Misteri Siluman Kera Putih Di Jumprit

Hai dictioners, di kawasan lereng Gunung Sindoro tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung terdapat sebuah daerah yang disebut Jumprit. Jika anda seorang penganut agama Buddha pasti tidak asing dengan Sendang Jumprit atau disebut juga Umbul Jumprit, karena setiap tahun mata air Umbul Jumprit menjadi tempat pengambilan air untuk keperluan Waisak di Candi Borobudur. Hal ini dikarenakan air di Umbul Jumprit ini dinilai mempunyai kualitas spiritual yang baik. Tiga hari sebelum perayaan Waisak biasanya Sangha akan mengambil air untuk digunakan dalam ritual. Selain itu di sekitar lokasi juga terdapat beberapa ekor monyet yang bebas berkeliaran. Monyet-monyet ini menjadi ciri khas dari daerah Jumprit itu sendiri. Daerah di sekitar masih sangat kental suasana pegunungan, dengan pepohonan yang rimbun dan udara segar disekitarnya. Jalan menuju umbul pun begitu teduh dan tenang. Setelah kira-kira berjalan sejauh 30 meter maka anda dapat melihat sebuah patung Hanoman yang merupakan salah satu tokoh dalam kisah Ramayana. Bagaimana menurut kalian? Apakah pernah mendengar kisahnya?

menurut sumber yang saya baca, Ki Dipo merupakan tokoh yang dikeramatkan oleh penduduk setempat. Konon katanya setiap bulan purnama Ki Dipo akan menampakkan diri berwujud siluman kera putih, selain itu menurut cerita jumlah kera yang berada di umbul tidak berkurang maupun bertambah.

Menurut cerita misteri yang beredar ditengah-tengah masyarakat, Ki Dipo merupakan pengawal seorang penasehat Kerajaan Majapahit yaitu Pangeran Singonegoro. Pangeran Singonegoro kemudian memutuskan bertapa di daerah sekitar sendang dan akhirnya dimakamkan di tempat itu juga. Ki Dipo merupakan sosok pengawal yang setia yang selalu mengikuti majikannya dimanapun berada, hingga sekarang masyarakat percaya bila Ki Dipo masih setia menunggu majikannya. Kisah mistis lain yang beredar adalah konon Umbul Jumprit dapat dijadikan tempat mencari pesugihan dengan melakukan perjanjian ghaib bersama Ki Dipo. Ritual yang dijalani adalah dengan cara kungkum dan puasa di waktu-waktu tertentu. Waktu yang kerap dikeramatkan adalah tanggal satu Sura. Pada tanggal tersebut banyak orang yang melakukan meditasi dan mandi selepas tengah malam. Selepas mandi dan kungkum adalagi tradisi khas yang dilakukan, yaitu tradisi buang sial. Tradisi buang sial ini yaitu dengan membuang pakaian dalam mereka di sepanjang aliran sungai. Walaupun terlihat mengganggu pemandangan namun hal ini telah menjadi tradisi setiap tanggal satu Sura.