Mengapa Penting Sekali untuk Mendengarkan Orang Lain dengan Empati?

Mendengarkan secara empati

Mendengarkan secara empati adalah berarti sebagai pendengar yang bersedia tidak menghakimi, menilai, atau mengkritik, tetapi lebih cenderung menerima, memaafkan, dan memahami.

Mendengarkan secara empati dapat diartikan dengan mendengar “yang tersirat”. Dengan mendengarkan yang tersirat, kita meningkatkan kewaspadaan dan kepekaan antar personal kita terhadap seluruh pesan yang dicoba dikomunikasikan dengan seseorang.

Mengapa penting sekali untuk mendengarkan orang lain dengan empati ?

Berusaha benar-benar mengerti orang lain adalah dasar apa yang disebut dengan mendengar secara empatik. Ketika orang lain sedang berbicara, terkadang kita meletakkan proses mendengar dalam salah satu dari empat tingkat komunikasi tidak empatik. Tingkatan tersebut adalah :

  • Pertama, kita mungkin mengabaikan, dengan tidak benar-benar mendengarkan.
  • Kedua, kita mungkin berpura-pura, kita sebenarnya tidak mendengarkan yang diucapkan.
  • Ketiga, kita mungkin selektif, kita mendengarkan hanya bagian- bagian tertentu dari percakapan.
  • Keempat, kita mungkin atentif, yakni kita hanya menaruh perhatian dan memfokuskan energi pada kata-kata yang diucapkan.

Oleh karena itu dalam hal berkomunikasi, mungkin masih sedikit dari kita yang mempraktikkan bentuk tertinggi dari mendengar yaitu empati, kita benar-benar mendengar untuk mengerti dan memahami orang lain (Covey, 1997).

Mendengar secara empatik merupakan salah satu keterampilan berkomunikasi untuk mendukung pencapaian tujuan komunikasi, baik dari sisi persuasif maupun informatif. Banyak orang merasa yakin bahwa mereka berkomunikasi secara efektif. Namun, ketika orang lain tidak merespons dengan cara yang dikehendaki, mereka cenderung menyalahkannya. Kita mungkin pernah mendengar seseorang berkomentar:

“Saya tidak bisa mengerti anak saya. Ia benar-benar tidak mau mendengarkan saya”

atau

”Mereka sama sekali tidak mengindahkan saya ketika saya berusaha memberi tahu sesuatu pada mereka.”

Ketika orang lain tampaknya tidak mendengarkan pesan-pesan yang disampaikan, maka sebagai seorang yang kritis, kita harus bertanya pada diri sendiri:

“Bagaimana saya mengubah cara saya dalam menyampaikan sesuatu agar orang lain lebih mau menerima apa yang saya katakan?” (Brooks & Goldstein, 2009).

Menurut Carl Rogers dalam Masturi (2010),”kendala utama bagi komunikasi antarpribadi satu sama lain adalah kecenderungan alamiah kita untuk menghakimi, menilai, menyetujui atau membantah pernyataan orang lain ataupun pernyataan kelompok.” Setiap kali melakukan komunikasi, sesungguhnya bukan hanya sekadar menyampaikan isi pesan, tetapi menentukan kadar hubungan interpersonal.

Dalam menjelaskan hubungan antarmanusia, Covey (1997) menekankan konsep saling ketergantungan (interdependency). Unsur yang terpenting dalam komunikasi bukan sekadar yang kita tuliskan atau yang kita katakan, tetapi bagaimana karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada penerima pesan sebagai lawan bicara kita. Jika tulisan atau kata-kata dapat dibangun dari teknik hubungan manusia yang dangkal (etika kepribadian) dan bukan dari diri kita yang paling dalam (etika karakter), orang lain akan melihat atau membaca sikap kita. Jadi, syarat utama dalam berkomunikasi efektif adalah karakter yang kokoh yang dibangun dari pondasi integritas pribadi yang kuat, baik pembicara maupun orang yang yang diajak bicara.

Melalui mendengar dan memahami orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang memang mutlak dibutuhkan dalam membangun kerja sama dengan orang lain.

Rasa empati akan dapat membuat kita mampu untuk dapat menyampaikan pesan dengan cara dan sikap yang akan memudahkan lawan bicara untuk menerima pesan yang disampaikan. Oleh karena itu, berusaha untuk mengerti adalah prinsip yang benar yang dimanifestasikan di banyak bidang kehidupan. Dalam ilmu pemasaran, memahami perilaku konsumen merupakan suatu keharusan. Dengan memahami perilaku konsumen, maka penjual dapat berempati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan bagi konsumen. Empati begitu sangat penting, seperti halnya dalam bidang kesehatan, kita tidak mungkin menaruh kepercayaan pada resep yang dokter berikan jika kita tidak percaya akan diagnosis dokter tersebut (Covey, 1997).

Mendiagnosis sebelum membuat resep juga merupakan hal yang mendasar di bidang hukum. Pengacara profesional lebih dahulu mengumpulkan fakta-fakta untuk mengerti situasinya, untuk mengerti hukum dan presedennya, sebelum menyiapkan kasus. Pengacara yang baik hampir selalu menulis kasus pengacara lawan sebelum menulis kasusnya sendiri. Jadi, berusaha mengerti terlebih dahulu adalah prinsip yang benar dan jelas dalam semua bidang kehidupan. Ia adalah prinsip denominator yang lazim dan generik, tetapi memiliki kekuatan bagi hubungan antarpribadi.

Mendengar secara empatik berarti mendengar yang dilandasi kesadaran untuk memahami dengan perasaan, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang berbicara. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah cara memahami orang lain. Jangan melakukan hal yang sebaliknya, yakni mengharapkan orang lain yang harus lebih dahulu memahami kita. Sikap mau memahami tentu saja harus timbal balik, barulah kemudian akan muncul saling pemahaman. Dengan dasar berpikir ini, tidak terlalu sulit bagi pihak-pihak yang saling berhubungan untuk menumbuhkan pengertian dan saling menghormati dalam tindakan komunikasi.

Sumber : Sukron Makmun, Memahami orang lain melalui keterampilan mendengar secara empatik, Character Building Development Center, BINUS University