Mengapa kita selalu salah dimata orang yang tidak menyukai kita?

Terkadang kita sudah melakukan hal baik pun, tapi kita masih selalu salah dimata orang yang tidak suka kepada kita.
Mengapa begitu? Dan bagaimana Self-improvement pada pernyataan tersebut?

1 Like

Halo, kak! Pertanyaan yang bagus, kak. Sebenarnya, akan selalu ada celah keburukan dari diri kita di mata orang lain, dan kita tidak bisa mengontrol hal tersebut dalam buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring, aku baca soal dikotomi kendali yang digagas oleh Epictetus. Jadi katanya terdapat dua hal, pertama, hal-hal yang dapat kita kendalikan, yang kedua yang tidak dapat kita kendalikan. Emosi negatif seperti rasa kecewa hadir karena ekspektasi kita terhadap sesuatu, ekspektasi kita adalah sesuatu yang dapat kita kendalikan, tetapi yang terjadi nantinya adalah bukan hal yang bisa dikendalikan, dan berusaha untuk mengendalikannya cuma membuat kita tenggelam dalam emosi negatif. Nah, jadi keinginan kita untuk berbuat baik agar orang-orang senang dengan kita merupakan hal yang dapat kita kendalikan, tetapi bagaimana feedback mereka bukan hal yang bisa kita kendalikan. Jadi berbuat baik saja itu sudah cukup, urusan bagaimana orang lain ke kita, itu hak mereka, kalau kita terus berharap disukai orang lain, cuma bakal memupuk kekecewaan di diri kita. Remember that we do not live to please everyone, we need to live our life to the fullest. Do not be a people-pleaser, just be kind. Ehehe have a great day!

4 Likes

Konteks nya disini adalah kita sudah melakukan hal baik.
Ada pepatah mengatakan " bahkan lukisan terindah didunia sekali pun tetap ada yang tidak menyukainya"
Saat kita sudah melakukan hal baik terkadang ada saatnya kita bersikap “bodo amat” terhadap ocehan orang lain.
Jalani hidup, jika ada kritik dari orang lain telaah kembali.Jika memang ada yang salah dari perilaku kita mari kita ubah.Namun jika sudah tepat tak usah hiraukan
#semangatmenolakmenyerah
Demikian pendapat saya, mari kita saling berdiskusi juga di artikel saya(Bagaimana pendapatmu mengenai “inspirasi” sebagai salah satu katalisator Self-Improvement ? Apakah sudah tepat? . Ditunggu kehadirannya.

1 Like

Wahhh… terimakasih banyak kak atas masukan dari kakak…
Sangat benar kak, saya sangat setuju.
Baik lah kita selalu melakukan perbuatan baik, bagaimana pun penilaian orang tersebut kita terima dengan hati yang ikhlas yang penting kita sudah melakukan hal yang terbaik menurut kita🤗
Thanks kak :hugs:

Terimakasih kakak atas masukan nya…
Saya sangat setuju kak, bagaimana pun, atau hal baik apapun yang kita lakukan pasti selalu akan ada yang tidak menyukai nya walaupun itu sudah menurut kita paling baik, jadi kita hiraukan saja apa yang membuat kita kecewa dengan perkataan orang tersebut.
Semangat kak…
Ya kak, aku segera berkunjung ke artikel kakak :hugs:

Move on. Sebagai menyukai atau tidak menyukai, itu sih terserah orang. Kita tidak bisa memaksa dia untuk tidak membenci kita. Tapi, sampai sini tunggu dulu; kalaupun dia benci pasti ada alasannya, jadi tergantung konteks orangnya ya. Nah, saya akan membahas bagaimana cara menanggapinya menurut saya. Ingat, haters will hate, jadi kita tidak bisa melakukan apapun, yang terbaik adalah berserah, menerima, dan lakukan yang terbaik. Usaha tidak bakal mengkhianati hasil. Selain itu, lihat apa yang salah dan perbaiki, tapi jikalau kamu tidak meerasa berbuat buruk, yasudahlah mungkin dia sudah memang tidak menyukai kita. Jadi kita hanya bisa mencintai diri (self-love).

“Masa gini aja gabisa?”. Kritik diri dan self-love. Seberapa penting?
Disini saya ada bahas self-love, dan artikelnnya juga lumayan bagus. Itu bukan artikel saya, tapi silahkan dibaca. Sekian terima gaji.

1 Like

Bener kak…
Memang kita tidak boleh memaksakan dia menyukai kita, yang penting kita sudah berusaha, selalu berbuat baik. Tapi pasti nya kita akan selalu memikirkan apa yang salah pada kita, kenapa berbuat baik sekalipun kita tetap tidak disukai?

Itu masalahnya bukan dikita, tapi pada orangnya yang kamu bilang ‘tidak menyukai’. Saya bukan ahli, tapi sederhananya ini cuman masalah mindset orang. Seperti yang kamu singgung jikalau kita sudah tidak mengetahui apa yang salah- berbuat baik tetep tidak disukai; bisa jadi seseorang itu iri. dsb. Tapi jangan terlalu overthinking soal hal tu.

