Mengapa netizen banyak yang julid?

Perkembangan teknologi dan informasi tak selamanya memberikan manfaat positif. Alih-alih menggunakankan kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat, para netizen , dengan bebasnya melontarkan komentar-komentar miring bernada cemooh. Tak jarang, semua cemoohan itu berujung di meja peradilan.

Kamu pasti tahu betul apa itu julid. Julid sendiri memiliki artian suka menghakimi, menggosipkan dan membicarakan orang lain tanpa mengetahui hal yang sebenarnya. Dengan menghakimi seseorang, mereka merasa senang karena berhasil merendahkan orang lain.

Tapi mengapa, sih, kok netizen Indonesia ini suka sekali sama yang namanya julid? Dari berita artis, politik, bahkan sekarang agama pun tidak lepas dari kejulidan netizen. Rasanya, hampir semua topik yang ada di Indonesia tidak lepas dari nyinyiran netizen.

Berikan komentarmu, ya!

2 Likes

Betul sekali, netizen Indonesia banyak yang julid di media sosial bahkan bukan hanya julid ke artis dalam negeri bahkan artis luar negeri. Indonesia sendiri merupakan negara dengan masyarakatnya yang sangat aktif dalam menggunakan media sosial. Karena media sosial yang dipakai benar-benar seperti halnya hidup di dunia nyata. Padahal, bila di luar negeri kebanyakan menggunakan media sosial itu ya sekedar perantara saja tidak menjadi kebutuhan pokok bila dibanding dengan kita.
Comment julid yang dilontarkan bisa berupa hinaan, hujatan, cacian, karena rasa iri yang dimiliki. Sehingga, apapun yang dilakukan oleh artis atau yang lainnya di sosial media akan tetap salah di mata netizen. Seharusnya, kalau mau julid harus yang membangun seperti memberikan saran, masukan atau kritik yang positif. Disini penting sekali edukasi dalam penggunaan sosial media untuk tidak mencaci maki di media sosial, apalagi Indonesia yang dikenal sebagai negara ramah dan sopan. Namun, balik lagi ke individu masing-masing.

Media sosial merupakan platform berbagi informasi dan tempat seseorang mengekspresi kehidupan pribadi seseorang. Netizen Indonesia terkadang banyak yang tidak sopan saat berkomentar di akun seseorang dengan hujatan yang dibilang tidak pantas dan dapat melukai perasaan seseorang dan kebanyakan yang menghujat menggunakan akun anonim atau akun fake.

Dengan perkembangan teknologi yang ada, kebebasan berpendapat semakin dimudahkan. Namun dengan kemudahan tersebut, memang benar berpeluang netizen yang berkomentar melontarkan kata-kata yang belum ada bukti kebenarannya. Menurutku mereka julid terhadap orang lain bisa jadi didasari rasa kebencian ataupun tidak suka bahkan bisa karena korban hoax.
Adanya fenomena “netizen banyak yang julid” sebaiknya menanamkan pola pikir berkomentar yang bertujuan membangun. Saling mengedukasi cara menggunakan media sosial dengan bijak tanpa melukai hati orang lain.

Menurut pendapat saya pribadi, netizen julid bisa jadi karena kurangnya pengetahuan dan kehati-hatian dalam menggunakan media sosial. Tidak semua orang tau konsekuensi dalam penggunaan media sosial, maka dari itu kebanyakan orang julid dan tidak memperhatikan kata-kata mereka dalam berkomentar.

Setuju dengan pendapat teman teman, Hasil riset yang dirilis oleh Microsoft menyebut netizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara atau paling tidak sopan. Menurut sudut pandangku sendiri, adanya perilaku tersebut disebabkan karena rasa insecure yang membuat perasaan iri terhadap orang lain. Sehingga timbulnya hasrat untuk menjatuhkan dan mencari cari kekurangan pada orang lain dengan kata kata yang kurang baik.

Menurut saya mungkin karena perkembangan teknologi informasi, yaitu setiap orang bisa mempunyai panggungnya sendiri yaitu akun sosial media, sehingga sangat mudah untuk melontarkan perasaan julidnya dan bersembunyi dibelakang.
mungkin kalau dulu masih sedikit kita jumpai julid karena melontarkan perasaan julid hanya kepada temannya tidak berani secara publik, karena belum ada sosial media jadi harus secara langsung kalau ingin melontarkan perasaannya.

