Mengapa seorang pemimpin harus memiliki semangat belajar yang tinggi?

pemimpin

Menjadi seorang pemimpin yang baik perlu banyak skill yang harus dilatih dan dikembangkan, salah satunya adalah skill untuk menjadi seorang Intentional Learner.

Learn atau Belajar menurut R. Gagne ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku.

Intentional Learning adalah suatu proses berkesinambugan dalam memperoleh dan memahami sebuah informasi dengan tujuan untuk membuat diri lebih cerdas dan siap dalam menghadapi sesuatu.

Seorang Intentional Learning merupakan pelajar yang tekun dan bersungguh – sungguh. Dia orang yang mau terus belajar kapan pun dan dimana pun selama dia mampu. Seorang Intentional Learner juga tidak akan enggan untuk keluar dari zona nyamannya dan pergi keluar untuk mencari ilmu sebanyak banyaknya.

Menjadi seorang Intentional Learner harus memiliki semangat belajar yang tinggi. Seseorang tidak akan bisa menjadi Intentional Learner tanpa memiliki kemauan yang tinggi untuk mencari dan mempelajari ilmu.

Semangat belajar dapat ditingkatkan melalui motivasi dari internal maupun eksternal.

  • Motivasi internal merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri individu sendiri. Motivasi internal dapat berupa keinginan untuk menjadi lebih baik atau keinginan untuk mencapai suatu tujuan yang telah di tetapkan oleh individu sendiri.
  • Motivasi eksternal merupakan motivasi atau dorongan yang berasal dari luar diri individu.

Mengapa Intentional Learner diperlukan dalam menjadi seorang pemimpin yang baik?

Sebagai seorang pemimpin kita dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas.

Pengetahuan dan wawasan akan mempengaruhi seseorang dalam memimpin orang lain. Semakin luas pengetahuan dan wawasan seseorang maka semakin baik pula dia dalam menjadi seorang pemimpin. Selain itu, seorang pemimpin juga harus berhadapan dengan banyak orang.

Orang yang dihadapi tentu memiliki berbagai macam karakter. Dengan kemauan belajar terus menerus, diharapkan seorang pemimpin mampu menyerap dan mempelajari sifat atau kemauan bawahannya yang beraneka ragam.

Kemauan belajar tersebut juga harus dimunculkan dari dalam diri seorang pemimpin setiap saat. Seorang pemimpin harus belajar untuk mengenal siapa yang dipimpinnya dan yang lebih penting lagi belajar mengenal diri sendiri. Tanpa pengenalan dan penghargaan pada diri sendiri, tidak mungkin seorang akan mengenal dan menghargai orang lain yang dipimpinnya.

Seperti kutipan dari kata – kata ConfusiusHargailah diri anda maka orang lain akan menghargai anda”.

Seorang pemimpin juga perlu belajar tentang arti penting kehadiran dan peran orang lain dalam kehidupannya. Belajar untuk menghargai orang lain inilah yang memerkaya dirinya secara pribadi, dan memungkinkan dirinya semakin berkembang secara maksimal (Robert E.Vallet, 1989: 108-114).

Adanya pimpinan dalam suatu organisasi tidaklah cukup untuk mengantarkan sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Faktor yang lebih penting adalah kompetensi pimpinannya. Kompetensi berasal dari bahasa Inggris “competence” yang berarti kecakapan, kemampuan. Competency berarti cakap, mampu (Echols dan Shadily, 1993). Kompetensi memanage berarti kemampuan pimpinan dalam mengelola, mengatur dari merencanakan, mengkoordinasi, meaktualisasikan dan mengawasi organisasi publik. Kompetensi bagi pimpinan publik ini dimaksudkan supaya organisasi publik dapat memecahkan masalah seperti pemborosan anggaran, arogansi, minta dilayani, senang mengatur, tidak rasional, mental „dapur‟, dan otoriter.

Adapun kompetensi yang harus dimiliki pimpinan adalah minimal tujuh kompetensi(Warella, 2005), yaitu:

  1. Kompetensi memanage diri sendiri
    Kepemimpinan berkenaan mengatasi perubahan lebih menekankan pada visi kepemimpinannya. Dengan demikian, pemimpin harus memberikan inovasi dari sekedar melakukan tugas administrasi yang notabene dilakukan oleh seorang manajer . Pimpinan publik yang memiliki kompetensi diri sendiri adalah pimpinan yang memiliki pengetahuan luas, inkuisitif, kemampuan analisis yang mendalam, daya kognitif dan penalaran di atas rata-rata. Sebuah aksioma yang diterima secara umum oleh teoritisi dan praktisi adalah semakin tinggi kedudukan dalam hirarchi organisasi, ia dituntut untuk mampu berfikir. Kemampuan berfikir ini tidaklah dapat dimiliki pimpinan tanpa adanya pengetahuan yang luas terutama terkait dengan disiplin pengetahuan tentang pencapaian tujuan organisasi. (Saraswati & Sholikin, n.d.)

