Mengapa Kebebasan pers di Indonesia masih dinilai buruk ? Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah fenomena konglomerasi media yang terjadi di Indonesia.
Isu konglomerasi media di dunia bukanlah suatu hal baru. Bahkan sejak dekade 60-an, Donna Allen telah mgnangkat dan mencoba memperingatkan dunia akan bahaya dari konglomerasi dan konsentrasi kepemilikan media (Ross dalam Allan [ed], 2005).
Jika melihat dalam jangkauan komunikasi internasional, tahun 2003 sumber berita pada media elektronik yang paling berpengaruh di seluruh dunia dikuasai oleh lima perusahaan saja (AOL Time Warner, Disney, General Electric, News Corporation, dan Viacom). Sementara saluran televisi satelit sepenuhnya dikuasai dua perusahaan, Echostar dan News Corporation (DirectTV).
Kepemilikan perusahaan surat kabar dan stasiun televisi terus menurun dari 1.500 pada tahun 1970-an ke angka 600, dan masih terus mengarah menuju penurunan sebanyak 50% (BoydBarrett dalam Allan [ed], 2005).
Bagaimana dengan Indonesia ?
Menurut Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi,S., pada penelitiannya tahun 2012, industri media nasional dikuasai oleh 12 kelompok media besar. Kelompok-kelompok tersebut di antaranya Kelompok Kompas Gramedia (yang selain memiliki surat kabar berskala nasional baru saja mendirikan KompasTV, 12 penyiaran radio, 89 perusahaan media cetak), MNC Group (tiga kanal televisi nasional, 20 jaringan televisi lokal, 22 jaringan radio), Grup Jawa Pos (171 perusahaan media cetak dan beberapa kanal televisi lokal), dan Visi Media Asia (dua televisi nasional, satu portal berita online).
Masyarakat di Indonesia saat ini sudah banyak yang dapat menilai bahwa khusus untuk berita-berita nasional, media massa sendiri, baik elektronik, online maupun cetak sudah ikut “berpolitik”, sehingga fungsi media sebagai pengawas atau surveillance menjadi terganggu. Alih-alih sebagai pengawas, media sendiri sudah menjadi kelompok politik tertentu.
Hal tersebut yang membuat masyarakat menjad bertanya-tanya, “Apakah berita yang disampaikan ini bebas dari tujuan politik tertentu atau tidak”