Mengapa produk kita gagal?

###Sebuah produk tidak dapat menyelesaikan masalah pengguna

Menurut CBNInsight, alasan terbesar sebuah perusahaan mengalami kegagalan karena produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna. Kunci utama kesuksesan sebuah produk adalah kesediaan pengguna untuk membeli atau menggunakan produk tersebut.Satu-satuya cara agak pengguna mau menggunakan sebuah produk adalah produk tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikan masalah pengguna.

Oleh karena itu, sebuah produk yang dapat menyelesaikan masalah sosial akan mempunyai kemungkinan sukses lebih besar. Semakin banyak pengguna mempunyai masalah yang sama, dan produk anda dapat menyelsaikan masalah tersebut, maka semakin besar pula pasar produk anda.

Permasalahan utamanya adalah bagaimana kita dapat mengetahui kebutuhan pengguna ?

Salah satu kesalahan yang biasa muncul adalah kita terlalu percaya dengan data yang didapat ketika melakukan survei. Kesalahannya bukan pada datanya, tetapi pada bagaimana cara kita mengumpulkan data tersebut.

Beberapa kesalahan yang muncul ketika anda mengumpulkan data terkait kebutuhan pengguna adalah :

  • Pengguna atau calon pengguna tidak jujur dalam memberikan jawaban. Hal ini biasanya terjadi karena pengguna ingin membuat anda senang. Ketika sebuah ide disampaikan kepada mereka, mereka akan serta merta mendukung ide tersebut untuk membuat anda senang. Jangan menanyakan pendapat tentang ide anda kepada orang yang anda kenal, karena kemungkinan besar mereka menjawab dengan tidak obyektif.
  • Pengguna tidak terlalu serius dalam menjawab pertanyaan. Hal ini sering terjadi ketika anda menanyakan kepada responden yang salah. Mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan yang anda ajukan dengan asal-asalan. Anda harus jeli melihat reaksi mereka atau dalam menganalisa data, apakah mereka menjawab dengan serius atau hanya sekedar menjawab.
  • Pengguna terlalu optimis dengan masa depan. Terkadang pengguna selalu melihat ada peluang disetiap ide yang anda tawarkan dan mereka akan memuji ide anda. Hal yang perlu anda perhatikan adalah ketika pengguna menjawab, “Ide ini bagus, walaupun terus terang saya tidak mempunyai masalah di sana, tapi bagi orang lain, ide produk anda akan sangat bermanfaat”. Mereka hanya memikirkan peluang, walaupun mungkin mereka tidak memikirkannya dengan serius.
  • Anda menjelaskan ide produk anda dan mengharapkan umpan balik dari mereka. Jangan pernah melakukan hal itu, karena mereka sendiri tidak mengerti detail produk anda. Yang anda lakukan adalah menanyakan masalah-masalah mereka secara global terkait tema produk anda. Sebagai contoh, anda akan membuat sebuah situs web terkait resep masakan, sebaiknya anda menanyakan masalah-masalah mereka ketika mereka melakukan kegiatan memasak, bukan menanyakan apakah fitur A,B,C (yang ada dalam produk anda) berguna bagi mereka. Intinya adalah, tanyakan masa lalu mereka, bukan masa depan mereka. Masa depan mereka adalah tugas anda.

###Anda atau anggota tim anda tidak mempunyai kemampuan untuk membuat produk.

Membuat sebuah produk yang sukses sangat bergantung dengan bagaimana kita dapat melihat peluang yang ada. Tetapi pertanyaannya adalah, apakah hal itu saja cukup ?

Selalu ada peluang di dunia ini, hal tersebut yang menyebabkan akan selalu muncul produk-produk baru dipasaran, produk-produk yang inovatif, sehingga pengguna mau dengan sukarela berpindah dari produk lama ke produk yang baru.

Permasalahan utamanya bukan berada di peluang itu sendiri, karena mengetahui sebuah peluang sangatlah tidak cukup dalam membuat produk. Kita dituntut untuk dapat mengidentifikasikan peluang tersebut, karena dengan mengidentifikasikan peluang, kita dapat mengetahui lebih detail terkait peluang yang ada. Apa saja kendala yang akan kita hadapi dalam meraih peluang itu ? Hal-hal apa saja yang kita butuhkan untuk mempersiapkannya ? Apa saja resiko-resiko yang mungkin akan terjadi di kemudian hari ? dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang harus kita jawab.

Mengapa hal itu penting ? Karena nilai dari sebuah produk terletak pada bagaimana kita meng-eksekusi ide produk kita menjadi sebuah produk yang utuh.

Banyak orang meremehkan proses eksekusi, bahkan sebagian dari mereka mengatakan, “Selama ada peluang, lakukan saja, nanti kita akan belajar dari kesalahan”. Hal ini yang berbahaya, dan banyak produk gagal di pasaran karena hal tersebut.

Sebagai ilustrasi, sistem pendidikan di Jerman lebih menitikberatkan kepada penyampaian teori. Didalam perkuliahan yang ditekankan adalah bagaimana mahasiswa bisa memahami teori yang disampaikan oleh Dosen. Banyak sekali materi yang disampaikan selama perkuliahan dan mahasiswa dituntut untuk benar-benar memahami teori yang disampaikan. Yang menarik adalah, ujian hanya dilakukan sekali dalam satu semester, yaitu pada ujian akhir dan ujian akhir adalah satu-satunya nilai yang menentukan apakah mahasiswa lulus atau tidak.

Kita bandingkan dengan sistem pendidikan di Indonesia, dimana terkait dengan penyampaian materi mungkin tidak terlalu berbeda, tetapi salah satu perbedaan yang mencolok adalah pada ujian. Perguruan tinggi di Indonesia rata-rata melakukan ujian minimal 2 kali dalam satu semester, bahkan di beberapa kasus, dosen juga memberikan beberapa kuis, tugas dan proyek akhir dalam proses belajar mengajarnya.

Pada sistem pendidikan di Jerman, kita akan belajar dalam waktu yang relatif lama dengan giat sebelum hari yang menentukan datang, yaitu Ujian! Pada ujian akhir itulah kita dinilai terkait persiapan kita selama satu semester, apakah kita mempersiapkannya dengan baik atau tidak.
Berbeda dengan di Indonesia, karena kita secara rutin dievaluasi dengan adanya ujian, kuis, tugas, dan proyek akhir, sehingga secara tidak sadar, kita terbentuk untuk terbiasa “melakukan” sesuatu dibandingkan mempersiapkan diri sebanyak-banyaknya sebelum “melakukan”nya.
Sisi positif dari model pendidikan di Indonesia, yang mirip dengan model pendidikan Anglo-Saxon, adalah kita menjadi lebih berani untuk “melakukan” sesuatu. Seperti yang kita ketahui, banyak entrepreneur lahir dari model pendidikan Anglo-Saxon.
Tetapi sisi negatifnya adalah kita hanya sekedar “melakukan” tetapi kita tidak bisa mengembangkan produk kita menjadi lebih baik. Hal itu terjadi karena kita tidak “pakar” di bidang tersebut. Seperti yang kita ketahui, produk-produk yang dihasilkan dari Jerman relatif lebih berkualitas dibandingkan dengan produk-produk lainnya.

Dari ilustrasi tersebut, hal yang bisa kita pelajari adalah dalam membuat sebuah produk, tidak cukup hanya dengan keberanian untuk “memulai”, tetapi harus didukung dengan ke”pakar”an kita dalam mewujudkan produk tersebut. Jika dalam membuat produk, anda membutuhkan ahli di bidang analisa kebutuhan pengguna, carilah orang yang pakar di bidang tersebut atau anda harus mempelajarinya sendiri. Jika anda membutuhkan ahli di bidang pengalaman pengguna (user experience), carilah orang yang ahli di bidang itu atau kita harus mempelajarinya sendiri. Jika anda membutuhkan ahli dari sisi teknis, carilah orang yang ahli di bidang itu atau anda harus mempelajarinya sendiri.

Ke-pakar-an anda dan tim anda yang akan menentukan kesuksesan sebuah produk.

###Anda tidak menjadi seorang kritikus yang tajam terhadap produk anda

Terkadang kita sendiri sudah merasa puas dengan ide produk yang kita hasilkan, sehingga kita mengharapkan kritikan dan masukan dari orang luar, terutama pengguna dan calon pengguna. Idealnya memang seperti itu, tetapi kenyataannya terkadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Berapa banyak orang luar yang mau meluangkan waktunya, dan ikut berpikir keras, untuk memikirkan bagaimana sebaiknya produk anda dibuat ? Berapa banyak orang luar yang mau memberikan kritik terhadap ide produk anda ?

Berdasarkan pengalaman, sangat sedikit orang luar yang mau melakukan hal tersebut. Sangat jarang mereka memberikan masukan-masukan terkait permasalahan yang ada pada produk kita secara detail.
Masukan yang baik adalah masukan yang detail, tidak hanya sekedar, “produk kamu kurang menarik”, “Saya tidak akan menggunakan produk anda” “Kelihatannya peluang produk anda bisa bersaing di pasar sangat kecil”, “terlalu banyak pesaing di area itu” atau bahkan “ide anda luar biasa, kemungkinan berhasil terbuka lebar” dan lain sebagainya.

Kita tidak butuh informasi itu semua, yang sangat kita butuhkan adalah alasan-alasan dibalik pernyataan-pernyataan tersebut.

Oleh karena itu, terutama di masa awal, kita dan seluruh anggota tim harus bisa memposisikan sebagai kritikus, menjadi seorang devil advocate. Segala ide yang masuk, harus kita cari kelemahannya dari seluruh sudut pandang. Kita harus selalu mempertanyakan produk kita. Di satu sisi kita menjadi pengembang produk, disisi yang lain kita dituntut untuk menjad “pengguna”.

Ketika kita merasa puas dengan produk kita, maka di saat itulah kita berhenti berinovasi.

###Proses desain dan pembuatan produk yang terlalu lama

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa untuk mendapatkan ide produk yang baik membutuhkan usaha yang luar biasa. Sedangkan ide produk itu sendiri tidak mempunyai nilai apapun dari sisi pengguna. Yang bernilai dari sisi pengguna adalah produk itu sendiri.

Mengingat bahwa pengguna hanya menilai dari sisi produk, maka proses mendesain, membuat dan mengembangkan produk merupakan fase kritis, fase yang sangat menentukan keberhasilan produk itu sendiri. Fase ini membutuhkan usaha yang lebih besar lagi dibandingkan fase pengembangan ide.
Lebih parahnya lagi, kita tidak punya banyak waktu pada fase ini. Kita harus dapat melalu fase ini dengan cepat. Oleh karena itu, tim teknis dan tim pengembang harus berada pada satu ruangan yang sama, sehingga produk dapat segera dihasilkan, dan bila diperlukan, maka dapat dilakukan iterasi berulang-ulang pada fase ini.

Mengapa kita harus bergerak cepat didalam fase ini ?

Alasan utamanya adalah, karena saat ini persaingan antar produk sudah sedemikian ketatnya. Begitu banyak produk baru hadir, begitupun produk yang sudah lama, mereka senantiasa mengembangkan produk mereka, menggunakan segala sumber daya yang mereka punya untuk selalu menciptakan inovasi-inovasi baru.

Dengan kondisi seperti ini, siapa cepat menguasai pasar, dialah yang menjadi pemenang. Dan akan sangat sulit sekali mengalahkan mereka apabila produk kita tidak memiliki keunggulan yang signifikan diandingkan produk yang sudah ada.

Hal ini tidak hanya berlaku untuk produk-produk yang baru, produk yang lama-pun mempunyai aturan yang sama. Secepat mungkin berinovasi dan melakukan perubahan-perubahan serta mengembangkan produknya secara terus mennerus.

