Mental Health: Start With Yourself


Author : SAFINA DWI YANI

Health is a state of complete physical, mental and so-cial wellbeing and not merely the absence of disease or in-firmity ”-WHO

Dewasa ini, kondisi mengenai isu kesehatan mental menjadi sebuah pembahasan yang menjadi perhatian penting vital individu, komunitas dan masyarakat di seluruh dunia. Mengapa penting, karena kesehatan mental mencakup kondisi psikologis, sosial, dan kesejahteraan. Kesejahteraan individu dapat berupa kesehatan yang baik, dan hubungan sosial yang positif. Kesehatan mental adalah lebih dari tidak adanya gangguan mental serta terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa Kesehatan mental (pikiran) dan kesehatan fisik (tubuh) merupakan sesuatu yang harus diseimbangkan sebagai langkah pencegahan penyakit. Kesehatan memungkinkan individu untuk dapat melakukan aktivitas serta tetap produktif dalam sehari-hari. Kesehatan mental memengaruhi bagaimana berpikir, merasakan, hingga bertindak juga berkaitan dengan penanganan stres, cara berhubungan dengan orang lain, serta membuat pilihan atau keputusan. Kesehatan mental dalam tahap kehidupan begitu penting dari masa kanak-kanak, remaja, hingga dewasa. Bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga non-pemerintah. Kemudian juga penting untuk melibatkan sektor pendidikan, tenaga kerja, keadilan, transportasi, lingkungan, dan kesejahteraan.

Referensi mengenai kesehatan mental ditemukan jauh sebelum abad ke-20. Namun referensi teknis untuk kesehatan mental sebagai bidang atau disiplin tidak ditemukan sebelum tahun 1946. Pada tahun 1948, International Health Conference yang diadakan di New York memutuskan untuk mendirikan World Health Organization (WHO) dan a Mental Health Association yang didirikan di London, bertujuan untuk memperkuat dan mempromosikan kesehatan mental.

Dari isu kesehatan mental yang kemudian menjadi permasalahan adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai keberadaan penyakit gangguan mental diantaranya seperti skizofrenia, PTSD, bipolar, ADHD, OCD, depresi, kecemasan, gangguan makan, bunuh diri, kecanduan, dan lain-lain yang melahirkan stigma masyarakat, perilaku, serta anggapan miring terhadap penderita gangguan kesehatan mental akibat kurang mampu mengidentifikasi serta mengenali berbagai gangguan kesehatan mental yang tidak dapat disamakan dengan penyakit fisik biasanya. Namun, keduanya saling berhubungan dan saling terlibat. Misalnya seseorang sakit fisik seperti sebelah kaki seseorang mengalami cacat akibat sebuah kecelakaan, kemudian timbul bullying dari teman, masyarakat yang mengatakan dirinya dengan sebutan si pincang atau cacat. Jika seseorang tersebut kemudian teganggu mentalnya akibat merasa tertekan oleh bullying , yang berisiko mengalami kesulitan mengatasi sikapnya mengelola pikiran terhadap persepsi dirinya. Sikap membandingkan, hingga perasaan tidak puas terhadap keadaan diri sendiri yang memicu terganggunya kesehatan mental seseorang tersebut. Selanjutnya gangguan kesehatan mental dapat dikarenakan juga oleh faktor biologis seperti gen, pengalaman hidup mengenai trauma atau riwayat pelecehan, dsb. Melihat dari definisi kesehatan mental, dimana kondisi pribadi yang mampu mengelola stres, serta menyadari sebuah kesejahteraan pribadi, maka faktor-faktor lingkungan yang mampu merusak pikirannya terutama seperti bullying atau tekanan sosial akan lebih terkendali oleh pikirannya secara pribadi, dengan mampu menyadari kemampuan dirinya sendiri serta mampu mengatasi tekanan normal kehidupan.

Stigma negatif mengenai gangguan kesehatan mental atau kelainan mental mengarah kepada dampak penderita yang semakin parah akibat mengalami perlakuan yang kurang tepat dan sama sekali tidak menjadi solusi dari sebuah permasalahan oleh penderita. Kemudian timbul perasaan malu, cemas, takut, oleh penderita bahkan berpikir mengenai lingkungan yang mengatakan bahwa dirinya kurang waras bahkan aneh. Depresi adalah sebuah contoh kasus yang timbul akibat terganggunya mental seseorang. Menurut MentalHealth.gov faktanya,satu dari lima orang dewasa Amerika mengalami masalahan kesehatan mental, satu dari 10 orang muda mengalami masa depresi berat. Faktanya kebanyakan orang dengan gangguan kesehatan mental dengan 3%-5% dari tindakan kekerasan dapat dikaitkan dengan individu yang hidup dengan penyakit mental yang serius. Obat dari sikap depresi yang mengarah kepada perilaku bunuh diri seseorang adalah sebuah dukungan dan motivasi untuk tetap bertahan hidup. Menurut data dari BRFSS 2005 ditemukan bahwa sekitar 8,65% orang dewasa melaporkan bahwa mereka jarang/ tidak pernah menerima dukungan sosial dan emosional. Sebenarnya teman dan keluarga merupakan bagian yang cukup berpengaruh penting dalam membantu menyembuhkan masalah kesehatan mental seseorang.

