Mengeluhkan Ciptaan Berarti Mengeluhkan Pada Penciptanya

Taman Surga

Isa as. ditanya:

“Wahai roh Allah, apa yang lebih besar dan lebih berat di dunia dan di akhirat?”

‘Isa menjawab:

“Murka Allah.”

Mereka bertanya:

“Apa yang bisa menyelamatkan dari itu?”

Isa menjawab:

“Kuasai dan simpan amarahmu.”

Itulah jalannya. Ketika nafsu ingin mengeluhkan seseorang, hendaknya ia melawannya dan bersyukur serta berusaha untuk berpaling ke suatu batasan, di mana ia akan menemukan kecintaan pada orang lain di hatinya. Karena rasa syukur yang dibuat-buat adalah usaha untuk mencari cinta Allah.

Maulana Syamsuddin—semoga Allah menyucikan jiwanya— berkata: “Mengeluh pada ciptaan berarti mengeluh pada Pencipta.” Dia juga berkata:

“Permusuhan dan amarah bagimu laksana api yang menakutkan. Ketika kamu melihat keburukan, kamu akan melompat dari api: padamkanlah agar ia kembali sirna di tempatnya semula. Jika kamu semakin mengobarkannya dengan pemantik jawaban dan ungkapan bantahan, maka keluhan itu akan menemukan jalan dan akan datang berulang kali setelah tiada, dan akan menjadi semakin sulit untuk dipadamkan.”

“Bantahlah perbuatan buruk mereka dengan bantahan yang baik.” (QS. al-Mukminun: 96)

Dengan demikian, kamu bisa mengendalikan musuhmu melalui dua macam cara:
Pertama, ketahuilah bahwa yang menjadi musuhmu bukanlah daging dan kulitnya, melainkan pikirannya yang hina. Saat pikirannya dicegah dengan banyak bersyukur, ia pasti akan tercegah. Di satu sisi ini selaras dengan tabiat bahwa manusia adalah “hamba kebaikan,” sementara di sisi yang lain kamu tidak meninggalkan sesuatu dari musuhmu yang bisa diperangi lagi. Seperti anak-anak, ketika mereka mengejek salah satu temannya dan temannya membalas dengan ejekan pula, maka mereka akan lebih bersemangat, sambil berkata dalam hati: “Hore, ejekan kita telah berhasil.” Tetapi ketika temannya tidak terpengaruh oleh ejekannya, maka tentu mereka akan kehilangan minatnya untuk mengejek lagi.

Kedua, ketika sifat pemaaf muncul dalam dirimu, musuhmu akan tahu bahwa tuduhannya adalah bohong dan pandangan dirinya terhadapmu keliru karena ia tidak melihat dirimu yang sebenarnya. Dari sini bisa diketahui bahwa yang hina bukanlah kamu, melainkan dirinya. Tidak dibutuhkan banyak alasan bagi seseorang untuk mengejar musuhnya jika kebohongan yang dibuat oleh sang musuh telah nyata dan tampak dalam pandangan mata. Ketika kamu memuji dan berterima kasih padanya, sejatinya kamu sedang meracuninya. Sebab ketika musuhmu menampakkan kekuranganmu, kamu telah menampakkan kesempurnaanmu.

Karena itulah kamu dicintai oleh Allah:

“Dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikkan.” (QS. Ali ‘Imran: 134)

Orang yang dicintai Allah tidak akan kekurangan suatu apa pun. Pujilah mereka yang mengkritisimu, karena bisa saja teman- temannya akan berpikir, “Jika dia bukan orang munafik ketika berhubungan dengan mereka, tidak mungkin dia sebegitu harmonis denganmu.”

Meski mereka kuat, cabutlah bulu-bulu jenggot mereka dengan lembut,

Pukullah budak-budak mereka dengan kekuatan meskipun postur mereka tinggi dan gemuk.

Semoga Allah memberi kita petunjuk untuk hal ini!

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum