Menurut kalian, bagaimana eksistensi musik keroncong saat ini?

22022017013305Fakta musik keroncong

Keroncong adalah jenis musik khas Indonesia yang menggunakan instrumen musik dawai, flut, dan vokal. Akar keroncong berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado yang diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara. Dari daratan India (Goa) masuklah musik ini pertama kali di Malaka dan kemudian dimainkan oleh para budak dari Maluku. Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini.

Bentuk awal musik ini disebut moresco (sebuah tarian asal Spanyol, seperti polka agak lamban ritmenya), di mana salah satu lagu oleh Kusbini disusun kembali kini dikenal dengan nama Kr. Muritsku, yang diiringi oleh alat musik dawai. Musik keroncong yang berasal dari Tugu disebut keroncong Tugu. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan. Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya grup musik Beatles dan sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Lalu bagaimana menurut anda eksistensi musik keroncong saat ini?

1 Like

Walaupun tidak terlalu terdengar lagi, nyatanya musik keroncong masih ada eksistensinya hingga saat ini. hanya saja, musisi-musisi indonesia saat ini lebih menggunakan genre yang sedang ngetrend sekarang sehingga keroncong seakan tertutupi dengan genre-genre tersebut. terutama banyaknya asupan aliran musik dari mancanegara yang sangat mempengaruhi bagaimana permusikan kita saat ini

Seni musik Indonesia yang bersistem pentatonic seperti gamelan slendro dan pelog, serta sistem barat yang bersifat diatonic menjadi dasar utama perkembangan musik keroncong. Cara menyanyikan lagu keroncong berciri khas dengan cengkok, nggandul, greget dan embat yang mengesankan nyanyian (tembang) dengan iringan khas slendro/pelog bergaya Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Bali. Ciri khas keroncong asli selain bentuk, gayanya terpengaruh permainan gendang dalam gamelan, juga kotekan dan gedugan dari musik para petani ketika mengetam padi atau permainan kotekan peronda malam di desa dengan tong-tong yang dibuat dari seruas bambu. Pada mulanya musik keroncong bercirikan alat musik ukulele, tetapi dalam perkembangannya alat musik ini tidak harus ada.

Sejak kedatangannya di bumi Nusantara dan menjadi musik yang diterima rakyat, keroncong telah mengalami berbagai perkembangannya. Selain dikenal sebagai sajian konser musik, keroncong juga dipopulerkan lewat pergelaran beberapa jenis pertunjukan teater seperti stambul, yang populer sejak tahun 1890-an. Stambul merupakan kreasi August Mahieu, peranakan Indo-Eropa di Surabaya yang menggunakan keroncong sebagai musik latar untuk permainan stambul. Pemain stambul berasal dari Sumatera, Jawa, dan Malaka yang kemudian memasukkan lagu-lagu daerahnya dan menjadi keroncong campuran.

Pada pertengahan awal abad ke-20 (1920-1942) merupakan masa yang dinamis dalam sejarah perkembangan musik keroncong. Pada tahun 1920-an banyak lahir kelompok keroncong di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogjakarta, dan Solo. Sebagian pemainnya masih terdiri dari orangorang Belanda. Dengan adanya unsur-unsur pemusik Barat terutama di Jakarta, Surabaya, dan Bandung mendorong timbulnya “cap Barat” pada musik keroncong. Hal itu juga semakin diperkuat dengan kenyataan perilaku para pelaku dan penikmat keroncong yang cenderung eksklusif. Kebiasaan bernyanyi sambil minum-minuman keras, dansa-dansi, pesta-pesta dengan meniru budaya Barat.

Pada masa Jepang terdapat tiga aliran yang berkembang yaitu aliran militer, aliran yang menghendaki pimpinan oleh Jepang, dan aliran kebudayaan.18 Aliran kebudayaan yang ingin menguasai Indonesia secara kebudayaan yaitu dengan mengajarkan sejarah kebudayaan Jepang seperti tarian (odori), lagu, dan bahasa Jepang. Pada awal pendudukan Jepang keroncong mengalami kemunduran, tetapi karena kebudayaan Barat dikikis habis maka apresiasi terhadap keroncong justru semakin maju terutama dikembangkan oleh para penganut aliran kebudayaan. Sejak masa pendudukan Jepang dan revolusi melahirkan keroncong yang berbeda sekali dengan yang dikenal sebelumnya. Irama berubah menjadi lamban, mandolin diganti guitar, mandolin kecil dan tamburin hilang.

