Berikut ini beberapa metode pendidikan anak dengan memperhatikan tingkat perkembangan dan aspek psikologis peserta didik dalam upaya mengembangan potensi sekaligus menanamkan nilai/akhlak karimah pada peserta didik:
1. Metode Keteladanan
Keteladanan (uswah hasanah) adalah memberikan teladan atau contoh yang baik kepada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pelajar cenderung meneladani pendidiknya, dasarnya karena secara psikologis pelajar memang senang meniru, tidak saja yang baik, tetapi yang tidak baik juga ditiru. Kecenderungan manusia untuk meniru belajar lewat peniruan, menyebabkan keteladanan menjadi sangat penting artinya dalam proses belajar mengajar. Apalagi bagi anak usia sekolah dasar yang mudah meniru perilaku orang yang mempunyai ikatan emosi dengannya.
Ketergantungan anak kepada orang tuanya mulai berkurang, terutama sesudah berusia 9 tahun. Peranan guru di sekolah semakin meningkat, tidak jarang anak-anak menjadikan gurunya sebagai idola. Pengaruh itu amat penting dalam pembentukan identitas si anak terutama guru kelas yang membawa kepribadian, agama, akhlak dan sikapnya ke dalam kelas. Dengan kata lain, keteladanan memiliki pengaruh yang besar terhadap peserta didik terutama saat proses pendidikan berlangsung.
Metode ini secara sederhana merupakan cara memberi contoh teladan yang baik – tidak hanya memberi dalam kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu peserta didik tidak segan-segan meniru dan mencontohnya, seperti shalat berjama’ah, kerja sosial dan partisipasi kegiatan masyarakat.
Ahmad Syauqi berkata,
“Jika guru berbuat salah sedikit saja, akan lahirlah murid-murid yang lebih buruk baginya”
Metode keteladanan ini senada dengan apa yang diungkapkan Albert Bandura dengan teori pemodelannya. Bandura percaya bahwa proses kognitif juga mempengaruhi Observastional Learning atau jika kita hanya belajar dengan cara trial-and-error, maka belajar menjadi sesuatu yang sangat sulit dan memakan waktu lama. Salah satu kontribusi yang sangat penting dari Albert Bandura adalah menekankan bahwa manusia belajar tidak hanya dengan classical dan operant conditioning, tetapi juga dengan mengamati perilaku orang lain. Yang mana teori tersebut disebutnya dengan peniruan atau modeling.
Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar social jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu adalah tidak baik
Beberapa tahapan terjadinya proses modeling yaitu meliputi:
- Atensi (perhatian)
Jika seseorang ingin mempelajari sesuatu, maka ia harus memperhatikannya dengan seksama. Sebaliknya semakin banyak hal yang menganggu perhatian, maka proses belajar akan semakin lambat, termasuk proses dengan mengamati ini.
- Mengingat (Retention)
Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diingini. Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari proses belajar.
- Reproduksi gerak (Reproduction)
Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkah laku, subjek juga dapat menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan keterampilan.
- Motivasi
Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu. Jadi subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan.
Adapun menurut Al-Ajami sebagaimana dikutip oleh Jeje Musfah beberapa aspek penting pendidikan dalam teladan adalah:
-
Manusia saling memengaruhi satu sama lain melalui ucapan, perbuatan, pemikiran, dan keyakinan
-
Perbuatan lebih besar pengaruhnya dibanding ucapan
-
Metode teladan tidak membutuhkan penjelasan
Umar bin Utbah berkata kepada guru anaknya:
“Hal pertama yang harus Anda lakukan dalam mendidik anakku adalah memperbaiki dirimu sendiri, karena matanya melihatmu. Kebaikan baginya adalah apa yang kau lakukan, dan keburukan adalah apa yang kau tinggalkan.”
Teori keteladanan yang telah dijelaskan tersebut diatas, digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan lewat keteladanan dan peniruan yang baik kepada peserta didik, agar memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan khususnya untuk perkembangan moral dan keagamaan peserta didik.
