang dapat digunakan oleh perusahaan ?

Beberapa Contoh Model Metrik Pemasaran yang biasa digunakan antara lain :

1. Model Brand metrics oleh Rajagopal

Rajagopal (2008) misalnya melakukan penelitian tentang brand menggunakan apa yang disebutnya sebagai brand metrics. Dia mengatakan

”brand metrics are considred to be effective tools for measuring the qualitative parameters of brand performance in a given market and time, allowing the firm to measure the effectiveness of brand-building activity in reference to brand investment (financial inputs) and brand impact (growth outputs) in the business. It is also argued in the paper that brand management is not just a marketing issue; it also directly affects corporate profitability.

Rajagopal (2008) mengemukakan konstituen brand metrics-nya yang dinamakan Five As’ of brand metrics berikut ini:

  1. Perceptional Metrics yang terdiri dari:

    • Awareness : Sentient, Responsive, Top of Mind, Indifferent.
    • Acquaintance : Brand preference, Relevance, Commitment, Perception.
  2. Performance metrics yang terdiri dari:

    • Association : AATAR Factors, Brand posture, Price determinants, Customer acquisition, Customer retention.
    • Allegiance : Brand benefits, Customer value, Brand referral
  3. Financial metrics : Brand value, Returns on brand investment, Brand response to market share, Cost of brand building, Net revenue over brand, Sunk cost on brands.

Model penelitian Rajagopal dapat dilihat pada gambar berikut:

image
Gambar Model penelitian Rajagopal

2. Model Field Sales Force oleh Turner

Apabila Rajagopal menggunakan banyak metrik hanya untuk mengukur kinerja merek maka Turner et.al (2007) menggunakan satu metrik saja yaitu bonus untuk gugus tugas penjualan di lapangan (field sales force) sebagai faktor yang menentukan agar seorang sales dapat bekerja lebih baik.

Turner et.al (2007) mengemukakan

”fields sales force bonuse can help to drive exceptional sales performance through enhanced motivation and in so doing create competitive advantages for businesses”.

Mereka juga mengemukakan konsep Commitment Process (CP) yang mengatakan bahwa

”CP that aligns the interests of the individual and company harmoniously and incentives sales people to stretch their performance and maximize sales results”.

3. Model Marketing metrics continuum oleh Patterson

Untuk perusahaan yang sangat berkepentingan dengan pelanggan maka metrik pemasaran yang digunakan harus mampu mengukur nilai pelanggan yang pada akhirnya memberikan profit bagi perusahaan. Strategi pemasaran sebagai implementasi dari rencana pemasaran harus dapat meraih pelanggan yang potensial bagi perusahaan.

Hubungan antara pelanggan dan profit diungkapkan oleh Patterson (2007) mengutip pendapat dari Philip Kotler sebagai berikut:

”Marketing has the main responsibility for achieving profitable revenue growth and that we do this by finding, keeping and growing the value of profitable customers.

Berkenaan dengan pernyataan itu maka Patterson kemudian mengembangkan suatu kerangka kerja pemasaran dimana metrik-metrik yang digunakan berhubungan dengan

finding customers (customer acquisition), keeping customers (customer penetration) and growing customer value (monetization)”.

Penelitian tersebut memberikan contoh bagaimana memilih metrik yang cocok untuk digunakan dari begitu banyak metrik pemasaran yang ada.

The trick is to choose the select few that will allow the business to confidently make fact-based strategic decisions with resources in order to have the greatest impact on revenue and financial performance”.

Patterson memberi nama model metrik pemasarannya dengan nama ”continuum model” yang gambarnya sebagai berikut:

image
Gambar Continuum model Patterson

4. Model Customer metrics oleh Gupta

Beberapa artikel metrik pemasaran yang mengukur tentang pelanggan menekankan kaitan erat antara metrik pemasaran dengan profitabilitas atau financial outcomes perusahaan. Hal tersebut tidak mengherankan karena kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung kepada pelanggan seperti dikutip dari pernyataan Gupta (2006):

”Customers are the lifeblood of any organization. Without customers, a firm has no revenue, no profits and therefore no market value.