  2. Kompetensi memanage komunikasi
    Menurut Sujak (1990) komunikasi diartikan sebagai transfer informasi beserta pemahamannya dari suatu pihak ke pihak lain, melalui alat-alat berupa simbol yang penuh arti. Ini berarti suatu komunikasi merupakan media tukar menukar ide, sikap, nilai-nilai, opini-opini dan fakta. Kompetensi memanage komunikasi berarti kemampuan seorang pemimpin dalam menyampaikan ide, sikap, nilai-nilai kepada pegawainya. Peran kompetensi komunikasi tidak boleh dianggap kecil karena paling tidak memiliki makna

    • sebagai motivasi para pegawai untuk bekerja secara tekun dan giat,
    • sebagai ekspresi emosi pimpinan,
    • sebagai penyampaian informasi, dan
    • sebagai pengendalian perilaku pegawai.
  3. Kompetensi memanage kemajemukan,
    Kemajemukan dalam sebuah organisasi adalah merupakan hal yang wajar. Yang tidak wajar adalah mereka tidak diperlakukan sama oleh pemimpin. Maka dalam hal ini strategi yang mungkin bisa diterapkan pimpinan organisasi publik adalah: pertama, pemimpin harus mampu sebagai koordinator dan intregator dari berbagai komponen organisasi, sehingga dapat bergerak sebagai sebuah totalitas. (Solikhin, 2016).

  4. Kompetensi memanage etika,
    Etika secara sederhana dapat dipahami sebagai science of morality atau sesuatu yang mendeskripsikan baik (Setiyono, 2005). Dalam organisasi privat lebih-lebih organisasi sektor publik mutlak etika diperlukan, karena

    • setiap profesi membutuhkan etika sebagai standard of conduct,
    • dapat menimbulkan public trust,
  5. Kompetensi memanage tim,
    Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pimpinan publik minimal dua hal yaitu:

    • pertama, menjaga kohesi antara anggota yang satu dengan yang lain. Atau mungkin menjaga kohesi antara masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain, ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya konflik baik pada pejabat bawahan juga masyarakat yang sangat paternalistik.
    • Kedua, sebagai mediator. Dalam kehidupan organisasi situasi konflik akan selalu ada untuk itu pimpinan publik harus mampu sebagai mediator. (Saraswati & Sholikin, n.d.) Sebagai mediator pemimpin publik harus memiliki keyakinan berbagai kepentingan dalam organisasi meskipun sukar pasti bisa dipertemukan. Ini mutlak diperlukan demi kekompakan tim, karena kalau dibiarkan berlarut-larut tujuan organisasi akan terhambat.
  6. Kompetensi memanage keragaman budaya
    Sudah menjadi hukum alam, bahwa manusia diciptakan tidak sama. Maka pluralisme (keragaman) budaya dalam sebuah organisasi adalah sebuah kenyataan. Untuk itu, strategi yang harus dilakukan pemimpin organisasi adalah sebagai berikut:

    • Pertama, perbedaan budaya harus dilihat sebagai sebuah kekayaan yang harus dikembangkan bukan sebagai suatu ancaman. Karena setiap budaya pasti memiliki nilai-nilai positif. Nilai-nilai positif inilah yang akan dijadikan input dalam memajukan organisasi.
    • Kedua, sebagai integrator. Sikap mementingkan kelompok dan satuan kerja sering kali mudah timbul dalam organisasi. Ini mungkin disebabkan karena dalam organisasi tersebut menuntut adanya spesialisasi yang berlebihan, sistem alokasi dana dan daya yang kurang atau tidak rasional dan kurangnya pendekatan pada kesisteman.
  7. Kompetensi memanage perubahan
    Perubahan dalam segala bidang kehidupan, termasuk sektor publik adalah sebuah keniscayaan. Untuk itu sikap yang harus diaplikasikan oleh pimpinan publik dalam memanage perubahan ini adalah: pertama, pemimpin publik harus mempunyai sikap adaptabilitas yang tinggi, sikap adaptif mungkin bisa diwujudkan dalam beberapa contoh,

    • seorang pemimpin publik tidak akan mudah melakukan generalisasi, melainkan melihat setiap perkembangan situasi sebagai suatu yang khas.
    • dalam memecahkan masalah, ia tidak akan terperangkap oleh cara pemecahan tertentu hanya karena cara tersebut pernah dipergunakan di masa lalu dan dinilai membuahkan pemecahan yang diharapkan.
    • dalam berkomunikasi dengan orang lain gaya, teknik dan bahasa yang digunakan disesuaikan dengan tingkat pengetahuan, kedewasaan, dan kondisi pihak dengan siapa pimpinan publik berkomunikasi.
    • menggunakan dan memakai sarana organisasi dengan tehnologi terniki, demi menunjang efektifitas, efisiensi dan kualitas pelayanan. (Saraswati & Sholikin, n.d.).

untuk memiliki kompetensi tersebut seorang pemimpin dituntut untuk terus belajar. belajar dapat dari pengalaman-pengalaman sendiri, pengalaman-pengalaman orang lain maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkait dengan tujuan dan strategi organisasi yang dipimpinnya.

Mengenai kemampuan belajar dan pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman dari orang lain, memiliki dua makna yang sangat penting.

  1. dengan berusaha mengenali faktor-faktor penyebab keberhasilan, termasuk cara-cara dalam pemecahan masalah, menghilangkan ancaman dan gangguan serta menghilangkan rintangan dan tetap memperhatian dalam situasi dan kondisi yang bagaimana cara-cara yang efektif.
  2. mengenali secara tepat faktor-faktor yang menghambat yang mengakibatkan keberhasilan bahkan kegagalan di masa lalu. Ini dimaksudkan faktor penghalang dapat dieliminasi atau paling tidak diminimalisasi.