2. Metode Pembiasaan
Inti dari metode pembiasaan adalah pengulangan, yaitu sesuatu yang dilakukan peserta didik hari ini akan diulang keesokan harinya dan begitu seterusnya. Metode pembiasaan ini perlu diterapkan oleh pendidik dalam proses pendidikan. Sebagai contoh misalkan jika seorang anak telah terbiasa dengan sifat-sifat terpuji maka sikap tersebut akan tersimpan dalam system
limbic otak sehingga aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik tercover secara positif. Oleh karena itu, metode pembiasaan sesungguhnya sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai positif ke dalam diri anak didik, baik pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Metode ini akan semakin nyata manfaatnya jika didasarkan pada pengalaman. Artinya, peserta didik dibiasakan untuk melakukan hal-hal yang bersifat terpuji. Misalkan, peserta didik dibiasakan untuk mengucapkan salam ketika masuk kelas.
Pembiasaan ini juga dapat diartikan pengulangan atau dalam istilah metode pembelajaran modern dikenal dengan istilah driil. Oleh sebab itu, metode ini juga berguna untuk menguatkan hafalan peserta didik. Disinilah pengaruh penggunaan metode driil pada ranah kognitif peserta didik. Penggunaan metode ini walaupun kerap kali membosankan, dapat menjadi efisien karena peristiwa yang terjadi secara bersamaan dapat menghasilkan belajar.
Salah seorang tokoh psikologi yang memberi pengaruh terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan teori pembiasaan adalah, Edward Lee Thoorndike yang terkenal dengan teori connectionism (koneksionisme) yaitu belajar terjadi akibat adanya asosiasi antara stimulus dengan respon, stimulus akan memberi kesan pada panca indra, sedangkan respon akan mendorong seseorang untuk bertindak.
Thorndike mengungkapkan tiga prinsip atau hukum dalam belajar.
-
Pertama, law of readiness, belajar akan berhasil jika individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut.
-
Kedua, law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan, ulangan.
-
Ketiga, law of effect, belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.
Melalui percobaan yang dilakukan Thorndike dapat diambil kesimpulan bahwa, suatu tingkah laku pada awalnya sangat sulit untuk melakukannya, namun karena sering mengulanginya akhirnya ia terbiasa dan menguasai tingkah laku tersebut. Thorndike juga menyimpulkan bahwa perilaku individu dapat dikondisikan. Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan auatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Kebiasaan makan atau mandi pada jam tertentu, kebiasaan berpakaian, masuk kantor, kebiasaan belajar, bekerja dan lain-lain terbentuk karena pengkondisian.
3. Metode Nasehat
Metode lain yang penting dalam pendidikan selain metode pembiasaan, metode keteladanan dalam rangka mengoptimalkan perkembangan moral, sosial dan keagamaan /spiritual anak, adalah pendidikan dengan pemberian nasehat. Tetapi pada setiap nasihat yang disampaikannya ini selalu dengan teladan dari pemberi atau penyampai nasihat itu.
Menurut Al-Ajami sebagaimana dikutip oleh Jejen Musfah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pendidik, orang tua, dalam memberikan nasihat:
-
Memberi nasihat dengan perasaan cinta dan kelembutan. Nasihat orang- orang yang penuh kelembutan dan kasih sayang mudah diterima dan mampu merubah kehidupan manusia.
-
Menggunakan gaya bahasa yang halus dan baik.
-
Meninggalkan gaya bahasa yang kasar dan tidak baik, karena akan mengakibatkan penolakan dan menyakiti perasaan. Metode para nabi dalam dakwah adalah kasih sayang dan kelembutan.
-
Pemberi nasihat harus menyesuaikan diri dengan aspek tempat, waktu, dan materi.
-
Menyampaikan hal-hal yang utama, pokok, dan penting.
Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa metode nasehat yang diberikan pendidik terhadap anak didiknya sangatlah efektif, artinya pendidik hendaklah mendidik dan membimbing dengan memberikan nasehat-nasehat yang baik terhadap anak didiknya agar memiliki kesadaran akan hakikat sesuatu dan bersikap dengan akhlak karimah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Metode Perhatian dan Kasih Sayang
Secara psikologis anak-anak membutuhkan—dalam pergaulan dan persahabatan dengan mereka—kasih sayang dan perhatian. Anak-anak, kalangan remaja hingga orang dewasa pun sama-sama membutuhkan cinta dan kasih sayang. Kasih sayang merupakan hal yang sangat penting dalam sistem pengajaran dan pendidikan anak-anak. Pentingnya metode kasih sayang atau lemah lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
Carl Rogers, salah satu tokoh psikologi behavioristik berpendapat bahwa proses suasana (emotional approach) dalam pembelajaran bukan hasil dari belajar. Seorang guru harus lebih responsif terhadap kebutuhan kasih sayang dalam proses pendidikan. Perasaan gembira, tidak tertekan, nyaman adalah hal yang dinginkan dalam proses pembelajaran. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing- masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi- potensi yang ada pada diri mereka.