Maka kemudian Gupta membuat sebuah model yang dinamakan customer metrics yang dihubungkan dengan profitabilitas dan firm value. Model yang dikembangkan Gupta seperti dalam gambar berikut:

image
Gambar Model Gupta

Metrik-metrik yang dipilih harus dapat merefleksikan prioritas strategi dan isu yang paling dekat hubungannya dengan investasi pemasaran yang memberikan profit. Dalam beberapa kasus, metrik yang dipilih sangat erat dengan aktivitas marketing yang spesifik, misalnya memperhitungkan biaya dan benefit apabila perusahan melakukan kegiatan sponsorsip.

Sebagai contoh, perusahaan Shell mengeluarkan uang yang sangat besar untuk mensponsori tim balap Ferrari di lomba balap mobil F1. Biaya yang sangat besar tersebut menggarisbawahi kebutuhan jastifikasi finansial untuk pengeluaran tersebut. Sebelum menandatangani kontrak untuk jangka waktu 5 tahun, manajemen Shell mengevaluasi biaya dan manfaat dalam 5 cara:

  1. Membandingkan sikap konsumen terhadap merek Shell apakah dia punya perhatian terhadap link Ferrari ataupun tidak.

  2. Menguji perubahan perilaku pembelian berkenaan dengan sikap terhadap merek Shell.

  3. Membuat komisi yang mengevaluasi secara independen terhadap nilai merek (brand value), penjualan, premium harga dan efek periklanan.

  4. Membuat perbandingan per negara-perusahaan Shell yang berbeda telah memperdagangkan kegiatan sponsorsip pada tingkat lokal dan jika kegiatan sponsorsip menguntungkan, hal itu akan mendorong perolehan laba yang lebih besar.

  5. Mensurvei opini manajer dan rating mereka terhadap pengaruh kegiatan sponsorsip dalam hal return on investment (ROI).

Uncles (2005) menyatakan

”the basic decision of which key metrics to use is a matter of contention. Brand level analysis would suggest a list that includes market share, penetration, repeat buying, brand awareness, relative price and customer satisfaction, but does it also extend to customer complaints and relative product quality? Are we thinking of volume-based market share or value-based market share? Lebih lanjut Uncles (2005) mengatakan ”the problem is doubly difficult because many candidates measures are imprecise - they rely on perceptions, impressions, recollections, estimates and forecasts.

Banyak metrik pemasaran yang digunakan perusahaan sekarang ini merupakan metrik backward-looking. Contoh dari metrik backward-looking mencakup pengukuran kepuasan pelanggan berkenaan dengan pengalaman pembelian di masa lalu dan mengukur loyalty yang dirasakan (perceived royalty) yang merefleksikan persepsi pelanggan mengenai perilaku mereka sendiri sampai periode waktu sekarang ini.

Banyak metrik backward-looking disediakan agar mudah dilihat pada basis periode waktu (harian, bulanan, triwulanan) bagi top manajer melalui marketing dashboard.

Metrik-metrik backward looking bertujuan untuk membantu manajer pemasaran mengukur secara kuantitatif efektivitas aktivitas pemasaran di masa lalu yang menyediakan gambaran yang jelas dari performa perusahaan saat ini. Saat ini banyak penelitian yang memfokuskan kepada metrik forward-looking yang menawarkan beberapa kemampuan prediktif mengenai perilaku pelanggan atau performa perusahaan di masa datang.

Sebagai sebuah hasil maka banyak metrik pemasaran backward-looking telah digunakan sebagai predictor dari perilaku pelanggan dan peforma perusahaan di masa datang. Sebagai contoh, pada saat perusahaan mengukur kepuasan pelanggan, saat itu juga data diterima dan dianalisis sebagai acuan untuk memprediksi kemungkinan yang terjadi di masa datang.

Salah satu contoh metrik forward-looking yang semakin populer adalah CLV (Customer Lifetime Value).