Kenapa sih kita sering merasa hilang fokus atau kadang ngerasa otak susah buat diajak konsentrasi? Misal nih, lagi kerja di rumah bukanya produktif malah mikir makanan, lagi kelas lewat G**gle Meet bukannya dengerin ceramah dosen malah scroll sosmed, atau lagi ujian online bukanya ngerjain soal malah mikirin liburan, rasanya susah banget untuk live in the moment dan menikmati hidup apa adanya apalagi pas kondisi sulit pandemi yang kita alami sekarang ini. Kalau kamu sering mengalami hal-hal yang tadi barusan disebutkan itu tandanya kamu lagi kurang fokus atau Bahasa ngetrennya kurang mindfulness.
Beberapa waktu terakhir istilah mindfulness lagi ngetren di masyarakat luas. Ada yang bilang mindfulness-lah yang dibutuhkan untuk ngatur emosi di zaman yang penuh distraksi ini. Bahkan tidak sedikit yang melakukan riset untuk menguji seberapa ampuh mindfulness dalam mengatur emosi kita atau bisa dikatakan menjaga kesehatan mental kita. Di situasi seperti sekarang ini menjaga kesehatan mental tidak kalah pentingnya seperti kita menjaga kesehatan fisik. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud mindfulness? Bagaimana hal ini bisa bermanfaat bagi diri kita?
Istilah mindfulness sebenarnya sudah dikenal sejak abad ke-15. Menurut Creswell seorang peneliti dari universitas Iowa, “Mindfulness berarti hadir dalam kesaadaraan penuh dalam masa sekarang.” Mindfulness ini bisa meningkatkan kesadaan kita di aktivitas yang sedang dikerjakan. Karakteristik dari mindfulness ada dua, pertama memusatkan perhatian dan kesadaran terhadap aktivitas yang kita lakukan sekarang. Sederhananya kita fokus dengan apa yang sedang kita hadapi sekarang. Kedua keterbukaan dan penerimaan terhadap sensasi yang ada di lingkungan sendiri. Menurut Kabat-Zinn seorang peneliti dari Massachusetts Institute Of Tecnology, saat kita mindful kita akan berusaha menyerap sensasi yang kita terima dari lingkungan, sensasi disini sangat beragam, misalnya merasakan hirupan udara saat bernafas itu sensasi atau suara apa yang lagi kamu dengarkan itu juga berupa sensasi.
Quote dari Jon Kabat-Zinn
“Mindfulness means paying attention in a particular way: on purpose, in the present moment, and non-judgmentally.
Dari quote di atas dapat disimpulkan bahwa kunci dari mindfulness adalah memberikan perhatian (atensi) dengan cara tertentu. Perhatian adalah jalan menuju kesadaran. Kita tidak akan menyadari apa yang terjadi pada diri kita atau sekitar kita tanpa memberikan perhatian kepadanya. Namun, perhatian yang kita berikan perlu dilakukan dengan cara tertentu yaitu: on purpose (secara sengaja/diniatkan), in the present moment (pada saat ini), non-judgmentally (tanpa menghakimi).
-
Paying Attention on Purpose
Mindfulness adalah tentang memberikan perhatian secara disengaja, artinya memang kita menyengajakan diri dalam memberikan perhatian pada sesuatu. Mendengarkan apa yang dikatakan orang lain secara penuh perhatian. Mencermati perilaku kita sendiri secara sadar. -
Paying Attention in The Present Moment
Mindfulness adalah tentang memberikan perhatian pada saat sekarang. Kita membawa pikiran kita fokus dengan apa yang kita hadapi sekarang bukannya melayang-layang ke masa depan ataupun ke masa lalu. Memberikan perhatian pada apa yang ada, bukan apa yang belum atau tidak ada. Hadir utuh, di sini saat ini. Misalnya, saat kita makan, makanlah secara sadar. Nikmati apa yang ada di depan Kita. Tanpa memikirkan besok kita makan apa? Besok menunya apa? Cukup nikmati apa yang ada saat ini. Menurut sebuah riset, kemampuan untuk memberikan perhatian pada saat ini adalah kunci sebuah kebahagiaan. -
Non Judgmentally
Mindfulness adalah tentang tidak melabeli apapun yang kita alami saat ini. Entah dengan label baik atau buruk. Cukup memperhatikan dan mengalaminya secara sadar penuh. Bukan berarti kita tidak inisiatif atau hanya mengikuti alur saja. Melainkan membiarkan diri kita melihat, mendengar dan merasakan secara utuh terlebih dulu sebelum kita memutuskan apa yang perlu kita lakukan padanya. Misalnya muncul isu ada tetangga yang dikabarkan positif Covid-19, jangan panik terlebih dulu tetapi kita tunggu informasi yang jelas dari tim medis barulah kita melakukan tindakan yang sesuai dengan anjuran.
Kondisi pandemi seperti ini yang memaksa kita untuk Work From Home bisa saja membuat kita merasa jenuh, mudah bosan, mudah setres, maupun merasakan kecemasan yang berlebihan dengan berita-berita mengenai pandemi Covid-19 dan bahkan kita bisa jadi paranoid atau merasa takut berlebihan dengan adanya pandemi ini. Hasil di berbagai Penelitian mengenai mindfulness menunjukkan bahwa mindfulness dapat membantu mengurangi stres, meningkatkan kreativitas, dan memori meningkatkan kemampuan regulasi dan kendali diri bahkan menurunkan kecemasan. Seorang Profesor di Harvard Medical School, Herbert Benson, mengatakan sikap ini juga bermanfaat bagi kesehatan fisik manusia seperti mengurangi tekanan darah, detak jantung, juga aktivitas otak.
Ada berbagai cara untuk meningkatkan sikap mindfulness. Seperti melakukan meditasi sangat dianjurkan 10 menit setiap harinya, mengapresiasi diri sendiri, atau dengan selalu bersyukur pada kondisi kehidupan sekarang. Salah satu contoh kita tetap patuh dengan anjuran pemerintah untuk bekerja dan belajar di rumah. Hendaknya singkirkan pikiran negatif dan ketakutan-ketakutan mengenai pandemi ini, mengatur pikiran kita adalah hal yang penting untuk menjaga mental kita, pada intinya kita hidup di kondisi sekarang tidak perlu membebani pikiran kita dengan berbagai pikiran negatif, ubahlah pikiran negatif dengan pikiran positif dan berusaha menerima keadaan apa adanya, dengan sikap menerima keadaan kita tidak akan mudah setres dan mental kita akan tetap terjaga selama pandemi ini. Tetaplah di rumah, jalani aktivitas di rumah dengan senang hati, kesadaran penuh dan tidak lupa selalu mengucap syukur agar tetap nyaman saat #DiRumahAja.
Referensi:
- Darmayanti, N. (2015). Meta-analisis: gender dan depresi pada remaja. Jurnal Psikologi, 35(2), 164-180.
- Neff, K. D., & Dahm, K. A. (2013). Self-compassion: What it is, what it does, and how it relates to mindfulness. Dalam M. Robinson, Meier, & B. Ostafin, Mindfulness and self regulation. New York: Springer.
- American Psychological Association. (2017). Stress in America technology and social media. Washington: Retrieved from Stress in America.