Metode apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan tafsir pada Al-Quran ?

image

Tafsir secara bahasa berasal dari kata al-fasr yang berarti menyingkap sesuatu yang tertutup. Oleh karena itu, tafsir (Alquran) adalah penjelasan terhadap makna-makna yang dikandung Alquran.

Metode apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan tafsir pada Al-Quran ?

Metode tafsir adalah cara yang ditempuh penafsir dalam menafsirkan al-Qur‟an berdasarkan aturan dan tatanan yang konsisten dari awal hingga akhir.

Studi tentang metodologi tafsir masih terbilang baru dalam khazanah intelektual umat Islam. Ilmu metode dijadikan objek kajian tersendiri jauh setelah tafsir berkembang pesat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika metodologi tafsir tertinggal jauh dari kajian tafsir itu sendiri.

Dalam perkembangan metodologi selanjutnya, Ulama‟-ulama‟ mengklasifikasikan metode-metode penafsiran al-Qur‟an menjadi empat, yang dijelaskan berikut ini.

Metode Taḥlīliīy


Metode tafsir Taḥlīliīy, juga dapat disebut metode analisis, merupakan metode penafsiran yang berusaha menerangkan arti ayat-ayat al-Quran dengan berbagai seginya, berdasarkan urutan ayat dan surat dalam al-Qur‟an muṣḥaf Utsmani dengan menonjolkan pengertian dan kandungan lafadz-lafadznya, hubungan ayat dengan ayatnya, sebab-sebab nuzulnya, hadits-hadits Nabi Saw., yang ada kaitannya denga ayat-ayat yang ditafsirkan itu, serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama lainnya.

Dalam melakukan penafsiran, mufassir (penafsir) memberikan perhatian sepenuhnya kepada semua aspek yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkannya dengan tujuan menghasilkan makna yang benar dari setiap bagian ayat. Sehingga terlihat seperti pembahasan yang parsial, dari tiap-tiap ayat yang ditafsirkan oleh para mufassir.

Langkah-Langkah Metode Taḥlīliīy

Dalam menafsirkan al-Qur‟an, mufassir biasanya melakukan sebagai berikut:

  1. Menerangkan hubungan (munāsabah) baik antara satu ayat dengan ayat lain maupun antara satu surah dengan surah lain.

  2. Menjelaskan sebab-sebab turunya ayat (asbāb al- nuzūl).

  3. Menganalisis mufradat (kosa kata) dan lafal dari sudut pandang bahasa Arab. Untuk menguatkan pendapatnya, terutama dalam menjelaskan mengenai bahasa ayat bersangkutan, mufassir kadang kadang juga mengutip syair-syair yang berkembang sebelum dan pada masanya.

  4. Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya.

  5. Menerangkan unsur-unsur fashāḥah , bayān dan i‟jāz nya, bila dianggap perlu. Khususnya, apabila ayat-ayat yang ditafsirkan itu mengandung keindahan balāgah.

  6. Menjelaskan hukum yang bisa ditarik dari ayat yang dibahas, khususnya apabila ayat-ayat aḥkām, yaitu berhubungan dengan persoalan hukum.

  7. Menerangkan makna dan maksud syara‟ yang terkandung dalam ayat bersangkutan. Sebagai sandarannya, mufassir mengambil manfaat dari ayatayat lainnya, hadits Nabi SAW, pendapat para sahabat dan tabi‟in, di samping ijtihad mufassir sendiri. Apabila tafsir ini bercorak al- tafsīr al-„ilmi (penafsiran dengan ilmu pengetahuan), atau al-tafsīr al- adābi al-ijtimā‟i mufassir biasanya mengutip pendapat para ilmuwan sebelumnya, teori-teori ilmiah modern, dan lain sebagainya.

Metode Taḥlīliīy kebanyakan dipergunakan para ulama masa-masa klasik dan pertengahan. Di antara mereka, sebagian mengikuti pola pembahasan secara panjang lebar ( ithnab ), sebagian mengikuti pola singkat ( ijaz ) dan sebagian mengikuti pula secukupnya ( musawah ). Mereka sama-sama menafsirkan al-Qur‟an dengan metode Taḥlīliīy , namun dengan corak yang berbeda-beda.

Contoh-contoh Kitab Tafsir menggunakan metode Taḥlīliīy

Di antara contoh-contoh kitab tafsir yang menggunakan metode Taḥlīliīy ialah:

  • Al-Jāmi‟ li Aḥkām al-Qur‟an karangan Syaikh Imam al-Qurṭūbi

  • Jāmi‟ al-Bayān „an Takwīl Ayyi al-Qur‟an, karangan Ibn Jarīr al- Thabariy.