Teori belajar humanistik Rogers juga menitikberatkan pada metode student-centered, dengan menggunakan “komunikasi antar pribadi” yaitu berpusat pada peserta didik dengan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik untuk dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam suatu kehidupan.
Seorang psikolog humanistik lain yakni Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan jasmaniah-yang paling asasi- sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur menuntut sekali untuk dipuaskan.
Apabila kebutuhan ini terpuaskan, maka muncullah kebutuhan keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana. Berikutnya adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok, dan sebagainya. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong seseorang berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan prestasi sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain.
Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses pembelajaran misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan untuk memahami mengapa anak- anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar.
Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi / keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain. Oleh karena itu sangat penting bagi seorang pendidik untuk selalu melandasi proses pendidikan dengan kasih sayang dan memperhatikan pribadi peserta didik.
Perlu diperhatikan oleh para pendidik bahwa kasih sayang yang berlebihan akan menumbuhkan sifat egois pada anak, yang merasa bahwa dirinya adalah pusat dari kehidupan. Nanti setelah ia dewasa bila ia tidak mendapatkan perhatian seperti yang didapatkannya saat kecil ia akan merasa bahwa dunia ini tidak menghargainya. Hal ini dapat memunculkan sifat agresif dan juga menyendiri. Keduanya ini terjadi mungkin karena kehilangan kasih sayang atau terlalu berlebihan atau dimanjakan.
Seorang pendidik yang mengabaikan cinta dan kasih sayang tidak akan mampu membangun hubungan yang baik dengan peserta didiknya, dan ia pasti gagal dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikan kepadanya. Seorang pendidik yang penuh perhatian dan kasih sayang akan lebih memberikan pengaruh terhadap peserta didiknya. Namun pendidik yang miskin cinta tidak akan dapat menjadikan peserta didiknya sebagai pendengar yang baik.
5. Metode Bercerita
Sebuah cerita merupakan refleksi kehidupan nyata, sehingga memiliki daya tarik tersendiri bagi pendengar dan pembacanya, termasuk anak-anak. Alur dan tutur cerita memberikan sentuhan emosi yang luar biasa dalam kesehariaan anak, sehingga cerita memberikan banyak manfaat bagi perkembangan kepribadian anak. Di samping dapat menciptakan suasana menyenangkan, bercerita dapat mengundang dan merangsang proses kognisi, khususnya aktivitas berimajinasi, dapat mengembangkan kesiapan dasar bagi perkembangan bahasa, dapat menjadi sarana untuk belajar, serta dapat berfungsi untuk membangun hubungan yang akrab.
Berikut ini beberapa manfaat cerita bagi kepribadian anak:
-
Mengembangkan kemampuan berbicara dan memperkaya kosa kata anak. Bagi anak-anak usia SD cerita juga bisa melatih dan memperkaya kemampuan berbahasa dan memahami struktur kalimat yang lebih kompleks.
-
Bercerita atau mendongeng merupakan proses mengenalkan bentuk- bentuk emosi dan ekspresi kepada anak, misalnya marah, sedih, gembira, kesal dan lucu. Karena itu, ketika bercerita pendidik hendaknya memberikan penekanan intonasi pada bentuk emosi tertentu,
dengan menunjukkan mimik atau ekspresi yang sesuai, sehingga anak mampu mengenali dan memahami bentuk-bentuk emosi tersebut.
-
Memberikan efek menyenangkan, bahagia dan ceria, khususnya bila cerita yang disajikan adalah cerita lucu. Secara psikologis, cerita lucu membuat anak senang dan gembira. Rasa nyaman dan bahagia lebih memudahkannya untuk meyerap nilai-nilai yang diajarkan melalui cerita.
-
Mentimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak, memperkuat daya ingat, serta membuka cakrawala pemikiran anak menjadi lebih kritis dan cerdas. Alur cerita dengan menampilkan bentuk-bentuk emosi akan menumbuhkkembangkan daya imajinasi anak, sehingga ia merasakan senang belajar dengan membayangkan cerita tersebut.