Banyak kasus yang terjadi terkait kegagalan sebuah produk, karena terlalu lambat dalam mengambil tindakan. Bagaimana Nokia, yang menguasa pasar telepon seluler selama bertahun-tahun, tetapi akhirnya mengakui kekalahannya karena kalah bersaing dengan Samsung, iPhone dan produk-produk sejenis lainnya. Bagaimana Yahoo, perusahan dengan nilai kapital yang begitu besar, akhirnya dijual dengan harga jauh dibawah harga ketika masih berjaya. Bagaimana Blackberry Massenger, yang begitu dominan di bidang aplikasi pengirim pesan, akhirnya mengibarkan bendera putih karena kalah bersaing dengan WhatsApp, Line dan lainnya. Masih banyak kasus-kasus seperti itu terjadi di era Teknologi Informasi saat ini.

Alasan lainnya adalah momentum. Momentum atau dengan kata lain saat yang tepat atau kesempatan, sangat berperan penting dalam kesuksesan sebuah produk. Apabila kita terlalu lambat mengambil momentum yang ada, dan pesaing kita memanfaatkan momentum semaksimal mungkin, maka bisa jadi, kita akan kalah bersaing sebelum memulainya.

Tetapi yang perlu diingat adalah, terlalu cepat kita mengambil momentum juga dapat berakibat negatif terhadap produk kita. Misalnya apabila pengguna belum siap menggunakan teknologi yang ada pada produk kita, maka kemungkinan besar, pengguna tidak akan menggunakan produk anda.

###Tidak melaukan pe-nilai-an kemajuan produk anda dengan cepat

Tidak menentukan target pertumbuhan produk biasanya merupakan kesalahan yang umum dilakukan bagi perusahaan baru. Mereka beranggapan bahwa pertumbuhan produk dapat dilakukan secara alami, tanpa perlu menentukan target capaian yang harus diraih.

Bisa jadi, mereka telah menentukan target pertumbuhan produk, tetapi ketika target yang sudah ditetapkan tidak tercapai, tidak ada tindakan yang diambil, tidak ada analisa yang dibuat dan yang lebih parah, mereka tidak tau konsekuensi apa yang akan dihadapi apabila target tersebut tidak dapat dicapai.

Permasalahan terbesar dari kondisi tersebut adalah, kita tidak belajar sama sekali dari kegagalan yang ada, atau bahkan, kita tidak merasa bahwa kita telah gagal. Ketika hal itu terjadi, maka tidak ada perubahan-perubahan yang kita lakukan, dan kita telah melakukan hal yang gila.
Insanity is doing the same thing over and over again and expecting different results. Albert Einstein.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah, pembuatan target haruslah dengan ukuran yang jelas. Kita dapat mengukur capaian tersebut dengan mudah.

Sebagai contoh, dalam 3 bulan penjualan produk harus mencapai X unit. Persentase kenaikan penjualan adalah sebesar Y % per bulan. Pada tahun ke-Z modal yang dikeluarkan, sebagai investasi awal, sudah kembali. Jika pada bulan ke X tidak mencapai penjualan sebsar Y, maka strategi yang ada harus dihentikan, dan seterusnya.

Tetapi hal tersebut jangan diartikan bahwa apabila perkembangan produk kita tidak mencapai target yang telah ditentukan, maka kita harus menyerah dan berhenti sampai disitu. Ketidak ketercapaian target haruslah disikapi sebagai “pengingat” bahwa ada yang salah dengan strategi maupun taktik kita. Diperlukan analisa lagi, apa saja yang menjadi kesalahan kita dan bagaimana menyikapinya, serta membuat strategi dan taktik baru untuk mencapai target tersebut.

Oleh karena itu, iterasi yang berulang-ulang perlu dilakukan dalam rangka mensukseskan produk kita. Kunci utamanya adalah, lakukan iterasi tersebut dengan cepat, sehingga kita dapat mencapai target dengan cepat juga.

2 Likes