  • Tafsīr al-Qur‟an al-„Aẓīm, karangan al-Hāfidz Imad al-Din Abi al- Fida‟ Ismāil bin Katsȋr al-Quraisyi al-Danasyqi.

  • Al-Mīzān fi Tafsīr al-Qur‟an, karangan al-„Allamah al-Sayyid Muhammad Husyan al- Thabaṭaba‟i.

Metode Ijmālī


Metode Ijmālī dalah menafsirkan al-Qur‟an dengan cara menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an dengan singkat dan global, yaitu penjelasannya tanpa menggunakan uraian atau penjelasan yang panjang lebar, dan kadang menjelaskan kosa katanya saja.

Menurut Asy-Syibarsyi, sebagaimana yang telah dikutip oleh Badri Khaeruman, mendefinisikan bahwa metode tafsir ijmali adalah sebagai cara menafsirkan al-Qur‟an dengan mengetengahkan beberapa persoalan, maksud dan tujuan yang menjadi kandungan ayat-ayat al-Qur‟an.

Dengan metode ini mufassir tetap menempuh jalan sebagaimana metode Taḥlīliīy , yaitu terikat kepada susunan-susunan yang ada di dalam muṣḥaf Ustmani. Hanya saja dalam metode ini mufassir mengambil beberapa maksud dan tujuan dari ayat-ayat yang ada secara global.

Dengan metode ini mufassir menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur‟an secara garis besar. Sistematika mengikuti urutan surah-surah al-Qur‟an dalam muṣḥaf Ustmani , sehingga makna-makna dapat saling berhubungan. Dalam menyajikan makna-makna ini mufassir menggunakan ungkapan-ungkapan yang diambil dari al-Qur‟an sendiri dengan menambahkan kata-kata atau kalimat-kalimat penghubung, sehingga memberi kemudahan kepada para pembaca untuk memahaminya. Dengan kata lain makna yang diungkapkan itu biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat-ayat atau menurut pola-pola yang diakui jumhur ulama‟, dan mudah dipahami orang. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan metode ini, mufassir juga meneliti, mengkaji, dan menyajikan asbāb al-nuzūl atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat, dengan cara meneliti hadits-hadits yang berhubungan dengannya.

Contoh-contoh Kitab Tafsir menggunakan Metode Ijmālī

Di antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan Metode Ijmālī adalah :

  • Tafsīr al-Jalālain karya Jalal al-Din al-Suyuṭi dan Jalal al-Din al- Mahally

  • al-Tafsīr al-Mukhtaṣar karya Commite Ulama (Produk Majlis Tinggi Urusan Ummat Islam)

  • ṣafwah al-Bayān li Ma‟aniy al-Qur‟an karya Husnain Muhammad Makhmut

  • Tafsīr al-Qur‟an karya Ibn Abbas yang dihimpun oleh al-Fairuz Abady.

Metode Muqāran


Metode ini adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an yang yang mebahas suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau antar ayat dengan hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat para ulama‟ tafsir dengan menonojolkan segi perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.

Macam-macam Metode Muqāran

Dari pemaparan di atas, metode muqāran ini menjadi tiga bagian yaitu:

  • Perbandingan ayat al-Qur‟an dengan ayat lain

    Yaitu ayat-ayat yang memiliki persamaan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau kasus yang berbeda, atau ayat-ayat yang memiliki redaksi berbeda dalam masalah atau kasus yang (diduga) sama. Pertentangan makna di antara ayat-ayat al-Qur‟an dibahas dalam ilm al-nasikh wa al-mansukh.

    Dalam mengadakan perbandingan ayat dengan ayat yang berbeda redaksi di atas ditempuh beberapa langkah:

    1. menginventarisasi ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama atau yang sama dalam kasus berbeda;

    2. mengelompokkan ayat-ayat itu berdasarkan persamaan dan perbedaan redaksi;

    3. meneliti setiap kelompok ayat tersebut dan menghubungkannya dengan kasuskasus yang dibicarakan ayat bersangkutan; dan

    4. melakukan perbandingan.

