Banyak orang menyangsikan kelakuan stasiun televisi dan media nasional dalam pemberitaan kasus ini. Mereka berkata ini kasus tidak penting, dan pemberitaaan besar-besaran ini adalah sebuah bentuk pengalihan isu dari kasus yang lebih besar. Banyak pula yang berasumsi kasus ini tidak selesai-selesai karena ada banyak uang yang mengalir di persidangan sana.
Kita belum bisa memastikannya, hanya saja, perlu dipahami bahwa kasus ini adalah sebuah kasus yang berat, dengan potensi vonis yang berat pula–yaitu hukuman mati.
Maka dari itu, daripada kita berkata ngalor-ngidul tentang proses persidangan yang tidak selesai-selesai ini… mari kita melihat kasus ini dari sudut pandang yang lain: metode ilmiah.
Showcase Metode Ilmiah
Pengadilan jaman modern merupakan ajang pengaplikasian metode ilmiah—berbeda dengan pangadilan di jaman dahulu, dan inilah hal yang patut kita perhatikan dari proses pengadilan Jessica.
Metode ilmiah dalam pengadilan mensyaratkan bukti empirik untuk menentukan vonis hukuman… bukan sekedar pengakuan saksi.
Pengakuan saksi memiliki potensi kesalahan yang besar karena ke-subjektif-annya, maka dari itu keterangan saksi tidak bisa dijadikan dasar vonis, tetapi hanya digunakan sebagai referensi untuk menemukan bukti empirik.
Yang membuat kasus ini belum selesai adalah karena belum adanya bukti empirik yang menunjukkan bahwa benar Jessica adalah orang yang meracun Mirna dengan Sianida…
Yang ada hanya asumsi-asumsi yang belum terbukti kebenarannya secara empirik.
Beberapa asumsi awal penetapan status tersangka Jessica adalah gelagat Jessica yang dianggap mencurigakan:
– memindah-mindahkan gelas kopi dan menutupinya dengan tas kertas
– mundur beberapa langkah dari Mirna yang sedang sekarat, bukannya mendekat dan menolong
– membuang celana yang digunakannya pada saat kematian Mirna
– dan beberapa hal lainnya
Logika akan mengarahkan Jessica sebagai tersangka… tetapi logika tidak selalu benar, dan secanggih apapun logika tanpa bukti empirik tidak bisa digunakan dasar untuk memvonis.
Sumber: