Mengapa Indonesia tertinggal dalam hal disability awareness?

Sekarang memang sudah muncul kebijakan-kebijakan dari tingkat pemerintah maupun dalam skala instansi seperti kampus yang mempertimbangkan kesejahteraan saudara-saudara kita yang memiliki kebutuhan khusus. Kebijakan ini diwujudkan dalam pembangunan infrastruktur yang lebih ramah difabel, pendidikan yang lebih inklusif untuk anak berkebutuhan khusus dan lain sebagainya. Hal ini merupakan hal yang perlu disyukuri meskipun masih harus diekskalasi lebih jauh lagi.

Mengenai hal ini ada satu pertanyaan yang menggelitik buat saya. Sejak zaman dahulu orang Indonesia dikenal dengan kerekatan komunalnya yang bisa dijadikan indikasi tingginya kepedulian antar individu. Namun anehnya justru kita tertinggal dalam usaha menciptakan masyarakat yang inklusif bagi orang-orang berkebutuhan khusus. Mengapa mereka yang selama ini telah menjadi bagian dari masyarakat kita baru mendapatkan perhatian belakangan ini. Tidak bisa dipungkiri juga, hingga saat ini masih banyak orang yang belum memiliki kesadaran tentang hal ini dan masih memarjinalkan orang berkebutuhan khusus ataupun disabilitas. Menurut teman-teman apa sih yang menyebabkan hal ini terjadi?

5 Likes

Menurut saya, orang Indonesia masih belum terbiasa dengan hal-hal yang tidak lumrah atau yang tidak biasa terjadi di lingkungan sehari-harinya. Saya ambil contoh dari lingkungan kampus saya, di tahun 2011, seorang muslimah memakai cadar bukanlah suatu yang lumrah terjadi di masa itu. Kemudian orang-orang akan menjadi salah beranggapan bahwa orang yang bercadar itu misterius, menutup diri, bahkan bisa jadi teroris. Padahal memakai cadar adalah bagian dari agama Islam dengan masing-masing hukum berdasarkan dalil yang ada. Hukum terkait cadar dari dulu sudah ada, namun masih awam di kalangan muslim di tahun 2011.

Sebagaimana halnya, orang yang berkebutuhan khusus. Dari dulu sudah banyak orang terlahir dengan berbagai keterbatasan yang memang Tuhan ciptakan dengan segala hikmah yang bisa diambil. Namun banyak orang yang masih menganggap bahwa berkebutuhan khusus adalah suatu yang jauh dari manusia normal, bahkan menakutkan dan dianggap sebagai kutukan. Reaksi masyarakat seperti ini terjadi karena minimnya edukasi… Namun semakin hari, edukasi terkait orang berkebutuhan khusus semakin banyak dan memunculkan kesadaran di tengah-tengah masyarakat. Bahwasannya orang yang terlahir dengan keterbatasan juga harus dimanusiakan sebagaimana mestinya, tidak boleh ada diskriminasi.

Adapun terkait ini, berhubungan dengan kebijakan pemerintah atau pemegang kekuasaan. Tentunya infrastruktur dibangun sesuai dengan permintaan “pasar” atau kepentingan mayoritas orang. Terlebih lagi, apabila orang yang memiliki kepentingan ini memiliki modal untuk ikut serta membangun infrastruktur bersama pemerintah. Seharusnya pemerintah tegas akan prioritas orang yang membutuhkan, tidak hanya melayani yang memiliki kepentingan sendiri. Infrastruktur untuk difabel sangat dibutuhkan bagi orang penyandang disabilitas. Maka udah seharusnya diprioritaskan sebagaimana mestinya.

2 Likes

Benar yang tadi disampaikan oleh kak @Ariana_Belle.

Alasan dibalik ketidaklumrahan atau ketidakbiasaan ini disebabkan oleh jumlah penyandang disabilitas yang relatif sedikit dibandingkan jumlah populasi keseluruhan, ditambah dengan rendahnya representasi penyandang kelompok disabilitas di masyarakat. Kedua hal ini menyebabkan tidak banyak orang yang mendapatkan pengalaman bersosialisasi dengan kelompok disabilitas. Tidak adanya pengalaman sosialisasi atau kontak baik secara langsung maupun tidak langsung ini menjadikan kebanyakan masyarakat tidak aware dengan adanya penyandang disabilitas. Dengan minimnya awareness ini orang sulit untuk memahami dan mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas.

