Mengapa Menuntut Ilmu Dalam Islam Dapat Disetarakan Dengan Jihad di Jalan Allah?

Islam tidak suka dengan kebodohan dan perilaku berhenti belajar terhadap sesuatu yang baru. Bahkan dalam islam, menuntun ilmu pahalanya disetarakan dengan berjihad di jalan Allah. Mengapa sedemikian rupa ?

Telah bercerita kepada kami Nahsr bin Ali dia berkata, telah bercerita kepada kami Khalid bin Yazid Al Ataki dari Abu Ja’far Ar Razi dari Ar Rabi’ bin Anas dari Anas bin Malik dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa keluar dalam rangka menuntut ilmu maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali.” Abu Isa berkata hadis ini hasan gharib, sebagian perawi telah meriwayatkannya namun tidak merafa’kannya.

Status hadis adalah hadis hasan gharīb sebagaimana yang tertera dalam rangkaian kalimat di atas., oleh karena itu tidak mengapa menjadikan hadis ini sebagai dalil dalam pembahasan.

Secara umum dalam hadis disebutkan orang yang menuntut ilmu diganjar dengan pahala berjihad di jalan Allah. Terkait dengan ini, al-Mubarakfuri mengatakan bahwa barangsiapa yang pergi dari rumah dan daerahnya untuk menuntut ilmu syariat baik fardhu „aīn maupun fardhu kifāyah, sampai dia pulang ke rumah, maka pahalanya seperti berjihad fī sabīlillah.

Rasul membuat ukuran perbandingan antara menuntut ilmu dengan berjihad. Sebab dalam berjihad ada beberapa hakikat di dalamnya, yaitu: menghidupkan agama, menghinakan dan menundukkan syaitan dan merasakan lelahnya diri dalam berperang. Hal ini sama dengan hakikat yang terdapat dalam menuntut ilmu.

Dalam menuntut ilmu pada hakikatnya adalah menghidupkan agama, menghinakan dan menundukkan syaitan, yang terakhir dalam menuntut ilmu itu sungguh melelahkan, oleh karena itu bagi yang menuntut ilmu dianggap sama dengan berjihad di jalan Allah.

Berangkat dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa hidupnya agama (baik individu maupun kolektif) sangat ditentukan oleh ilmu pengetahuan. Besar-kecilnya agama seseorang, tergantung kepada besar-kecilnya keilmuannya. Kuat-lemahnya agama seseorang, tergantung kepada dalam-dangkalnya keilmuannya. Pengetahuan merupakan gerbang pertama untuk memasuki pintu-pintu selanjutnya.

Keilmuan mampu mengalahkan dan menundukkan syaitan dalam kehidupan. Semakin tinggi keilmuan seseorang, maka semakin hebat godaan yang dilancarkan oleh syaitan. Namun ketika ilmu yang dimiliki dilandasi iman dan keikhlasan kepada Allah, maka syaitan tidak akan berhasil menggoda manusia.

Hal yang paling terpenting dalam proses menuntut dan mengembangkan keilmuan adalah kesabaran dan kesungguhan.

Tidak selamanya perjalanan keilmuan itu mulus seperti yang diharapkan. Akan terdapat kendala dan rintangan dalam proses perjalannnya, oleh karena itu dibutuhkan kesabaran dan kesungguhan. Sebagaimana yang juga dituntut dalam berperang dijalan Allah.

Ibn Hibban juga menukil sebuah hadis yang memiliki makna yang sama dengan hadis di atas:

Telah mengkhabarkan kepada kami Ibn Khuzaimah dia berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibn Yahya dan Muhammad Ibn Rafi‟ mereka berdua berkata telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq dia berkata telah memberitakan kepada kami Ma‟mar dari Ashim dari Zur dia berkata aku mendatangi Shafwan Ibn „Asal alMuradi, dia berkata: apa tujuanmu datang? Lalu dijawab aku datang untuk menuntut ilmu, Shafwan kemudian berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda “tidaklah keluar seseorang dari rumahnya untuk menuntut ilmu, melainkan para malaikat akan meletakkan sayap mereka kepadanya sebagai keridhoan terhadap aktivitasnya.