Kesehatan mental dapat berubah seiring waktu mengikuti situasi. Situasi yang sulit atau buruk kemudian dapat dihadapi tergantung kepada kemampuan diri sendiri untuk mengatasinya. Namun kesehatan mental dapat dijaga dengan melalui mencari bantuan professional jika memang membutuhkannya, tetap terhubung dengan orang lain, tetap positif thinking, aktif secara fisik, tidur yang cukup. Kesehatan mental cukup penting, sebagaimana kesehatan fisik. Sehat secara mental berarti mampu menyadari keberadaannya untuk tetap beraktivitas tanpa gangguan gejala-gejala seperti merasa sangat sedih, mencoba menyakiti bahkan membuat rencana untuk mengakhiri hidup, mengambil risiko yang membahayakan diri sendiri atau orang lain, ketakutan luar biasa yang muncul tiba-tiba tanpa alasan, terkadang jantung berdetak kencang, ketidaknyamanan fisik atau sulit bernapas, penurunan atau kenaikan berat badan yang signifikan.

Seseorang jika terganggu mentalnya, akan cepat mudah merasa cemas, khawatir, gelisah, dan perang dalam batinnya. Menurut Regis Nachdy dalam bukunya Loving the Wounded Soul mengatakan mengenai stressor yaitu penyebab stres berasal dari peristiwa yang netral. Respons kita terhadap stressor tersebutlah yang membuatnya bermakna. Terkadang orang yang mengalami depresi, adalah seseorang yang sulit mengutarakan kecamuk dalam batinnya yang dipendam sendiri, dengan tidak ingin membuat teman maupun keluarganya khawatir, sehingga yang berbahaya ialah sikap berpura-pura baik-baik saja terhadap lingkungan sekitarnya. Maka harus diperhatikan cara memahami seseorang yang sedikit menunjukkan gejala seperti depresi. Karena semua orang mampu berpotensi mengalami stres, jika stres berat maka mengarah kepada keadaan depresi.

Harus ditanamkan kuat terhadap diri sendiri adalah kesadaran kesahatan mental dengan bagaimana cara kita menyayangi diri sendiri. Namun bukan memahami hal tersebut menjadi sebuah egoisme pribadi. Namun dengan lebih memahami filosofi hidup dengan menjaga apa yang kita miliki saat ini, menjaga emosi untuk tetap stabil, bahkan dengan hal-hal sederhana sekalipun seperti bersyukur atas makanan yang kita makan setiap kalinya. Maka hal-hal sederhana tersebut mampu melahirkan sebuah keseimbangan pikiran sebagai refleksi eksistensi kita hidup didunia, sebagai wujud kasih nyata kita terhadap diri sendiri sekaligus jutaan mikroba di dalam tubuh kita sendiri.

Pada kesimpulannya, jika berfokus kepada sebuah langkah, maka kesehatan mental seharusnya menjadi pedoman pembelajaran atau edukasi sebagai langkah kesiapan kesehatan mental sebelum keadaan mental tersebut terganggu dan menjadi keadaan darurat. Karena sebuah aksesibilitas mengenai kesehatan mental merupakan hak asasi manusia dalam rangka mendapatkan kesejahteraan fisik dan mental seseorang secara utuh. Kesehatan mental mampu ditingkatan dengan saling mendukung secara emosional interaksi yang responsif dan positif antar sesama, mendukung UU dan kampanye anti diskriminasi, serta promosi hak, peluang dan perawatan individu dengan gangguan kesehatan mental. Namun yang lebih penting adalah mulai sadar atas pentingnya kesehatan mental mulai dari diri sendiri setiap pribadi masing-masing. Serta menghilangkan stigma negatif terhadap penderita kesehatan mental, lebih terbuka dengan informasi dan data mengenai isu kesehatan mental di lingkungan sekitar.

Referensi :

  • Ashok Malla, R. J. (May 2015). Mental illness is like any other medical illness”: a critical examination of the statement and its impact on patient care and society. Journal of Psychiatry & Neuroscience , 147-150.
  • Aula, A. C. (2019). Paradigma Kesehatan Mental . Retrieved from UNAIR NEWS: http://news.unair.ac.id/2019/10/10/paradigma-kesehatan-mental/ (diakses 25 April 2020)
  • Bertolote, J. M. (2008, MEI 19). The roots od the conceot of mental health. MENTAL HEALTH POLICY PAPER* , pp. 113-116.
  • Hamid, A. (2017). Agama dan Kesehatan Mental dalam Perspektif Psikologi Agama. Jurnal Kesehatan Tadulako , 1-84.
  • IASC. (Februari 2020). Catatan tentang aspek kesehatan jiwa dan psikososial wabah COVID-19 Versi 1.0. Indonesia: IASC MHPSS Reference Group.
  • Inter-Agency Standing Committee (IASC). IASC Guidelines on Mental Health and Psychosocial Support in Emergency Settings. IASC: Geneva, 2007.
  • Medlineplus.gov. (2018, Januari 11). MentalHealth.gov . Retrieved from What is Mental Health: https://medlineplus.gov/mentalhealth.html&usg=ALkJrhggFVum56_-_Kn4UzrG-6aHamrWJA (diakses 26 April 2020)
  • NAMI. (2020, 04 26). NAMI . Retrieved from National Alliance on Mental Illness: Home | NAMI: National Alliance on Mental Illness (diakses 25 April 2020)
  • WHO.INT. (2018, Maret 30). Mental Health : strengthening our response . Retrieved from World Health Organization: Mental health (diakses 26 April 2020)
1 Like