Mengapa orang Indonesia masih sedikit yang minat untuk membaca buku?

Berdasarkan penelitian UNESCO, hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang memiliki minat baca serius. Selain itu, hasil survey yang dilakukan UNDP menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati urutan 108 dari 187 negara di dunia, kalah jauh bila dibandingkan dengan Singapura yang berada urutan 9 dunia.

Di negara maju, penduduknya bisa membaca 20 hingga 30 judul buku per tahun. Sedangkan masyarakat Indonesia paling banyak yaitu 3 judul buku per tahun nya. Terlebih lagi, 90% penduduk Indonesia berusia diatas 10 tahun lebih gemar menonton televisi daripada membaca buku.

Lalu, kenapa hal tersebut bisa terjadi ?

Pertama, orang Indonesia lebih suka ngomong atau berbicara lisan. Bagi sebagian orang, berbicara dianggap lebih praktis, lebih cepat dan tidak ribet dibandingkan dengan membaca atau menulis. Hal itu terbukti, lihat saja betapa piawainya orang Indonesia berbicara dalam acara-acara seperti talkshow, forum diskusi atau debat di stasiun-stasiun televisi Indonesia.

Kedua, orang Indonesia lebih suka bersosialisasi. Berapa banyak orang yang pergi ke perpustakaan dibandingkan dengan orang yang pergi ke warung kopi untuk ngerumpi ? Berapa banyak orang yang lebih memilih bergosip atau berbincang-bincang dengan tetangga daripada berdiam diri di kamar untuk membaca buku ? Masih sedikit!

Ketiga, orang Indonesia suka yang instan. Membaca buku bukan merupakan kegiatan yang instan, manfaat nya tidak akan langsung dapat dirasakan seperti nikmatnya merokok. Butuh proses dan kesabaran dalam membaca hingga dapat dinikmati betul manfaatnya.

Memang tidak bisa dipungkiri, terdapat beberapa alasan sebagian orang tidak betah atau malas untuk membaca buku. Membuat pusing atau sakit kepala, tidak suka berpikir saat membaca, tidak sabar untuk menuntaskan nya, serta lebih suka gambar daripada tulisan menjadi sederet alasan mereka tidak tertarik untuk membaca.

Namun di balik itu semua, membaca merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat. Meningkatkan kualitas memori, meningkatkan kualitas fokus dan konsentrasi, melatih keterampilan berfikir dan menganalisa, serta yang paling penting yaitu meningkatkan wawasan dan pengetahuan menjadi sederet manfaat dibalik kebiasaan membaca buku.

1 Like

Fakta-fakta itu membuat Indonesia kalah jauh dengan negara maju. Sekitar 30 ribu judul buku per tahun dibanding penduduk Indonesia yang kurang lebih 250 juta orang, jelas jauh. “Perbandingannya satu orang belum bisa membaca satu buku. Padahal di negara maju, satu orang bisa membaca tiga sampai lima buku.”
Di Indonesia, justru kebalikannya. Tiga sampai lima buku dibaca oleh hanya satu orang.

Perbandingan minat baca 1:3 hingga 1:5

minat baca kalangan muda lebih tertuju pada fiksi atau novel yang memiliki alur cerita seringan tayangan FTV atau film televisi yang biasa disiarkan beberapa stasiun televisi swasta.

Dari sisi pengarangnya sendiri, juga tak banyak perkembangan. Kebanyakan mereka pun mengkreasikan bacaan nge-pop seringan FTV. Evolusi pengarang di Indonesia tak berlangsung ekstrem.

Sebenarnya, industri buku tak lepas dari penawaran dan permintaan, seperti rumus yang berlaku pada kegiatan ekonomi apa pun. Saat permintaan meningkat, penawaran pun tinggi. Masalahnya saat ini penawaran rendah, dan permintaan lebih rendah lagi., itu berhubungan dengan masa lampau.

“Histori kita itu budaya lisan. Kita belum sempat membina literasi, sudah diganggu sama teknologi,”. Jarang ada orang tua membacakan anak buku cerita menjelang tidur, misalnya. Yang ada justru mereka disodori gadget.

Tingkat literasi di Indonesia boleh tinggi. Ketua Komite Nasional Pelaksanaan Frankfurt Book Fair 2015, Goenawan Mohamad pernah menyebut tingkat literasi Indonesia 93 persen. Itu salah satu faktor tahun ini Indonesia menjadi tamu kehormatan Frankfurt Book Fair 2015.

Namun itu belum dibarengi minat baca yang juga tinggi. "Literasi itu soal baca tulis. Karya kita memang bagus. Komunitas penulis bermunculan, tapi jarang ada yang baca.