Mengapa (kebanyakan) Siswa Ambis Mendapatkan Pandangan Negatif dari Siswa Lainnya?

Ambisius dalam KBBI memiliki arti bekeinginan keras mencapai sesuatu (harapan, cita-cita). Akan tetapi sepertinya ambisius mengalami perluasan makna di kalangan masyarakat terutama siswa dan mahasiswa. Ambisius berarti pelit contekan baik ketika ulangan maupun PR, kutu buku, dan tidak mau kalah.

Bahkan banyak sindiran yang datang dari teman-teman, “dulu tuh temen yang ambis, pelit contekan udah jadi apa ya sekarang?” padahal, ambisius itu diperlukan untuk menggapai cita-cita. Lagipula terdapat banyak alasan kenapa seseorang menjadi ambis, ada yang karena tuntutan orang tua, ada juga yang memang keinginan dari dirinya sendiri, ada juga yang memang dari sananya pintar sehingga terlihat effortless ketika mengerjakan tugas kemudian mendapatkan nilai yang baik.

Adanya bias-bias seperti itulah yang membuat seseorang dicap ambis, tetapi sebenarnya tidak se-ambis itu, yang menjadikan citra “anak ambis” makin jelek. Bagaimana menurut kalian?

Mungkin ini alasan utamanya, padahal sesungguhnya mungkin karena tidak ingin mendapatkan resiko seperti jawaban yang sama.

Khususnya disekitar saya, masih banyak teman yang sama sekali tidak ingin mengedit hasil jawaban yang diberikan, dan menggunakan mentah-mentah.

Kalau jawabannya 100% betul tidak masalah, ya kalau salah gimana kan ?

Kenyataannya tidak semua orang dengan nilai baik itu pintar, tapi mereka hanya berusaha untuk tidak bodoh. Dan tidak semua seseorang yang ambisius itu pintar, tapi mereka berusaha lebih keras daripada orang lain.

1 Like

Menurut saya, memang seharusnya kita tidak mencontek ketika ulangan atau PR bukan? Tentu, kebanyakan orang menyontek benar-benar tidak mengedit hasil jawaban yang diberikan yang membuat siswa pemberi contekan ini juga terkena getahnya biasanya oleh guru. Terkadang ada juga yang tidak tau diri dari nomor 1-25 hasil contekan semua.

Saya setuju dengan pendapat kakak. Itu kenapa saya bisa bilang bahwa ambis ini menjadi bias yang menyebabkan arti dari kata ambis menjadi jelek. Memang ada, teman-teman ambis yang menyebalkan. Tetapi tidak bisa semua disamaratakan, ketika tidak memberi contekan disebut ambis. Ketika belajar lebih giat disebut ambis.

kalau dari pandangan saya, sebenarnya lebih kurang menyukai siswa ambis yang caper (cari perhatian). seperti misalnya sebenarnya suatu hal yang tidak perlu ditanyakan tetapi ditanyakan agar terlihat aktif, karena menurut saya hal tersebut cukup membuang-buang waktu. selain itu, hal tersebut dilakukan saat mendekati jam perkuliahan berakhir dan setelahnya masih ada jam perkuliahan lain yang dosennya tidak menerima mahasiswa telat hal tersebut merugikan teman-teman lainnya hanya karena pertanyaan kurang penting tersebut.

berbeda jika yang ditanyakan memang bermanfaat dan penting atau mengajak diskusi terkait suatu kasus tertentu yang berhubungan dengan materi yang diajarkan, tentu saja saya menyukai hal tersebut karena dengan begitu saya juga bisa mendapatkan ilmu tambahan lagi.

kalau terkait pelit contekan ya sepertinya dikembalikan ke pandangan individu masing-masing ya, kalau dia tidak mau memberi yasudah tanya kepada orang lain yang dengan senang hati memberi. mungkin yang membuat beberapa orang kesal, termasuk pengalaman saya orang yang pelit tersebut juga sering mencontek maupun bertanya ke saya tetapi saat saya bertanya dia pelit.