1 Like

Okay, saya ingin mengawali dengan mengatakan: Kamu tidak sendiri!

Saya pun sering, bahkan selalu menanyakan kepada diri saya tentang segala yang terjadi di sekitar saya. Apakah saya sudah melakukannya dengan benar? Apakah perlakuan saya menyakitinya? Apakah orang itu tidak menyukai saya? Selalu pertanyaan seperti itu (dan yang mirip-mirip) berputar di otak saya sampai saya berpikir kalau ada tombol turn off saya sudah menekannya dari dulu!

Kamu tahu, terkadang pikiran tentang siapa yang membencimu atau kenapa mereka membencimu akan mengganggu keseharianmu. Aktivitasmu. Kamu akan selalu bertanya, kenapa? Lalu kalau iya—ada orang yang membencimu dan mengatakannya—lagi-lagi kamu akan bertanya, kenapa?

Ada hal yang tidak pernah sampai di logika kita, termasuk rasa benci. Orang bisa benci, tidak suka pada kita, hanya karena hal-hal sepele (menurut kita). Kamu mau berbuat jelek atau pun berprestasi, tetap akan ada orang yang tidak menyukaimu. Sekaya dan sedermawan Ruben Onsu, ia masih menjadi sasaran empuk kekuatan-kekuatan ghaib karena ada yang lebih senang Ruben Onsu menderita alias membenci Ruben.

Orang selalu memiliki alasan sendiri—sespele apapun—untuk suka dan tidak suka pada orang, benci dan cinta pada kamu. Sesuatu yang dilakukan riset berapa kali pun, hasilnya akan terus berbeda. Kamu pun pasti pernah merasa risih, tidak suka, atau mungkin benci kepada orang lain? Coba pikirkan, apakah alasanmu cukup bisa diterima oleh orang yang kamu tidak suka untuk membencinya? Lalu kenapa kamu risau dan overthinking jika ada orang yang membencimu?

Jadi, singkat saja. Saya ingin memberitahukan bahwa akui saja bahwa ada orang yang membencimu, tidak menyukaimu. Bilang pada dirimu “Betul, ada yang membenciku.”. Tapi, harus kukatakan bahwa meski kelihatan seperti suudzon (berprasangka buruk), bagiku itu awal dari pengikhlasan. Nikmati saja setiap nada-nada kebencian yang mengarah kepadamu. Kalau kamu hanya ‘merasa’ pun, lakukan yang terbaik dalam hidupmu untuk dirimu sendiri. Jalani rencana-rencana hidup yang sudah kamu list dengan teliti.

Barangkali memang seperti omong kosong karena bicara dan menulis (seperti jawaban ini dengan kata-kata puitisnya) adalah sesuatu yang mudah. Selalu saja praktik menjadi hal tersulit dalam hidup. Mari, kamu dan saya bersama-sama memerangi overthinking ini dengan cara menjadikan rasa ini sebagai kawan karib.

Kamu berharga. Kamu berhak bahagia. Tidak perlu sampai pusing-pusing memikirkan kebencian orang lain, ya. Hidup itu penuh kejutan dan keindahan di dalamnya.

1 Like

Benar sekali kk
Hei, pasti ada orang yang menyukaimu
Sebentar saja, coba lihat ke sekitar, atau pikirkan orang-orang yang pernah membantumu, baik yang kamu kenal atau tidak dikenal, orang yang menyayangi tanpa lelah, yang selalu ada dalam keadaan apapun, yang menjadi support system mu.

Dalam hubungan sosial, adalah manusiawi jika kita berharap untuk diterima, diakui, didengar. Pada orang-orang yang merasa dirinya (memosisikan diri) layak dijadikan panutan atau pemimpin maka harapan yang tumbuh bukan hanya berharap didengar, tetapi lebih dari itu ingin diikuti dan dipatuhi oleh orang lain. Dalam moment tertentu, dimana kita merasa telah melakukan hal-hal yang ‘luar biasa’, kita bahkan mengharapkan penghargaan, pujian, sanjungan, dan dielu-elukan oleh orang banyak.

Hai kak :hugs:
sebelumnya topik ini udah pernah saya buat jadi artikel saya, juga tapi gapapa lah kak… biar lebih mendalam lagi yekann :grinning_face_with_smiling_eyes:.
.
Kita memang tidak bisa selalu memaksakan orang lain untuk menyukai kita, tapi yang penting kita sudah berusaha selalu bersikap baik kepadanya, akan tetapi tetap juga dia tidak menyukai kita, itu biar lah saja menjadi urusan dia, kita abaikan saja, karena itulah jalan satu-satunya. Yang penting kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik supaya dia lebih menyukai kita lagi.

Menurut saya intinya sih karena bias. Tidak ada orang yang netral karena setiap orang punya biasnya masing-masing. Ketika kita memutuskan untuk tidak menyukai seseorang, maka persepsi kita terhadap orang itu pun akan cenderung tidak positif.

…dislike was consistently associated with lower positivity bias, greater normative accuracy, and lower distinctive accuracy across two validation measures (Zimmerman, Schindler et al. 2017)