Sumber: Gambar Al-Quran Surat Ibrahim [14] Ayat 7 - Buletin Online Jum'at
Covid-19 merupakan penyakit akibat virus baru (SARS-Cov-2) yang menyebabkan berbagai disrupsi yang tidak hanya mengancam kesehatan fisik tapi juga mengancam kesehatan mental di seluruh populasi. Minimnya pengetahuan terkait covid-19 meningkatkan kepanikan. Meskipun penting untuk tetap mendapat informasi, membaca atau mendengarkan berita tentang covid-19 justru menyebabkan kekhawatiran. Upaya pencegahan covid-19 oleh pemerintah justru menjadi pisau bermata dua. Individu dalam isolasi dapat menjadi lebih cemas, marah, stres, gelisah, dan menarik diri selama wabah. Kekhawatiran, cemas, panik, takut akan pikirannya sendiri serta mudah tersinggung, gelisah dan mudah terkejut yang dimanifestasikan oleh individu ini merupakan simptom gangguan mental.
Bahkan sebelum pandemi merebak, Indonesia sudah mengalami darurat kesehatan mental. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa sepertiga jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar berusia anak-anak hingga dewasa mengalami gangguan mental dengan tipe kecemasan dan depresi berat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Lima tahun berikutnya, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan pada usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6.1% dari jumlah penduduk Indonesia sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019). Dengan adanya pandemi covid-19 yang melanda Indonesia, bukan tidak mungkin angka ini akan meningkat. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian lebih. Stresor psikologis dapat memicu pelepasan hormon stres seperti glukokortikoid dan katekolamin (epinefrin dan nor-epinefrin) yang pada akhirnya dapat mempengaruhi respon imun melalui beberapa jalur (Wardana, 2011). Penekanan fungsi sistem imun akan menyebabkan peningkatan kerentanan seseorang terhadap terjadinya penyakit-penyakit infeksi termasuk covid-19. Secara lebih lanjut, gangguan mental dapat memicu seseorang bertindak irasional dan berisiko seperti melakukan bunuh diri atau tindakan kriminal.
Salah satu pendekatan psikologi yang berkembang beranggapan pada rasionalitas jika perasaan atau emosi dan perilaku individu sebagian besar dipengaruhi atau disebabkan bagaimana individu memandang dunia (Beck, 1979). Ini dapat diartikan bahwa cara berpikir dan kepercayaan ( mindset ) mempengaruhi sikap dan perilaku. Seseorang dengan pikiran negatif cenderung memiliki perasaan negatif dan begitu pula sebaliknya.
Lalu, apa yang dapat dilakukan?
Rubah mindset. Ada sebuah psikoterapi yang disebut dengan gratitude training atau yang bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia disebut pelatihan kebersyukuran. Upaya tersebut meliputi mengidentifikasi pikiran-pikiran tidak bersyukur dan menggantinya dengan pikiran yang bersyukur, melakukan positive self-talk , mengoreksi diri setiap hari apa saja hal-hal yang disyukuri kemudian ditulis dalam gratitude journal. Upaya ini juga direkomendasikan oleh Mental of Health yang menganjurkan populasi secara umum menulis tiga hal yang patut disyukuri setiap hari. Carilah hal-hal yang baik: para caregiver (menghormati petugas kesehatan yang mendukung orang-orang yang terkena dampak covid-19), waktu bersama keluarga, dan kebaikan lainnya. Ini adalah sebuah terapi yang sederhana, dapat dilakukan sendiri tanpa konsultan, tidak memakan waktu lama, tidak tergantung pada obat-obatan, serta murah. Beneficial, bukan?
Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa pelatihan kebersyukuran telah banyak digunakan untuk meningkatkan kesehatan mental. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Megawati, Rini Lestari, dan Sri Lestari (2019) pada remaja yang tinggal di panti asuhan menunjukkan bahwa pelatihan kebersyukuran efektif untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif. Penelitian lain yang dilakukan Hidayati (2018) yang dilakukan kepada siswa sekolah dasar secara spesifik menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pelatihan kebersyukuran terhadap penurunan kecemasan menghadapi ujian. Penelitian Emmons & McCullough (2003) menemukan bahwa melakukan pelatihan kebersyukuran selama 16 hari dapat memicu restrukturisasi kognitif yang mendorong perkembangan emosi positif dan keinginan untuk berbuat baik bagi orang lain.
Menurut Snyder dan Lopez (2002) bersyukur merupakan upaya menumbuhkan emosi positif dalam diri individu. Pelatihan kebersyukuran dapat merangsang proses perubahan persepsi seseorang tentang kondisi yang tidak menyenangkan menjadi situasi yang dapat diterima. Pelatihan kebersyukuran diharapkan dapat membangun emosi positif sehingga mampu mengatasi bias negatif yang berdampak pada meningkatnya mental - wellbeing . Manfaat bersyukur ini sebenarnya telah disebutkan Allah SWT dalam Q.S. Ibrahim ayat 7:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim 14:7)
Wabah covid-19 menyebabkan banyak hal menjadi di luar kendali dan memikirkannya hanya akan membuat lelah. Selama masa krisis dan penuh distres cobalah untuk mengalihkan fokus ke hal yang dapat dikontrol, yakni mindset Anda sembari tetap mendukung program preventif dan penanggulangan dampak penyakit covid-19 di Indonesia.
Referensi:
- Beck, A. T. 1979. Depression: Clinical, Experimental, and Theoritical Aspects. New York: Harper and Row.
- Emmons, R. A., & McCullough, M. E. 2003. Counting blessings versus burdens: An experimental investigation of gratitude and subjective well being in daily life. Journal of Personality and Social Psychology.
- Hidayati, N.A. 2018. Pelatihan Kebersyukuran untuk Mengurangi Kecemasan Menghadapi Ujian Siswa Sekolah Dasar. Skripsi Universitas Muhammadiyah Malang .
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 . Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 . Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
- Megawati, P., Lestari, R., dan Lestari, S. 2019. Gratitude training to improve subjective well-being among adolescents living in orphanages. Humanitas Indonesian Psychological Journal Vol. 16 No.1
- Snyder dan Lopez. 2002. Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (2002). Handbook of Positive Psychology . New York: Oxford University Press.
- Wardana, M. 2011. Psychoneurodermatology Disease. PNI in Dermatologi