Sumber : Ahmad Darlis, Motivasi pengembangan ilmu pengetahuan dalam perspektif hadis nabi

Dalam kamus Arab jihad berasal dari kata Juhd yang berarti kekuatan atau kemampuan. Jika lafal jihad itu dirangkai dengan lafal fī sabīlillah, berarti berjuang, berjihad, dan berperang di jalan Allah, jadi makna jihad adalah perjuangan. Jihad juga dapat dimaknai kepayahan, kesulitan, atau mencurahkan segala daya dan upaya, yaitu mencurahkan segala upaya dan kemampuan untuk meraih suatu perkara yang berat lagi sulit.

Adapun secara terminologi Al-Qurthuby mengartikan jihad yaitu semua perbuatan yang menunjukkan kepada usaha mengerjakan sesuatu yang diperintahkan Allah dan meninggalkan dan untuk mentaati Allah serta menolak atas segala godaan sekaligus ajakannya untuk berbuat zalim dan kufur.

Al-Raghib Al-Ashbahany berkata, Jihad adalah bersungguh-sungguh dan mengerahkan seluruh kemampuan dalam melawan musuh dengan tangan, lisan, atau apa saja yang ia mampu. Jihad itu ada tiga perkara: berjihad melawan musuh yang tampak, syaithan, dan diri sendiri.

Hubungan antara Jihad dengan Menuntut Ilmu

Jihad dalam pengertian umum terdiri dari beberapa kategori, yaitu :

  • Jihad al-nafs “jihad dalam memperbaiki diri sendiri”.
  • Jihad al-shaitan “jihad melawan setan”.
  • Jihad al-kuffar wa al-munafiqin “jihad melawan orang-orang kafir dan kaum munafikin”.

Dari situ terlihat bahwa hubungan antara menuntut ilmu dengan jihad terdapat pada kategori jihad al nafs, dimana ketika kita menuntut ilmu, maka secara tidak langsung kita melakukannya untuk memperbaiki diri kita sendiri agar menjadi insan yang lebih baik.

Jihad yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu :

  1. Jihad yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas intelektual; baik untuk pendalaman ilmu pengetahuan umum (non Islam) dan ilmu keagamaan dalam rangka mencari dan mempresentasikan kebenaran agama. Hal ini karena Allah memerintahkan untik mempelajari agama dan menyiapkan pahala yang sangat besar bagi para penuntut ilmu dan orang-orang yang berilmu.

  2. Jihad melawan hawa nafsu juga dalam kaitannya dengan pengamalan dan pengaplikasian ilmu pengetahuan yang diperolehnya, dengan penuh amanah dan ihsan, maksudnya adalah mentaati perintah-perintah-Nya dan menjauhi laranganNya

  3. Jihad melawan hawa nafsu dengan mensosiasikan (mendakwahkan) ilmunya kepada orang lain, dan mengajak mereka ke jalan Allah atas kebenaran, dengan cara yang bijak (hikmah), nasihat yang baik, dan dialog dengan kelompok yang berbeda dengan cara yang baik.

  4. Ketabahan dan kesabaran dalam menuntut ilmu pengetahuan, mengamalkan dan mensosialisasikannya dikategorikan pula sebagai jihad melawan hawa nafsu.

Sebagai kesimpulan, jihad menuntut ilmu hanya didapatkan ketika dalam menuntut ilmu kita melakukannya dengan bersungguh-sungguh dan mengerahkan seluruh kemampuan yang kita miliki. Karena hakikat dari jihad adalah Perjuangan.

Dan didalam konteks ilmu pengetahuan,Jihad yang paling utama adalah menyebarkan ilmu yang kita miliki kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan, dengan kata lain, saling berbagi ilmu pengetahuan, apapun bidang ilmunya.