-
Dapat menumbuhkan empati dalam diri anak. Jika anak dibacakan cerita yang menyentuh jiwa dan perasaan atau bahkan cerita yang bersumber dari pengalaman masa kecil, kejadian-kejadian di lingkungan sosial atau tayangan televisi yang menarik dan menyentuh sisi kemanusiaan, maka perasaannya akan tersentuh dan ia mulai memiliki rasa empati, mulai dapat membedakan mana yang pantas ditiru dan harus dijauhi.
-
Melatih dan mengembangkan kecerdasan anak. Cerita tidak saja menyenangkan, tetapi memberikan manfaat luar biasa bagi kecerdasan anak secara inteligen (kognitif), emosional (afektif), spiritual dan visual anak.
-
Merupakan cara paling baik untuk mendidik tanpa kekerasan, menanamkan nilai moral dan etika juga kebenaran, serta melatih kedisiplinan. Anak lebih bisa memahami hal yang perlu ditiru dan yang tidak boleh ditiru melalui cerita yang kita ungkapkan.
-
Membangun hubungan personal dan mempererat ikatan batin pendidik dengan anak. Membacakan cerita merupakan kesempatan bagi pendidik untuk lebih dekat dengan peserta didik mereka, sehingga terbina sebuah komunikasi yang baik.
Metode bercerita ini masih efektif diterapkan pada anak usia sekolah dasar. Ini dikarenakan pada usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan anak mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Pada awal masa ini, diperkirakan bahwa anak mengetahui rata-rata antara 20.000 – 24.000 kata, dan pada akhir masa (usia 11-12 tahun) telah dapat menguasai 50.000 kata.
Anak-anak suka mendengarkan cerita yang sesuai dengan perkembangan kecerdasannya. Bagi mereka, cerita itu tidak terlalu dibedakannya dari dunia kenyataan. Keadaan ini dapat dimanfaatkan untuk membentuk dan membina identitas anak, karena ia meniru tokoh cerita yang dibaca, didengar atau dilihatnya.
Oleh karena itu materi cerita harus menyajikan tokoh-tokoh yang saleh, yang perbuatannya terpuji. Seorang pendidik harus mampu memilah tema cerita yang akan disampaikan kepada peserta didik agar cerita dapat menjadi suatu pelajaran bagi mereka.
6. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode yang sangat erat hubungannya dengan belajar memecahkan masalah (problem solving). Aplikasi metode ini biasanya melibatkan seluruh siswa atau sejumlah siswa tertentu yang diatur dalam bentuk kelompok-kelompok. Tujuan penggunaan metode diskusi ialah untuk memotivasi (mendorong) dan memberi stimulasi kepada siswa agar berpikir dengan renungan yang dalam. (reflective thinking). Metode diskusi ini juga dapat diterapkan pada anak akhir masa usia sekolah dasar, karena pada masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana. Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya.
Menurut psikologi kognitivistik, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu dengan jalan mengaitkan pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang sudah ada. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Piaget berpendapat bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Melalui metode diskusi peserta didik dilatih untuk berfikir secara aktif dan mengoptimalkan perkembangan bahasa dan social anak melalui interaksi dengan teman sebaya maupun pendidik.
Selain itu berdasar teori kognitif Piaget maka seorang pendidik harus memahami bahwa bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya. Dengan demikian materi diskusi yang disajikan hendaknya sesuai dengan taraf berfikir peserta didik dan mempunyai keterkaitan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari.
7. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode pendidikan dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui pengguaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.
Tujuan dari penggunaan metode demonstrasi dalam pembelajaran ialah untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu.
Ada asumsi psikologis yang melatarbelakangi perlunya penggunaan metode demonstrasi dalam PBM, yakni belajar adalah proses melakukan dan mengalami sendiri (learning by doing and experience) apa-apa yang dipelajari. Dengan melakukan dan mengalami sendiri, siswa diharapkan dapat menyerap kesan yang mendalam ke benaknya.
Ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, peserta didik membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Banyak keuntungan psikologis paedegogis yang dapat diraih dengan menggunakan metode demonstrasi, antara lain yakni:
-
Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan
-
Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari;
-
Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.