Di Jawa Tengah, keroncong berakulturasi dengan alat musik tradisional setempat seperti gamelan. Fungsi alat musik modern diidentikkan dengan fungsi alat musik dalam gamelan. Bass diidentikkan dengan gong, cello dengan gendang, gitar dan biola atau seruling dengan gambang serta rebab. Lagu-lagu dari Jawa Tengah lebih tenang dan lembut. Irama dan perpindahan nadanya lebih lambat sehingga memungkinkan banyak cengkok dalam menyanyikan lagunya. Cara menyanyikan dengan banyak cengkok juga identik dengan cara menyanyi lagulagu Jawa sehingga berkembang satu bentuk atau corak musik keroncong yang dikenal dengan langgam (keroncong Jawa). Langgam Jawa memiliki cirri khusus pada penambahan instrument antara lain siter, kendang, saron, dan suluk berupa introduksi vocal tanpa instrument untuk membuka sebelum irama dimulai secara utuh. Langgam keroncong contohnya lagu Bengawan Solo karya Gesang dan Telaga Sarangan karya Ismanto. Ada juga lagu Yen ing Tawang karya Andjar Anny yang bercirikan notasi pentatonik dan berbahasa Jawa. Akulturasi di Jawa Barat melahirkan Gambang Kromong, contohnya lagu Jali-Jali yang bertempo cepat dan syairnya berbentuk pantun. Pada tahun 1968 Langgam Jawa berkembang menjadi Campursari.

Pada era 1970-an musik keroncong telah dikemas sebagai musik modern karena memainkan musik-musik pop. Keroncong dianggap sebagai jenis musik pop pertama di Indonesia. Lagu-lagu pop dinyanyikan dengan gaya keroncong menjadi populer seperti yang dilakukan Koes Plus dengan lagu Bunga di Tepi Jalan, Favorite Group, C’Blues yang merilis album-album berlabel keroncong. Terlebih dengan diselenggarakannya kompetisi musik khususnya keroncong sejak tahun 1960an sampai 1980an banyak artis keroncong yang diorbitkan pada masa itu seperti Waldjinah, Titiek Puspa, Toto Salmon, Mus Mulyadi, Mamiek Slamet, Soendari Soekotjo, dan Koes Hendratmo.

Selain karena pengaruh industri musik, perkembangan keroncong juga mendapat pengaruh dari kekuasaan politik. Hal itu terjadi ketika keroncong bisa dijadikan sarana propaganda kebijakan-kebijakan politik penguasa. Pada masa Orde Baru melalui kekuasaan Harmoko selaku Menteri Penerangan, keroncong menjadi maju karena sengaja dikembangkan untuk tujuan politik. Misalnya dengan dibentuknya Artis Safari yang di dalamnya melibatkan artis keroncong yang akan siap mendukung kampanye menjelang pemilu. Lagu-lagunya antara lain Keroncong Bahana Pancasila, Keroncong Tanah Airku, Keroncong Pembangunan atau Keroncong Repelita. Hal itu serupa, ketika pada masa revolusi jenis musik keroncong sangat familier di telinga masyarakat yang mengantarkan lagu-lagu perjuangan. Beberapa lagunya antara lain Jembatan Merah, Rangkaian Melati, Selendang Sutera, dan Pahlawan Merdeka. Bahkan lagu-lagu karya Ismail Marzuki seperti Sepasang Mata Bola menjadi lagu perjuangan yang syairnya mampu menyihir para pejuang muda dan tanpa sengaja tertanam dalam sanubarinya.

Musik keroncong saat ini hampir tidak pernah menampakkan eksistensinya baik lewat penciptaan lagu maupun pementasan. Jika dahulu keroncong bisa dijumpai di tempat-tempat hajatan seperti pernikahan, syukuran, kini hampir tidak dilakukan lagi. Dalam hal ini keberadaan keroncong terdesak oleh orgen tunggal yang lebih mampu melayani berbagai jenis musik mulai dari pop, dangdut, campur sari dan keroncong. Dari sisi efisiensi orgen tunggal jauh lebih praktis, karena hanya dengan membawa satu instrumen dapat memberi pelayanan banyak hal. Sebaliknya dengan keroncong, banyak instrumen dan banyak orang yang terlibat tetapi masih mempunyai keterbatasan dalam memainkan jenis lagu. Keterbatasan ini merupakan hambatan dalam pengembangan musik keroncong pinggiran.

