Mengapa planet pluto dihapus dari daftar planet galaksi bimasakti ?

Sejak dahulu pertama kali manusia memahami solar system, manusia menganggap Pluto sebagai sebuah planet, mengapa sekarang Pluto dikeluarkan dari deretan solar system galaksi bimasakti ?

Pluto ditemukan pada tahun 1930, oleh seorang astronom yang mengira bahwa ia telah berhasil menemukan planet ke-9 di tata surya kita, setelah Neptunus. Pluto, untuk sebuah planet di tata surya kita, ukurannya memang terbilang kecil. Tetapi para astronom pada saat itu, sangat yakin bahwa Pluto memang planet ke-9 di tata surya kita.

Kemudian permasalahannya muncul, ketika teleskop yang lebih canggih berhasil dikembangkan pada saat itu. Dari hasil pengamatan, kita mengetahui bahwa Pluto, hanyalah salah satu dari banyak sekali objek langit yang berada di area yang bernama Kuiper Belt. Di Kuiper Belt ini terdapat sekitar 70.000 objek langit seperti Pluto. Salah satunya adalah Eris yang ukurannya lebih besar dari Pluto, dimana akhirnya itu membuat status Pluto sebagai planet dipertanyakan.

Banyaknya objek langit seperti Pluto di luar sana, membuat para astronom akhirnya membuat syarat untuk sebuah objek langit, bisa disebut sebagai planet. Syarat pertama, adalah objek tersebut harus mengorbit matahari. Syarat yang kedua, objek tersebut harus berbentuk bulat sebagai pertanda bahwa objek tersebut memiliki gravitasi yang cukup kuat. Dan syarat yang terakhir adalah objek tersebut harus merupakan objek dengan gravitasi yang cukup kuat sehingga dapat membersihkan objek-objek lain dari orbitnya. Dan syarat terakhir inilah yang tak bisa dipenuhi oleh Pluto yang malang.

Idealnya, Pluto harus membersihkan objek-objek lain disekitarnya, untuk dapat disebut sebagai planet. Tetapi kemudian, untuk mengelompokkan planet-planet seperti Pluto ini, para astronom menciptakan sebutan khusus yang bernama “dwarf planet” atau planet kerdil.

Jadi, kita harus berterima kasih kepada Pluto, karena faktanya sebelum kasus Pluto di tahun 2006 kita tidak memiliki syarat spesifik untuk sebuah objek langit bisa disebut sebagai planet. Dan mungkin saja, jika bukan karena Pluto, objek berbentuk bulat apapun yang melayang di angkasa bisa saja kita sebut sebagai planet. Dan seperti biasa, terima kasih.

Sumber :

Ditemukan sejak tahun 1930, Pluto disebut sebagai bagian dari tata surya. Tetapi mulai tahun 2006, ternyata Pluto tidak bisa disebut sebagai planet yang mengorbit di tata surya.

Mengapa demikian?

Ternyata ada banyak sekali faktor untuk menjadikan bahwa Pluto itu bukan termasuk tata surya. Ada dua faktor yaitu ukuran dan juga orbit. Pluto tidak memenuhi syarat dua faktor tersebut dan pada akhirnya ditahun 2006 tata surya ini hanya berisi 8 planet tidak termasuk Pluto.

Orbit Pluto masuk ke dalam orbit planet lain

Dapat dilihat bahwa setiap planet di tata surya ini memiliki orbit yang sama persis mengelilingi matahari dan tidak bertabrakan satu sama lain. Dan ternyata ketika para pengamat tata surya ini meneliti orbit Pluto, planet ini memang mengelilingi matahari tetapi orbitnya tidak beraturan dan cenderung menabrak orbit planet lain.

Debat Pluto itu termasuk planet atau tidak

Pada tanggal 24 Agustus 2006 International Astronomical Union (IAU) mengadakan debat terbuka untuk menyatakan bagaimana sebuah benda di luar angkasa ini disebut planet atau tidak. Pada kongres yang menghasilkan 3 fakta mutlak apakah benda luar angkasa bisa disebut planet atau tidak ini, menyatakan bahwa Pluto tidak masuk di dalamnya.

  • Fakta pertama adalah sebuah planet harus memiliki orbit mengelilingi matahari.
  • Fakta kedua adalah memiliki masa yang cukup besar dengan diameter minimal 800 kilometer.
  • Fakta ketiga adalah planet tidak boleh memotong orbit planet lain.

Dari ketiga ciri-ciri planet tersebut, ternyata tidak satu pun yang dimiliki oleh Pluto.

Nama Pluto ganti

Setelah mengeluarkan Pluto dari tata surya, kongres IAU tahun 2006 ini juga mengganti nama Pluto. Nama baru Pluto adalah 134340 Pluto, atau asteroid nomor 134340. Sekarang Pluto bukan planet lagi tetapi sebuah asteroid.

References

https://www.mldspot.com/buzz/2016/10/07/ini-adalah-alasan-kenapa-pluto-bukan-bagian-dari-tata-surya-lagi

Sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional (International Astronomical Union/IAU) Ke-26 di Praha, Republik Ceko, menghasilkan keputusan bersejarah dalam dunia astronomi dengan mengeluarkan Pluto dari daftar planet-planet di Tata Surya kita. Mulai sekarang, anggota Tata Surya hanya terdiri dari delapan planet, yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi anggota Keluarga Planet Tata Surya selama 76 tahun merupakan konsekuensi ditetapkannya definisi baru tentang planet. Resolusi 5A Sidang Umum IAU Ke-26 berisi definisi baru itu.