8. Metode Bermain
Proses pembelajaran anak termasuk pada usia sekolah dasar sebaiknya dilakukan melalui metode bermain karena dunia anak adalah dunia permainan. Namun hal ini hendaknya tidak disalah artikan dengan istilah “main-main”. Bermain bukan sekedar bermain, tetapi merupakan kebutuhan pokok dan hal inilah yang harus dipahami oleh pendidik. Permainan merupakan ilmu, seni, dan pendidikan, untuk orang dewasa–terlebih lagi – untuk anak-anak.
Proses belajar dapat merupakan proses yang sangat membosankan untuk dikerjakan oleh anak-anak maupun remaja, sedangkan mereka biasanya lebih tertarik dengan permainan. Karena, proses bermain dan alat-alat permainan merupakan perangkat komunikasi, khususnya bagi anak-anak.
Dengan bermain, anak-anak mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya. Karena itu, dengan permainan dan alat-alatnya, seseorang dapat mengetahui gejolak serta kecenderungan jiwa anak sekaligus dapat mengarahkannya.
Melalui bermain anak-anak belajar berkomunikasi dengan lingkungan hidupnya, lingkungan sosialnya serta dengan dirinya sendiri. Melalui bermain anak-anak belajar mengerti dan memahami lingkungan alam dan sekitarnya. Melalui bermain anak-anak belajar mengerti dan memahami interaksi sosial dengan orang-orang di sekelilingnya. Melalui bermain anak-anak mengembangkan fantasi, daya imajinasi dan kreativitasnya. Sekolah telah mengakui nilai bermain yang mendidik dengan mencakupkan permainan dan olahraga, drama, seni rupa, atau seni suara yang teratur dalam kurikulum.
Menurut Erikson dan Sigmund Freud berdasarkan teori psychoanalytic, bermain membantu anak menguasai kecemasan dan konflik. Dengan bermain anak dapat menyalurkan energi dan emosi yang tertahan serta mengekspresikan dirinya sehingga hal tersebut bisa meningkatkan kemampuan anak untuk menghadapi masalah dan mengurangi kecemasan dalam dirinya. Menurut Freud, melalui bermain dan berfantasi anak dapat mengemukakan harapan-harapan dan konflik serta pengalaman yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata, contoh, anak main perang-perangan untuk mengekspresikan dirinya, anak yang meninju boneka dan pura-pura bertarung untuk menunjukkan kekesalannya.
Jean Piaget melihat bahwa permainan adalah aktivitas yang dibatasi oleh dan medium yang mendorong perkembangan kognitif anak. Bermain memungkinkan anak mempraktikkan kompetensi dan keahlian mereka dengan cara lebih rileks dan menyenangkan. Vygotsky juga percaya bahwa permainan adalah latar yang sangat baik untuk perkembangan kognitif. Dia terutama tertarik pada aspek simbolik dan berpura-pura dari permainan, seperti ketika seorang anak menunggangi tongkat seolah-oleh itu adalah kuda. Bagi anak, situasi imajiner tersebut nyata. Orang tua harus mengembangkan permainan imajiner seperti itu karena permainan tersebut mempercepat perkembangan kognitif anak, khususnya kreatifitas. Konsep abstrak yang membutuhkan kemampuan kognitif juga terbentuk melalui bermain, dan menyerap dalam hidup anak sehingga anak mampu memahami dunia disekitarnya dengan baik. 126
Elizabeth B. Hurlock, salah seorang pakar perkembangan anak, menuliskan dalam buku “Perkembangan anak” ada 11 manfaat bagi perkembangan anak yang dapat diraih dari kegiatan bermain, yaitu:
Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuhnya. Bermain juga berfungsi sebagai penyaluran tenaga yang berlebihan yang terpendam terus akan membuat anak tegang, gelisah, dan mudah tersinggung.
- Dorongan Berkomunikasi atau Perkembangan Sosial
Agar dapat bermain dengan baik bersama anak yang lain, anak harus belajar berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka harus belajar mengerti apa yang dikomunikasikan anak lain.
- Penyaluran Bagi Kebutuhan Dan Keinginan
Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain sering kali dapat dipenuhi dengan bermain. Anak yang tidak mampu mencapai peran pemimpin dalam kehidupan nyata mungkin akan memperoleh pemenuhan keinginan itu menjadi pemimpin tentara mainan.
Bermain memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal melalui buku, televise, atau menjelajah lingkungan yang tidak diperoleh anak dari belajar di rumah atau sekolah. Bermain sambil belajar akan memberikan dua manfaat sekaligus pada anak; yaitu kesenangan, serta kecintaan terhadap ilmu pengetahuan sejak dini.