    Perbedaan-perbedaan redaksi yang menyebabkan adanya nuansa perbedaan makna seringkali disebabkan perbedaan konteks pembicaraan ayat dan konteks turunnya ayat bersangkutan. Karena itu, "ilm al- munasabah dan „ilm asbāb al-nuzūl sangat membantu melakukan al-tafsir al-muqāran dalam hal perbedaan ayat tertentu dengan ayat lain. Namun, esensi nilainya pada dasarnya tidak berbeda.

  • Perbandingan ayat al-Qur‟an dengan Hadits

    Dalam melakukan perbandingan ayat al-Qur‟an dengan hadits yang terkesan berbeda atau bertentangan ini, langkah pertama yang harus ditempuh adalah menentukan nilai hadits yang akan diperbandingkan dengan ayat al-Qur‟an. Hadits itu haruslah shahih. Hadits dhaif tidak diperbandingkan, karena disamping nilai otentitasnya rendah, dia justru semakin bertolak belakang karena pertentangannya dengan ayat al-Qur’an. Setelah itu mufassir melakukan analisis terhadap latarbelakang terjadinya perbedaan atau pertentangan antara keduanya.

  • Perbandingan penafsiran mufassir dengan mufassir lain

    Mufassir membandingkan penafsiran ulama‟ tafsir, baik ulama‟ salaf maupun khalaf, dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, baik yang bersifat manqūl (pengutipan) maupun yang bersifat ra‟yu (pemikiran).

    Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an tertentu ditemukan adanya perbedaan di antara ulama‟ tafsir. Perbedaan itu terjadi karena perbedaan hasil ijtihad, latar belakang sejarah, wawasan dan sudut pandang masing-masing.

    Sedangkan dalam hal perbedaan penafsiran mufassir yang satu dengan yang lain, mufassir berusaha mencari, menggali, menemukan dan mencari titik temu di antara perbedaan-perbedaan itu apabila mungkin, dan mentarjih salah satu pendapat setelah membahas kualitas argumentasi masing-masing.

Contoh-contoh Kitab Tafsir dengan menggunakan metode Muqāran

Contoh-contoh Kitab Tafsir dengan menggunakan metode Muqāran antara lain :

  • Durrat al - Tanzīl wa Qurrat al-Takwīl (Mutiara al-Qur‟an dan Kesejukan al-Takwīl, karya al-Khātib al-Iskāfi.

  • Al - Burhān fī Tajwih Mutasyabih al-Qur‟an (Bukti Kebenaran dalam Pengarahan Ayat-ayat Mutasyabih al-Qur‟an), karangan Tāj al-Qara‟ al-Kirmāni.

Metode Mauḍū’i


Metode mauḍū‟i ialah metode yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbāb al-nuzūl, kosakata, dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen yang berasal dari al-Qur’an, hadis, maupun pemikiran rasional.

Jadi, dalam metode ini, tafsir al-Qur’an tidak dilakukan ayat demi ayat, melainkan mengkaji al-Qur’an dengan mengambil sebuah tema khusus dari berbagai macam tema doktrinal, sosial, dan kosmologis yang dibahas oleh al- Qur‟an.

Prinsip utama dari metode tematik adalah mengangkat isu-isu doktrinal kehidupan, isu sosial ataupun tentang kosmos untuk dikaji dengan teori al- Qur’an, sebagai upaya menemukan jawaban dari al-Qur’an terkait tema tersebut.

Dari pengertian di atas, akan timbul dua pemahaman terkait metode mauḍū‟i, yaitu :

  • Pertama , penafsiran menyangkut satu surat dalam al-Qur‟an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema ragam dalam surat tersebut antara satu dengan lainnya dan juga dengan tema tersebut, sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

  • Kedua, penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang dibahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat al-Qur‟an dan sedapat mungkin diurut sesuai dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh ayat-ayat tersebut, guna menarik petunjuk al-Qur‟an secara utuh tentang masalah yang dibahas itu.

Menurut al-Farmawiy, metode mauḍū‟i ada dua bentuk penyajian, yaitu :

  • Mauḍū’i Surat

    yaitu menjelaskan suatu surah secara keseluruhan dengan menjelaskan isi kandungan surah tersebut, baik yang bersifat umum atau khusus dan menjelaskan keterkaitan antara tema yang satu dengan yang lainnya, sehingga surah itu nampak merupakan suatu pembahasan yang sangat kokoh dan cermat.