1 Like

Nah. Justru kalau menurutku disinilah letak permasalahan sesungguhnya. Kalau dirunut lagi, kenapa orang tidak aware? Kemungkinan besar karena mereka tidak merasakan keberadaan saudara-saudara kita yang menyandang disabilitas. Kenapa hal ini terjadi? Yang pertama, benar, memang jumlah mereka sedikit. Tapi kenapa sampai tidak disadari keberadaannya. Ya bisa jadi karena representasi mereka yang minim di ruang publik. Representasi atau perwakilan ini sangat penting. Kalau tidak ada orang yang merepresentasikan keberadaan mereka, bagaimana mereka dapat terlihat?

Representasi ini banyak bentuknya. Intinya segala peran yang menjadikannya dapat “dilihat” oleh masyarakat di berbagai bidang. Misalnya penyandang disabilitas yang menjadi pengusaha, pegiat lingkungan, atau menjadi atlit, musisi, aktris, programmer dan lain sebagainya. Dengan terlibat dalam berbagai bidang, keberadaannya dapat lebih disadari oleh masyarakat.

Aku pikir banyak kok saudara-saudara penyandang disabilitas yang sudah berkiprah di bidangnya masing-masing. Masalahnya, kiprah mereka ini kalah suara dan jarang terekspose. Memang ada sih beberapa program televisi yang terkadang mengangkat kisah-kisah mereka agar bisa didengar lebih banyak orang. Dulu Kick Andy misalnya. Tapi program semacam itu tidak banyak. Harapannya dengan media sosial sekarang, hal-hal semacam ini bisa terangkat. Selain itu harapannya juga, teknologi yang ada dapat memudahkan saudara-saudara penyandang disabilitas untuk berkarya dan membangun eksistensinya.

Dengan eksistensi di ruang publik, kupikir awareness di masyarakat akan lebih mudah untuk terbangun. Seiring dengan terbentuknya awareness ini edukasi perlu digalakkan. Kalau aware aja belum, gimana mau diedukasi kan?

3 Likes

Saya ingin menanggapi pendapat kak @danialbramanta yang menurut saya cukup menarik.

Dalam runutan ini menurut saya ada pertanyaan menarik yang masih tertinggal : kenapa sampai representasinya minim di ruang publik?

Well, sebagiannya sudah dijawab oleh kak danial sendiri. Dari kacamata media, mungkin ini bukan hal yang diminati oleh kebanyakan orang dan tidak mendatangkan rating yang tinggi. Tau sendiri, sepertinya orang sekarang lebih suka dipertontonkan hal-hal materialistis yang berkisar pada gosip artis, kehidupan crazy rich, and so on yang dianggap lebih menarik. Hal-hal yang mempertontonkan sisi lain kehidupan masih underrated di media mainstream. Saya sepakat terkait hal ini chance terbesarnya ada di media sosial.

Tapi hal yang menggelitik ada di poin ini :

Kalau dipikir-pikir lagi, sebetulnya peran-peran seperti pengusaha, pendidik, seniman dan lainnya itu adalah peran-peran yang umum. Tapi kenapa kesannya jadi luar biasa ketika penyandang disabiltas yang mendapatkan peran tersebut? Kalau di masyarakat kita peran-peran itu tidak bersifat eksklusif, harusnya hal itu biasa saja.

Got it?

4 Likes

Hmm… iya juga ya :thinking:. Kalau hal itu masih bersifat eksklusif, maka artinya saudara-saudara kita yang menyandang disabilitas belum mendapatkan akses yang setara. Kalau ini sih nggak bisa lepas dari masalah kebijakan seperti yang tadi dikatakan oleh kak @Ariana_Belle. Minimnya kebijakan yang mengakomodasi kepentingan penyandang disabilitas menyebabkan banyaknya limitasi yang mereka hadapi.

Bayangkan saja kalau fasilitas pendidikan belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan mereka, misalnya di tingkat universitas, ya bagaimana mereka bisa mendapatkan pencapaian yang sama dengan non disabilitas. Belum lagi soal infrastruktur umum yang belum ramah disabilitas yang menyebabkan mobilitas mereka terbatas. Belum lagi awareness yang masih rendah di masyarakat terkait keberadaan mereka.

Semoga kedepannya hal-hal semacam ini masuk ke dalam prioritas untuk membentuk tatanan yang lebih inklusif.

1 Like

Waah aku dapat banyak insight dari jawaban teman-teman.

