Mengapa manusia diberi akal oleh Allah swt?

Akal

Manusia adalah “tubuh yang berjiwa” dan bukan “jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana”. Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana atau badan fisik. Mengapa manusia diberi akal oleh Allah swt?

Sesungguhnya, Allah menciptakan segalanya dengan kekuasaan dan kebijakan-Nya yang sempurna. Kesempurnaan itu hanya mampu dilihat oleh manusia yang merenung, berfikir, memaknai dan menjiwai. Dan perenungan, pemikiran, pemaknaan dan penjiwaan takkan terlaku jika tiada AKAL. Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang BERAKAL,” [Q.S. Ali Imran: 190]

Lalu kita serempak bertanya-tanya, “Siapakah mereka yang Engkau sebut ‘orang-orang BERAKAL’, wahai Rabb?”

Allah telah menjawabnya sebelum kita bertanya. Ini jawaban yang agung dari-Nya:

"(yaitu) orang-orang yang (berdzikir) mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Q.S. Ali Imran: 191]

Sungguh kurang jika DZIKIR hanya difahami sebagai lafalan lisan. Sungguh, termasuk dalam bentuk dzikir yang agung adalah memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, jua segala yang ada pada keduanya, apapun itu, yang ternisbatkan kepada Pencipta-Nya Yang Maha Kuasa…Yang Maha Agung…Yang Maha Bijaksana, yaitu Allah Subanahu wa Ta’ala.

Orang-orang yang teracuni pemahaman sekuler mengejek, “Sedikit-sedikit kalian ingat agama. Ini salah itu salah. Pemikiran kalian SEMPIT!”

Jawablah, wahai orang berakal, “Justru pemikiran kalian yang sempit. Karena yang kalian fikirkan hanya dunia dan mentok itu saja. Kalian membalut fikiran dengan syahwat yang selama ini dikira adalah mizan keadilan. Sedangkan orang-orang yang berpegang teguh dengan agama, meninjau segala kejadian dan hal dari sisi ukhrawi, kemudian duniawi. Kita jauh berfikir tentang alam yang tak mampu kalian jangkau. Kita berfikir tentang surga dan neraka, sedangkan kalian berfikir ujung-ujungnya kebebasan duniawi. Kita berfikir tentang Sang Pencipta, sedangkan kalian hanya berfikir tentang yang dicipta lalu terlena padanya.”

Betapa banyak manusia yang diberi, lalu terlena dengan yang diberi, kemudian lupa akan Sang Pemberi.

Betapa banyak manusia mempelajari bahasa Inggris dan berbangga dengan kemampuannya akan bahasa tersebut. Mereka mengatakan, “Kami telah menguasai dan memahami bahasa mayoritas manusia!”

Sedangkan beberapa manusia mempelajari bahasa Arab dan berusaha menjadikannya tangga menuju kebahagiaan akhirat. Mereka mengatakan, “Kami telah menguasai dan memahami bahasa Pencpita manusia!”

Maka, jadilah perenung yang berfikir dengan akal. Meninjau jauh ke depan. Sesungguhnya tiada keabadian tinggal di dunia. Ada kehidupan selanjutnya yang sejatinya dilalaikan banyak manusia. Pecinta dunia adalah orang-orang berpemikiran pendek yang mengira begitu panjang pikirannya dan takjub pada kependekan pikiran. Sedangkan tidak menyadari akan kekurangan ini akan mewariskan penyesalan kelak, yang jika ia bukan sesalan abadi, setidaknya ia adalah sesalan terngeri.

Jadilah pemilik hati yang bersujud ketika mengingat bahwasanya segala yang ada adalah segala yang Dia-lah Penguasanya.