    Langkah-langkah Mauḍū’i Surat

    Dalam hal langkah-langkah yang ditempuh untuk menentukan metode mauḍū’i surat, Muṣṭafā Muslim mengklasifikasikan menjadi empat langkah yaitu:

    1. Pengenalan nama surat

    2. Deskripsi tujuan surat dalam al-Qur‟an

    3. Pembagian surat ke dalam beberapa bagian

    4. Penyatuan tema-tema ke dalam tema utama.

    Contoh kitab tafsir dengan metode ini adalah:

    • Karya Syaikh Mahmud Syaltut (Tafsīr al-Qur‟an al-Karīm)

    • Karya Muhammad al-Ghazali (Naḥwa Tafsīr al-Mauḍū‟i li suwar al- Qur‟an al-karīm).

    • Karya al-Husaini Abu Farhah (al-Futūḥāt al-Rabbāniyyah fī al-Tafsīr al- Mauḍū‟i li al-āyāt al-Qur‟āniyyah).

  • Mauḍū’i atau Tematik

    Metode mauḍū’i atau tematik, bentuk kedua ini menghimpun pesan- pesan al-Qur‟an yang terdapat tidak hanya pada satu surat saja. Tafsir dengan metode mauḍū’i ialah menjelaskan konsep al-Qur’an tentang suatu masalah/tema tertentu dengan cara menghimpun seluruh ayat al-Qur‟an yang membicarakan tema tersebut. Kemudian masing-masing ayat tersebut di kaji secara komprehensif, mendalam dan tuntas dari berbagai aspek kajiannya. Baik dari segi *asbāb al-nuzūl-*nya, munasabah nya, makna kosa katanya, pendapat para mufassir tentangr makna masing-masing ayat secara par sial, serta aspek-aspek lainnya yang dipandang penting. Ayat-ayat tersebut dipandang sebagai satu kesatuan yang integral membicarakan suatu tema (mauḍū‟i) tertentu didukung oleh berbagai fakta dan data, dikaji secara ilmiah dan rasioanal.

    Langkah-langkah Mauḍū’i atau Tematik

    Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode yang kedua ini adalah:

    1. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur‟an yang akan dikaji secara tematik

    2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang ditetapkan, ayat makiyyah dan madaniyyah.

    3. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latarbelakang turunnya ayat atau asbāb al-nuzūl

    4. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut di dalam masing-masing suratnya.

    5. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna, dan utuh (outline).

    6. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis, bila dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan semakin jelas.

    7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan antara pengertian yang „ām dan khāṣ , antara yang muṭlaq dan yang muqayyad , mengsinkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif, menjelaskan ayat yang nāsikh dan mansūkh , sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-maknab yang sebenarnya tidak tepat.48

    Contoh-contoh Kitab Tafsir

    Diantara contoh-contoh kitab tafsir dengan metode mauḍū‟i atau tematik adalah:

    • Karya Syeikh Mahmud Syaltut

    • Karya Ustadz Abbas Mahmud al-„Aqqad

    • Karya Ustadz Abu al-A‟la al-Maududy

    • Karya Ustadz Muhammad Abu zahrah

    • Karya Dr. Ahmad kamal Mahdy

Referensi :
  • M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Metodologi Ilmu Tafsir , (Sleman: Teras, 2005)
  • Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur‟an, (Bandung: Pustaka Setia, 2004).
  • Azyumardi Azra (ed.), Sejarah & Ulum al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013).
  • Muḥammad Baqir aṣ-Ṣadr, Madrasah al-Qur‟aniyyah , Terj. Hidayaturakhman, (Jakarta:
  • Risalah Masa, 1992).
  • M. Quraish Shihab, et.al, Sejarah dan Ulumul Qur‟an, (Jakarta: Pusatak Firdaus, 2013)
  • Al-Ḥayy Al-Farmawy, Metode Tafsir Mauḍu‟ī: Suatu Pengantar , Terj. Sufyan A. Jamrah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996)
  • Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir & Aplikasi Model Penafsiran , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)
  • Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, (Jakarta: Rajawali Press, 2013)
  • Mundzir Hitami, Pengantar Studi al-Qur‟an Teori dan pendekatan , (Yogyakarta: Lk i S Yogyakarta, 2012)
  • Tim Sembilan, Tafsir Mauḍū‟i al-Muntaha, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), Jilid I
  • M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an , (Bandung: Mizan, 1992)
  • Muṣṭafā Muslim, Mabāḥiṡ fī al-Tafsīr al-Mauḍu‟ī , (Damaskus: Dār al-Qalam, 2000)
  • M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an, Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1997)
  • Acep Hermawan, Ulumul Qur‟an: Ilmu Untuk Memahami Wahyu, (Bandung :Remaja Posdakarya, 2011)