Di kalangan anak-anak muda terdapat upaya untuk melestarikan keroncong. Salah satunya adalah munculnya lagu Kroncong Protol yang dibawakan oleh Bondan Prakoso dan Fade2Black yang memadukan unsur keroncong dengan musik hip-hop. Komunitas musik pop menganggap hal tersebut sebagai terobosan yang cerdas karena mencoba mengangkat pamor musik keroncong kembali ke permukaan. Upaya Bondan menghadirkan keroncong dalam industri sebenarnya juga merupakan upaya untuk mempertahankan keroncong. Namun demikian langkah mereka terhenti karena sebagian kalangan menganggap apa yang dilakukan Bondan dan kawan-kawannya menghina pakem keroncong yang sakral. Upaya Bondan dianggap merusak tradisi keroncong, dan musiknya dinilai bukan sebagai musik keroncong hanya karena masuknya instrumen musik yang sebelumnya tidak biasa ada, atau aransemen musiknya dianggap bukan aransemen keroncong.

Referensi

Darini, Ririn. 2012. Keroncong: Dulu dan Kini. Mozaik Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora. Vol 6, No 1 : 19- 31.

Saya setuju bahwa bisa dibilang, musik keroncong sudah mulai meredup pamornya dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini tidak bisa terlepas dari stereotip yang menyertai genre musik yang satu ini yang sering dikaitkan dengan musiknya generasi tua. Mungkin ada beberapa anak muda yang berpotensi menyukai keroncong, namun beralih ke musik yang lebih kekinian karena stereotip ini.

Mengenai eksistensinya, saya yakin musik keroncong masih hidup hingga kini walaupun tidak setenar dulu. Masih ada banyak komunitas-komunitas dan grup musik keroncong yang masih menghidupkannya di tengah gempuran zaman.

Ada dalam beberapa kasus, genre musik yang pernah sangat populer, lalu meredup, lalu dibangkitkan lagi sehingga popularitasnya naik lagi. Seperti yang terjadi pada musik ragtime yang dulu pernah sangat populer di Amerika Serikat pada awal 1900-an, lalu meredup pada dekade 1930-an, kalah oleh musik Jazz saat itu. Pada tahun 1970-an genre ini dibangkitkan lagi. Pada 1971, album ragtime Scott Joplin yang dimainkan oleh Joshua Rifkin berhasil meraih Grammy Awards.

Nah demikian juga dengan keroncong. Jika suatu saat nanti ada yang mau dan mampu menghidupkan kembali genre ini, saya yakin popularitasnya bisa kembali melejit seperti dahulu.

Keroncong revival? It’s possible!

Kalau menurut saya eksistensi musik keroncong masih lumayan terjaga dengan baik dengan hadirnya komunitas - komunitas dan orkes - orkes keroncong seperti orkes keroncong Jempol Jenthik dari Bandung dan yang lainnya. Keroncong juga sempat mendapatkan ketenaran di Indonesia pada era 60’an. tetapi memang harus dipungkiri jika keroncong memang mengalami penurunan popularitas setelah genre - genre musik baru bermunculan seperti rock, metal, pop pada 1970 - 2000an dan kini kita juga sudah mengenal genre Kpop, Jpop, dan musik - musik yang menggunakan teknologi DJ dan Launch pad sehingga tidak banyak yang memainkan musik kroncong lagi di masa sekarang. tetapi tentu ada usaha pelestarian dari musik keroncong sendiri yang merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki oleh Indonesia. usaha itu datang dari musisi senior keroncong seperti Indra Utami Tamsir, yang baru baru ini menelurkan sebuah album keroncong terbaru miliknya dan bertekad melahirkan generasi baru keroncong di Indonesia dan keroncong sendiri juga lumayan populer di luar negeri karena sering dipertunjukan di acara - acara internasional.

musik keroncong masih terdengar eksotis di telinga saya. Walaupun tidak terlalu memahami keroncong, tapi menurut saya musik keroncong tidak kalah bagusnya dengan musik-musik modern. Saya rasa eksistensi musik keroncong kini masih ada walaupun secara popularitas kalah dengan jenis musik lainnya. Menurut saya untuk meningkatkan kembali popularitasnya, mungkin dibutuhkannya peran anak muda untuk terlibat dalam musik keroncong, baik sebagai musisi atau orang-orang yang ada dalam industrinya karena keroncong akan tetap ada jika ada yang meneruskan untuk memainkannya.