Bicara tentang netizen Indonesia memang tidak ada habisnya, karena Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang mendasari pemikiran netizen Indonesia bebas berpendapat, yah namun tidak jarang dan bahkan kebanyakan para netizen tidak mementingkan dampak yang mereka akibat atas komentar atau perkataan mereka, kita sebagai generasi muda harus menghentikan perbuatan tersebut, pikirkan lah terlebih dahulu pemikiran kita sebelum terlontar kedalam kata-kata.

menurut saya perkembangan teknologi informasi sekarang kan sudah canggih. kita bisa dengan mudah memalsukan sebuah akun atau menyembunyikan identitas kita. mungkin itu yang menjadi penyebab banyak banyak orang yang julid dimedia sosial. karena mereka merasa aman jika orang yang dijulid i tersinggung. sedangkan didunia nyata mereka takut karena tidak bisa menyembunyikan identitasnya dan bisa dilaporkan ke pihak berwajib. dan rata-rata akun sosial media yang melakukan julid adalah akun fake.

Menurut aku, alasan netizen banyak yang suka julid diantaranya adalah karena iri, dengki, kurang kerjaan, kurangnya edukasi, merasa paling benar, dll.

Sebenarnya perilaku julid adalah cerminan dari ketidakdewasaan masyarakat dalam bermedsos. Juga cerminan dari perilaku kebanyakan orang Indonesia yang toxic dan selalu berprasangka negatif pada orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari praktek julid atau merendahkan orang lain terjadi bahkan di lingkungan keluarga dan bertetangga. Terlebih mereka juga suka mencampuri urusan orang lain, berbeda dengan masyarakat luar yang terkesan cuek dengan hal-hal yang tidak berkaitan dengan dirinya.

kembali lagi pada ketidakdewasaan bermedsos yang bisa juga disebut ketidaksiapan masyarakat dengan informasi yang diterima. kemudian mereka menganggap itu sama saja dengan kehidupan sehari-hari dimana mereka boleh berkomentar sesuka hati tanpa didengar oleh orang yang bersangkutan.

Salah satu alasan kejulidan netizen adalah untuk memenuhi kepuasan diri. Banyak kok orang yang menghina orang lain hanya karena dia pengen aja menghina, pengen aja ngatain, pengen aja ngurusin kehidupannya tanpa memikirkan dampak apa yang ditimbulkan ketika merek menyebar hate speech kepada orang lain. Tentu saja orang yang seperti adalah orang yang toxic. Mereka puas melihat orang lain menderita dan puas dapat menghina orang lain. Kalau sudah seperti ini sih bukan manusia lagi menurut saya. Yang saya herankan kok bisa waktu yang merek punya bukannya digunakan ke hal-hal positif, ke hal-hal yang lebih penting, eh malah ikutan ngurusin orang lain. Nggak sekalian apa ya ikut ngurusin bayar listrik dan airnya… bayar kontrakannya… heheh. Apalagi kalau sudah memfitnah, duh itu hal yang paling menyebalkan. Merasa dirinya paling benar lagi. YUK YUK jangan lagi kita membiarkan jari-jari kita untuk menghina orang lain. Kita tidak tahu lho apakah perkataan kita ini bisa berdampak kepada mental seseorang, bisa jadi orang yang kita hina jadi depresi atau bahkan memutuskan untuk bunuh diri. Dan kenyataanya banyak yang menjadi seperti itu… jangan biarkan diri kita menjadi penghancur kebahagiaan orang lain ya.

Sebenarnya sudah banyak aturan normatif yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi kegiatan ‘julid’ ini. Kewaspadaan pemerintah terhadap munculnya hinaan dan ujaran kebencian hingga merembet pada terjadinya disinformasi telah ditanggulangi melalui beberapa undang-undang terkait. Nah saya bukannya mau bahas itu, saya ingin fokus ke ide Kak @Krisna_Suzana bahwa penting adanya edukasi penggunaan media sosial.

Apa sih perantara paring sesuai untuk memberikan edukasi terkait sosial media?

Saya pernah mengikuti sebuah seminar mengenai edukasi sosial media bagi remaja awal. Saya sebenarnya bukan orang tua sih, tapi karena tuntutan sebuah mata kuliah yaa akhirnya saya ikut seminar tersebut. Terdapat sebuah penjelasan yang menurut saya sangat menarik.

Kalau mau memberitahu cara beretika baik ya harus dicontohkan, sama seperti sosial media. Cara supaya anak tahu untuk menggunakan sosial media yang baik ya langsung dari sosial media tersebut.