Dulu saat masih duduk di bangku SMA, selama 2 tahun saya dibersamai oleh teman-teman ambis. Bahkan banyak guru di sekolah yang mengklaim bahwa kelas saya termasuk yang unggul dari kelas lain karena keambisiusan siswa-siswi di dalamnya. Lalu mengapa menjadi siswa ambis justru menerima stigma negatif?

  1. Orang ambis terkesan tidak santai. Saya menirukan ucapan teman saya bahwa masa sekolah itu sedang masa senang-senangnya, jadi manfaatkan waktu selagi ada dan bisa. Anak-anak yang setiap jam kosong tetap belajar selalu mendapat sindiran dan cenderung disingkirkan dari pergaulan di kelas itu.
  2. Mayoritas anak ambis adalah orang yang serius. Maksudnya disini adalah bahwa mereka lebih dewasa dalam hal menata masa depan dan memiliki concern yang lebih dalam dibanding yang lainnya. Hal ini yang kemudian membuat anak-anak lain kadang merasa tidak nyaman berada didekatnya karena sulit diajak bercanda dan terlalu “lurus”.
  3. Orang ambis yang saya temukan kebanyakan terlalu individualis. Mereka sibuk dengan segala pencapaian dan target-target untuk dirinya sendiri. Hal ini yang menyebabkan mereka jarang terlibat dalam aktivitas atau kegiatan sosial atau yang melibatkan/bersama anak-anak seusianya. Dari sini, muncul persepsi bahwa mereka tidak asik, susah bergaul, dan lainnya.

Mungkin karena, orang yang Ambis itu jumlahnya lebih sedikit. Karena sedikit mereka tentu saja berbeda dengan kebanyakan orang yang kurang ambis. Sebagaimana kita tahu perbedaan adalah pemicu konflik, orang yang dianggap berbeda di suatu lingkungan akan cenderung kurang disukai. Orang ambis pun demikian.

Disaat yang lain bermain dan bersantai, dia serius. Dia berbeda dari yang lain. Disaat yang lain bekerja sebisanya, dia bekerja dengan segenap kemampuannya. Beda halnya jika mayoritas mahasiswa adalah ambis ya, maka seharusnya tidak masalah.

Kalau menurut saya pribadi, mereka yang ambis adalah kaum individualis yang dianggap oleh beberapa siswa lainnya tidak mampu bekerja sama, bersosialisasi dan sebagainya. Individualis mereka sendiri muncul karena keinginan untuk mencapai target atau pencapaian lainnya sehingga mereka tak punya waktu untuk memikirkan hal lain yang tidak berkaitan dengan hal-hal akademik ataupun melakukan hal-hal tak penting seperti nongkrong. Dari sinilah, menurut pandangan dan pengamatan terhadap teman saya yang ambis, dianggap negatif karena sulit bersosialisasi, bekerjasama khususnya tugas kelompok. Padahal, tak ada salahnya jika mereka ambis, dan masalah bersosialisasi itu kan hak mereka sendiri dan kalau ada tugas yang memerlukan kerjasama, bukankan setiap anggota harusnya bisa saling membantu terlepas dia siswa ambis atau bukan.

Saya juga cukup setuju dengan pendapat ini mengingat biasanya hanya sedikit orang di suatu kelas yang ambis.

Saya pribadi merasa bahwa orang yang ambisisus itu keren. Saya mengenal beberapa orang yang mengaku bahwa mereka ambisisus, dan saya merasa bahwa mereka memiliki tujuan yang jelas, tahu apa yang mereka inginkan, juga berjuang mati-matian untuk mendapatkan hal tersebut. Dalam beberapa kasus, orang yang ambisius memang dikenal melakukan segala upaya dan menghalalkan semua cara untuk mendapatkan keinginannya. Mereka cenderung kurang peduli terhadap orang lain terlebih diri sendiri. Tidak jarang beberapa teman saya jatuh sakit karena menghabiskan hampir 24 jam dalam harinya untuk melakukan kegiatan yang dikatakannya ambis secara terus menerus. Orang-orang biasanya menganggap orang ambis itu egois dan tidak mau berbagi. Mereka dikenal tidak mau kalah dan keras kepala. Beberapa bahkan menyebut bahwa orang ambis cenderung suka cari muka pada orang lain. Tidak jarang ada yang mengatakan bahwa orang ambis itu memperalat orang lain demi keuntungan pribadi.