Menanggapi soal kebijakan, aku sepakat sama kak @Ariana_Belle. Menurutku kita belum selesai sama hal-hal dasar yang mewakili kepentingan lebih banyak orang sehingga kebutuhan-kebutuhan mereka yang minoritas dijadikan prioritas kesekian. Tapi entahlah, aku nggak terlalu paham soal kebijakan.

Ngomong-ngomong soal representasi, aku jadi ingat beberapa sinetron dan acara televisi yang menampilkan orang-orang yang “tidak biasa” dari segi fisik seperti cebol dsb. Disitu mereka dicitrakan sebagai sosok inferior, entah dengan memerankan peran yang konyol atau dengan adegan dan dialog yang terkesan merendahkan.

Menurutku hal ini bisa berpengaruh juga terhadap persepsi masyarakat tentang penyandang disabilitas. Meskipun memang tayangan yang aku maksud tadi tidak melibatkan penyandang disabilitas, tapi tetap saja berpengaruh. Bagi kebanyakan orang penyandang disabilitas sama-sama dicirikan dengan fisik yang berbeda. Tontonan yang semacam itu secara tidak sadar menanamkan stereotype serta memunculkan perasaan superioritas bagi non disabilitas. Hal-hal semacam ini malah menjauhkan masyarakat dari disability awareness yang diharapkan.

2 Likes

Sepakat dengan pendapat @danialbramanta bahwa persoalan ini ada karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kehadirannya teman-teman difabel ini. Kebanyakan orang hanya meliat sebelah mata karena kekurangannya, padahal dibalik kekurangannya kebanyakan dari teman-teman yang di fabel.

Disability awareness perlu digemakan terus menerus agar masyarakat lebih sadar dan sehingga bisa aware dengan persoalan ini. Saat ini cukup banyak lembaga LSM ataupun perguruan tinggi yang menggalakkan program terkait isu ini. Hal tersebut menjadi salah satu cara untuk meningkatkan aware masyakarat Indonesia terhadap persoalan ini.

Perlu menumbuhkan pemikiran bahwa penyandan difabel memiliki hak dan kesempatan yang sama seperti orang-orang lainnya. Jangan ada perbedaan pembatasan hak karena salah satu keterbatasan yang dimilikinya, biarkan ia untuk berproses dan mengembangkan kemampuan diri yang dimilikinya. Sehingga ia tidak merasa tersudutkan bahwa merasa tidak dianggap.

Selayaknya bagaimana untuk memanusiakan manusia. Jadi menurut saya mengapa Indonesia tertinggal dalam hal disability awareness? Ya karena kurangnya pemahaman masayarakat pada difabel, masih ada mindset bahwa difabel hanya manusia yang memiliki kekurangan.

Riset menunjukkan keterkaitan erat antara pemahaman publik tentang disabilitas dan penyandang disabilitas dengan perilaku diskriminatif yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman umum masyarakat di dunia, termasuk Indonesia, tentang penyandang disabilitas masih cenderung negatif. Pemahaman negatif itu karena masyarakat umumnya mendefinisikan dan memperlakukan penyandang disabilitas berdasarkan pada pola pikir yang didominasi oleh konsep kenormalan yang berimplikasi pada stigmatisasi dan diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas. Hal itu, termasuk di Indonesia terutama disebabkan masih terbatasnya diseminasi informasi dan edukasi resmi dari pemerintahan atau otoritas terkait serta hasil kajian ilmiah tentang disabilitas dan penyandang disabilitas.

2 Likes

Nah maka dari itu kak, kita sebagai manusia sosial sudah sering sekali membahas untuk bagaimana membangkitkan awareness terhadap penyandang disabilitas dengan melakukan gerakan-gerakan, atau sosialisasi kepada kalangan masyarakat, di mana kita juga sebenrnya lupa bahwasannya pemerintah lah yang sangat bertanggung jawab atas ini karena dia pemegang kekuasaan dan menjalani tugasnya untuk melayani publik. Apabila pemegang kuasa tertinggi saja tidak aware, bagaimana rakyatnya ?

Yah miris emang ya… infrastruktur saat ini hanya berpihak pada orang-orang kaya yang berkepentingan, dibangunnya jalan tol, bangunan2 besar, itu semua untuk apa kalau bukan untuk pengusaha2 besar? sedangkan pendidikan yang ramah difabel masih belum terpenuhi…

2 Likes