- Rangsangan Bagi Kreativitas
Melalui eksperimentasi dalam bermain, anak-anak menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan. Selanjutnya mereka dapat mengalihkan minat kreatifnya ke situasi di luar bermain.
- Perkembangan Wawasan Diri
Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan dengan temannya bermain. Ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan konsep dirinya dengan lebih pasti dan nyata.
Walaupun anak belajar di rumah dan di sekolah tentang apa saja yang dianggap baik dan buruk oleh kelompok, tidak ada pemaksaan standar moral paling teguh selain dalam kelompok bermain.
- Belajar Bermain Sesuai Dengan Peran Jenis Kelamin
Anak belajar di rumah dan di sekolah mengenai apa saja peran jenis kelamin yang disetujui. Akan tetapi, mereka segera menyadari bahwa mereka juga harus menerimanya bila ingin menjadi anggota kelompok bermain.
- Perkembangan Ciri Kepribadian Yang Diinginkan
Dari hubungan dengan anggota kelompok teman sebaya dalam bermain, anak belajar bekerja sama, murah hati, jujur, sportif, dan disukai orang.
Kalau ada ilmu yang dapat menjerumuskan manusia bila digunakan secara keliru, maka demikian pula dengan permainan. Ada permainan yang dapat menjerumuskan manusia, membahayakan fisik dan jiwa mereka, bahkan dapat membahayakan masyarakat dan masa depan bangsa.128 Maka sudah seharusnya para pendidik selalu memberi pengarahan dan bimbingan pada permainan anak dalam proses pendidikan.
- Metode Reward & Punishment
Reward & Punishment merupakan metode dengan pemberian reinforcement dapat berupa penghargaan atau hukuman kepada peserta didik. Metode ini menjadi motivasi eksternal bagi peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebab, khususnya anak-anak dan remaja awal jika disuguhkan hadiah untuk mereka yang dapat belajar dengan baik dan ancaman bagi mereka yang tidak disiplin, mayoritas peserta didik akan dapat termotivasi belajar dan bersikap disiplin. hal ini bisa terjadi karena secara psikologi manusia memiliki kecenderungan berbuat baik dan mendapat balasan dari perbuatan baiknya.
Teori penguatan atau reinforcement juga disebut juga operant conditioning dan tokoh utama teori ini adalah Skinner. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Berbagai perilaku manusia dapat ditimbulkan berulang kali dengan adanya penguatan setelah respon. Respons itu dapat berupa: suatu pernyataan, gerakan, tindakan. Skinner menganggap bahwa reward atau reinforcement merupakan faktor terpenting dalam proses belajar dan berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingah laku.
Reinforser atau penguat dapat dibagi menjadi dua golongan: primer dan sekunder. Reinforser primer merupakan reinforser yang memperoleh nilainya setelah diasosiasikan dengan reinforser primer atau sekunder lainnya yang sudah mantap. Angka-angka dalam rapor baru mempunyai nilai bagi siswa bila orang tuanya memberikan perhatian dan pujian orang tua mempunyai nilai sebab pujian itu terasiasi dengan kasih sayang, kemesraan dan reinforser lainnya. Ada tiga dasar reinforser sekunder, yaitu reinforser sosial seperti (pujian, senyuman atau perhatian), reinforser aktifitas seperti pemberian mainan, atau kegiatan-kegiatan yang menyenagkan), dan reinforser simbolik (seperti uang, angka, bintang atau poin yang dapat ditukarkan untuk reinforser lainnya).
Kerap kali reinforser-reinforser yang digunakan di sekolah merupakan hal-hal yang diberikan pada siwa-siswa. Reinforser-reinforser ini disebut reinforser positif dan berupa pujian, angka dan bintang. Tetapi ada kalanya untuk memperkuat perilaku ialah dengan membuat konsekuensi perilaku suatu pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan. Misalnya, seorang guru dapat membebaskan para siswa dari pekerjaan rumah, jika mereka berbuat baik dalam kelas. Jika pekerjaan rumah dianggap sebagai suatu tugas yang tidak menyenangkan, maka bebas dari pekerjaan rumah ini merupakan reinforser. Reinforser-reinforser yang berupa pelarian dari situasi-situasi yang tidak menyenangkan disebut reinforser negatif.