Dengan apa yang selama ini saya rasakan ketika berteman dengan orang ambis, kebanyakan dari mereka justru seorang yang sangat hangat dan ramah. Tentu ada satu dua yang begitu ambis hingga menjengkelkan, namun selebihnya mereka adalah orang baik yang kebetulan sensitif untuk urusan pencapaian. Mereka mengaku menjadi ambisius karena memiliki mimpi yang dirasa tinggi, sehingga timbul perasaan harus mengeluarkan tenaga lebih banyak dari yang lain. Ada pula yang ambisius karena tuntutan keluarga. Beberapa mengaku ambisius karena mereka ingin melakukan yang terbaik, namun tidak menyangka bahwa apa yang mereka lakukan justru membuat orang lain kesal. Mereka hanya berusaha menjadi yang terbaik, bukankah semua orang berhak berusaha menunjukkan sisi terbaik mereka?

Kalau bicara urusan contekan, saya rasa itu bergantung pada orangnya. Anak ambis di kelas saya dulu senang memberikan jawabannya, apalagi jika ia ditanya tentang cara mengerjakan suatu soal. Katanya, dengan hal mengajari teman, ia bisa sekaligus memperdalam pemahamannya. Jadi bisa win-win solution untuk dirinya dan teman lainnya.

Ambis ya, sampai sekarang saya kuliah pun masih sering sekali julukan tersebut digunakan. Anak yang ambis merupakan anak yang rajin dan selalu tepat waktu, selain itu juga terlihat aktif di dalam kelas maupun di luar kelas. Sebenernya anak ambis itu tidaklah buruk, untuk soal contek menyontek pastinya semua orang tidak akan memberikan secara cuma-cuma apalagi kita sudah berusaha keras mempelajari pelajaran tersebut. Tidak semua anak ambis itu pelit, dari pengalaman saya teman yang ambis justru terkadang membantu teman lain yang nilainya kurang. Sayang sekali jika citra “anak ambis” menjadi jelek, karena adanya anak ambis di suatu lingkungan dapat memicu jiwa kompetisi untuk tidak kalah dengan si anak ambis. Ini juga dapat memicu semangat belajar dan juga bisa menjadi tempat bertukar pengetahuan.

Menurut apa yang saya lihat di masa SMA, ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa ambis mendapatkan pandangan negatif dari siswa lainnya, diantaranya ialah

  1. Munculnya sifat iri

Biasanya siswa ambis ini lebih suka membantu guru, mencari informasi dan suka mencari muka di depan guru ( saya ga tau kalau guru senang apa tidak jika siswa ada yang mencoba cari muka, tp kalau dosen tau kalau mahasiswanya ada yg cuma cari muka dan trkadang dosen kurang suka dengan sifat seperti itu).

Contoh itu semua membuat siswa ambis ini menjadi dekat dengan guru dengan image yang baik, dan tentunya tak jarang juga si guru yang telah dekat dengan si ambis juga sering memuji atau lebih sedikit ‘pilih kasih’ .

Nah, tanpa disadari trkadang ada siswa yang benci karena iri , bahwa siswa ambis yg selalu diingat guru, si ambis yg dekat dg guru, atau si guru yg tampak lebih mengutamakan si ambis.

  1. Mementingkan dirinya sendiri

Biasanya si ambis ini ingin banget mengejar rangking terbaik hingga pelit untuk berbagi ilmu atau peit bagi informasi. ini nih yang temen2nya pada gk suka. Karena pelitnya bagi ilmu (tapi, aku pikir temannya gak suka karena tidak memberi contekan sih, wkwkwk) menurut aku kalo ngasih contekan semua soal ke orang yg gak ada usaha, males juga sih.