Secuil kalimat tersebut cukup memahamkan saya apa artinya memberikan edukasi, edukasi itu memberi teori dan praktek serta menghubungkannya dengan penerima pesan. Nah kalau mau memberitahu cara menggunakan sosial media yang baik ya langsung saja dari sosial media tersebut.

Coba untuk melatihnya, ikuti tokoh-tokoh yang inspiratif di sosial media tersebut. Melalui teknis dan algoritma yang sudah dibuat oleh sistem maka user interface atau tampilan akan dipenuhi oleh konten yang membawa efek positif juga.

Salah satu faktor kenapa banyak permusuhan dan perpecahan di sosial media adalah karena algoritma sosial media itu sendiri, kalau teman-teman ada yang pernah nonton film dokumenter The Social Dilemma, dalam film itu dijelaskan juga bagaimana algoritma hanya menampilkan apa yang kita mau tujuannya agar kita semakin lama menggunakan produk sosial media tersebut. oleh karena itu, kebenaran yang muncul adalah kebenaran yang kita ingin bukan yang sebenarnya, makin tinggi jurang pemisah antar netizen. hal itu juga mendasari bagaimana zaman ini disebut sebagai ‘Post Truth’.

Menurut saya karena netizen itu hanya melihat dari satu sudut pandang saja. Serta di media sosial kita bebas untuk mengutarakan pendapat tanpa ada yang melarang. Nah dari dua faktor ini lah yang menyebabkan netizen itu menjadi julid. Karena saat membaca berita mereka langsung termakan dengan berita tersebut dan langsung mengutarakan pendapatnya melalui akun media sosial mereka, tanpa mencari tahu lebih dalam mengenai isu yang diberitakan tersebut bagaimana.

Perlu diingat bahwa Indonesia adalah negra demokrasi yang dimana seluruh warga negaranya bebas untuk mengutarakan sudut pandang, pendapat dan argumen yang mereka miliki, tidak terkecuali Netizen. Nanum jika membahas terkait netizen, memang kerap kali orang-orang yang masuk dalam kategori ini secara aktif melontarkan komentarnya yang tidak jarang merupakan kalimat yang menjurus kepada hal-hal negatif seperti, hinaan, sindiran, hujatan kebencian dan sebagainya. Tanpa disadari apa yang mereka lakukan sangat berpengaruh terhadap individu yang mereka sasar, yang mayoritasnya adalah kalangan public figure. Kurangnya edukasi dan tata krama berbicara dalam media sosial khususnya, menjadi faktor terbesar yang mengakibatkan netizen secara bebas dan massive melakukan tindakan-tindakan yang tidak patut kita contoh, yang salah satunya adalah julid itu sendiri.

Hahaa kadang sebel ya kalau lihat netizen-netizen julid yang suka banget ngurusin hidup orang lain. Bahkan mudah banget gitu menghina dan memfitnah orang yang dia juga nggak begitu tahu keadaan aslinya seperti apa. Di Indonesia sendiri, konten-konten gosip lebih diminati daripada konten yang tujuannya pencerdasan. Tontonan masyarakat hari ini ya akhirnya menggambarkan bagaimana otak dan pikirannya. Nggak heran juga kalau ada survey yang mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki netizen yang paling tidak sopan. Minimnya kesadaran bahwa perkataan yang dilontarkan seharusnya dipikirkan matang-matang dan pertimbangkan apakah ada nilai positif atau negatif.

Julid itu sama dengan iri/dengki. Menurut saya, sifat ini adalah sifat yang paling mudah menjangkiti manusia, apalagi segala informasi sekarang begitu mudah diakses lewat media sosial.

Penggunaan media sosial begitu bebas belakangan ini. Tidak banyak kasus kejulidan yang benar-benar bisa diproses secara serius untuk memberi efek jera kepada pelakunya. Maka dari itu, kebanyakan netizen mungkin berpikir semua orang bisa memberi komentar buruk sesuka hati. Ditambah lagi hal itu terjadi di dunia maya, pelaku julid mungkin merasa lebih berani sebab tidak berhadapan langsung dengan sasaran julidnya (secara tatap muka).

Menurut saya Julid adalah penyakit hati. Saat seorang netizen julid melihat postingan orang lain berupa berprestasi, kesuksesan, karya baru, harta kekayaan baru, kegiatan liburan, dapat hadiah, maka tensi darahnya naik, puyeng, ngambek, uring-uringan, geram, dan kesal. Hal tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk komentar atau membuat status di medsos miliknya tanpa memkirkan dampak yang terjadi dari status ataupun komen yang mereka tulis