Dalam resolusi tersebut dinyatakan, sebuah benda langit bisa disebut planet apabila memenuhi tiga syarat :

  • Mengorbit Matahari
  • Berukuran cukup besar sehingga mampu mempertahankan bentuk bulat
  • Memiliki jalur orbit yang jelas dan “bersih” (tidak ada benda langit lain di orbit tersebut)

Definisi tersebut adalah definisi universal pertama tentang planet sejak istilah planet dikenal di kalangan astronom, bahkan sebelum era Nicolaus Copernicus yang tahun 1543 membuktikan Bumi adalah salah satu planet yang berputar mengelilingi Matahari.

Dengan definisi baru tersebut, Pluto tidak berhak menyandang nama planet karena tidak memenuhi syarat yang ketiga. Orbit Pluto memotong orbit planet Neptunus sehingga dalam perjalanannya mengelilingi Matahari, Pluto kadang berada lebih dekat dengan Matahari dibandingkan Neptunus.

Planet Kerdil (Dwarf Planets)


Pluto kemudian masuk dalam keluarga baru yang disebut planet kerdil atau planet katai (dwarf planets). Keluarga ini beranggotakan Pluto dan benda-benda langit lain di Tata Surya yang mirip dengan Pluto, termasuk di dalamnya asteroid terbesar Ceres, satelit Pluto, Charon, dan beberapa benda langit lain yang baru saja ditemukan.

Menurut Direktur Observatorium Bosscha di Lembang, Jawa Barat, Dr Taufiq Hidayat, keputusan Sidang Umum IAU tersebut adalah puncak perdebatan ilmiah dalam astronomi yang sudah berlangsung sejak awal 1990-an lalu. Perdebatan tersebut dipicu berbagai penemuan baru yang menimbulkan keraguan apakah Pluto masih layak disebut planet atau tidak.

“Karakteristik Pluto memang berbeda dengan planet-planet lainnya. Bahkan komposisi kimianya lebih menyerupai komet daripada planet,” ungkap astronom yang mendalami bidang ilmu-ilmu planet ini.

Selain itu, perkembangan teknologi teleskop juga membawa pada penemuan berbagai benda langit yang masuk dalam kelompok Obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object/KBO). Sabuk Kuiper sendiri adalah sebutan untuk wilayah di luar orbit planet Neptunus hingga jarak 50 Satuan Astronomi (SA/1 Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yakni sekitar 149,6 juta kilometer) dari Matahari.

Beberapa KBO (Kuiper Black Object) sangat menarik perhatian karena berukuran hampir sama atau bahkan lebih besar daripada Pluto (diameter 2.300 km) dan ada yang memiliki satelit atau “bulan”.

Beberapa obyek tersebut, antara lain, Quaoar (diameter 1.000 km-1.300 km), Sedna (1.180 km- 1.800 km), dan yang paling terkenal adalah obyek bernama 2003 UB313 yang ditemukan Michael Brown dari California Institute of Technology (Caltech) pada 2003 lalu.

pluto 2

Obyek yang dijuluki Xena tersebut memiliki diameter 2.400 km, yang berarti lebih besar daripada Pluto. Xena sempat dihebohkan sebagai planet ke-10 Tata Surya.

Sejak saat itu, lanjut Taufiq, terjadi perbedaan pendapat di kalangan astronom. “Pilihannya adalah memasukkan Ceres, Charon, dan 2003 UB313 ke dalam keluarga planet sehingga jumlah planet menjadi 12, atau mengeluarkan Pluto. Akhirnya pilihan kedua yang disepakati,” tutur mantan Ketua Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung ini.

Kesepakatan itu sendiri bukannya datang dengan mudah. Taufiq mengatakan, pengambilan keputusan itu bahkan dicapai dengan cara pemungutan suara di antara para anggota IAU yang hadir setelah didahului perdebatan yang sangat sengit.

Empat astronom senior dari Indonesia turut serta dalam Sidang Umum IAU tersebut, yakni Jorga Ibrahim, Iratius Radiman, Suryadi Siregar, dan Ny Permana Permadi.

Beberapa pihak memprediksi debat mengenai status Pluto tidak akan berakhir di sini. Alan Stern, ketua misi pesawat ruang angkasa NASA, New Horizon, yang diluncurkan ke Pluto, Januari lalu, mengaku merasa “malu” terhadap keputusan itu. Meski demikian, misi senilai 700 juta dollar AS dan baru akan tiba di Pluto pada 2015 itu tetap akan dilanjutkan. “Ini benar-benar sebuah definisi yang ceroboh.”

Pencopotan Gelar


Wajar saja pencopotan gelar planet dari Pluto memicu reaksi yang emosional. Pluto selama ini memiliki tempat tersendiri di hati para astronom, baik yang profesional maupun amatir. Pluto sering dianggap “Si Bungsu dari Tata Surya” karena jaraknya yang terjauh dari Matahari dan ditemukan paling akhir dibandingkan delapan planet lainnya.

pluto 3

Orbit Pluto yang sangat lonjong dan tidak sejajar dengan bidang lintasan planet lainnya juga membuat planet ini unik. Pluto juga sempat dianggap sebagai jawaban dari misteri Planet X, sebuah planet hipotetis yang diduga ada di luar orbit Neptunus dan menyebabkan gangguan pada orbit planet Uranus dan Neptunus.

Meski ukuran Pluto kemudian terbukti terlalu kecil untuk menjadi Planet X, dugaan tersebut menjadi bagian dari legenda Pluto.