Oh ya, ketika kamu di circle siswa ambis, tak jarang pula terkadang mereka saling berkompetisi di circle tersebut, tp manfaatnya bisa bikin kamu tambah semangatt.

  1. Kurang bergaul / terlalu memilih teman.

Biasanya si ambis memilih temen brdasarkan pinter atau nggak dan toxic atau nggak. Nah kalo memilih teman yg gak toxic sih nggak masalah sebenarnya. nah teman yang toxic ini biasanya yang benci sama si ambis, biasanya si tukang nyinyir di kelas sih (wkwkw, ini bukan semua ya). Oh ya, si ambis ini biasanya memilih teman yang pinter juga, nah kalo ini nih yang bikin annoying.

Sebenarnya menjadi siswa ambis itu tidak masalah, tapi tetep ya jangan berlebihan. Tetep berbaur dengan temen (relasi sebenarnya juga penting) yang sekiranya nggak toxic, jangan memilih teman berdaskan pinter atau tidak.

Menurut saya, siswa ambis di pandang negatif itu karena biasanya mereka terlalu idealis, dan terlalu tertutup. Tidak ingin membagi ilmu, maksud membagi disini bukan untuk mencotek ya, tetapi lebih kepada biasanya mereka sangat pelit akan ilmu dan tidak mau kalah dengan yang lain. Makanya, mereka lebih memilih untuk menjadi seorang yang idealis.

Kalau menurut saya, kenapa siswa yang ambis mendapatkan pandangan negatif dari siswa lainnya adalah karena dua hal

  1. karena siswa yang lain tipe yang tidak ontime dalam mengumpulkan tugas;
  2. karena siswa ambis teradang suka mempersulit tugas yang diberikan.
    sehingga siswa lainnya menganggap bahwa tugas yang harusnya mudah tetapi dipersuit

Menurut saya, tergantung dengan pendapat individu masing-masing. Siswa yang memiliki ambisi untuk menjadi yang terbaik bukanlah hal yang buruk. Bisa saja siswa yang dianggap ambis selalu mendapat penilaian negatif dari siswa lainnya karena siswa lain tidak terlalu ambisius dan seringkali karena siswa ambisius biasanya lebih suka berinisiatif terhadap sesuatu, bisa saja itu menyusahkan mereka yang tdak terlalu ambisius. Menurut saya menjadi ambisius bukan suatu masalah besar karena kadang kita memerlukannya agar bisa mencapaitujuan, tetapi menjadi ambisius sampai merugikan diri sendiri dan orang lain, itu yang kurang baik sehingga perlu merubah pola pikir dan perilaku.

‘Anak Ambisius’ dealam kasus yang esktrim bisa memiliki banyak musuh karena dianggap tidak memiliki solidaritas sesama siswa dengan teman-teman sekelasnya.

Sistem ranking dan nilai tentunya menjadikan pendidikan di sekolah kompetitif dan menciptakan persaingan, namun kehidupan sosial di sekolah lebih dari sekedar nilai dan ranking, juga pertemanan dan interaksi sosial. Seorang Individu yang benar-benar mengedepankan persaingan di dibanding teman-teman seperjuangannya, tidak ragu memihak bersama guru melawan teman-temannya, bahkan mengorbankan temannya di hadapan persaingan jelas akan menjadi asing dan dimusuhi oleh siswa yang lain.

Hal di atas merupakan contoh ekstrim bagaimana seorang siswa ambisius juga bisa menjadi antagonis dalam narasi. Seringkali memang teman-teman di sekitar yang malas dan membebani si anak ambisius. Menurut saya semuanya tergantung perspektif dan saya memiliki pandangan netral karena sudah pernah mengalami memiliki teman ambis, menjadi anak ambis, atau korban keambisan siswa lain.