Mengapa Ferry Unardi Berani Mengambil Keputusan Putus Kuliah Demi Memulai Start Up Traveloka?

traveloka
Mengapa Ferry Unardi Berani Mengambil Keputusan Putus Kuliah Demi Memulai Start Up Traveloka?

Sebelumnya Ferry sama sekali tidak memikirkan akan berakhir menjadi seorang entrepreneur, dia lebih suka menyebut dirinya sebagai seorang engineer. Hingga akhirnya setelah tiga tahun bekerja di Microsoft kemungkinan tentang tidak akan menjadi engineer terbaik mulai mengganggu pikirannya. Karena itulah Ferry mencari kesempatan yang lain dengan pergi ke China untuk melihat apa yang dapat di tawarkan oleh pasar saat ini. Pada saat itulah dia melihat adanya peluang pada industri traveling.

Ungkapan Jika tidak ada layanan yang menawarkan, maka buatlah sendiri sepertinya menjadi dasar keputusan Ferry untuk mengambil keputusan besar dengan beralih untuk membangun start up. Masalah yang kemudian dihadapinya adalah fakta bahwa dia tidak memiliki pengalaman bisnis sama sekali. Tidak lama dia melanjutkan kuliahya di Hardvard University untuk mendapatkan pengalaman yang diperlukan untuk mengelola perusahaan dengan baik. Tapi baru satu semester dia sadar bahwa dia tidak akan bisa membangun start up jika dia tetap fokus pada kuliahnya. Keputusannya untuk berhenti kuliah tentu adalah keputusan terberat di dalam hidupnya. Tapi pasangannya yang bekerja di LinkedIn pernah mengatakan ‘Kita masih berusia 23 tahun, kita masih cukup muda untuk melakukan kesalahan. Dan tidak ada waktu yang lebih baik dari saat ini.’ Ferry menambahkan bahwa ia percaya bahwa jika mereka tidak masuk pasar pada waktu yang tepat, mereka akan ketinggalan kereta. Saat itulah Traveloka lahir.

Ferry dan teman-temannya dengan cepat belajar bahwa masalah yang terjadi bukan hanya saat menemukan penerbangan yang tepat tapi juga pada saat transaksi. Ketika ditanya dari mana ia mendapatkan inspirasi untuk mengelola timnya, Ferry akan menyebutkan buku karya Ben Horowitz The Hard Thing about Hard Thing sebagai sumber inspirasinya.

‘Buku ini mengajarkan saya bahwa orang hanya memperhatikan pertumbuhan dan pengguna. Tetapi anda harus fokus dengan apa yang ada di balik hal tersebut, seperti membangun tim yang tepat misalnya. Orang-orang tidak berbicara tentang hal ini karena tidak secara langsung berhubungan dengan internet. Tetapi pada akhirnya kami adalah perusahaan dan kami harus terlebih dahulu membangun sebuah perusahaan.’

Masalah lain muncul ketika tidak ada maskapai penerbangan yang mau bekerjasama dengan Traveloka, tapi Ferry mengatakan bahwa peningkatan layanan pelanggan akan membantu mereka memecahkan masalah ini.

‘Maskapai penerbangan selalu memiliki banyak persediaan sehingga layanan yang kami tawarkan akan membantu mereka untuk mengisi kursi kosong. Bahkan jika mereka tidak ingin bekerja dengan kami, mereka sebenarnya telah bekerja dengan kami.’

Begitulah Ferry yang mengubah tim start up kecil menjadi sebuah perusahaan booking pesawat Traveloka yang dikenal banyak orang dengan kemampuannya dalam melihat peluang pasar dan memecahkan setiap masalah yang datang menghampirinya serta keberaniannya untuk keluar dari zona nyaman untuk merasakan titik stress dalam hidupnya ketika merintis start up bersama tim yang dibentuknya.

Ferry Unardi pernah menempuh pendidikan di Purdue University jurusan Computer Science dan Engineering. Setelah menyelesaikan studinya, Ferry bekerja sebagai software engineer di perusahaan Microsoft di Seattle. Kemudian Ferry melanjutkan pendidikan MBA di Harvard University, namun baru 1 semester dijalani Ferry memilih berhenti kuliah.

Ferry mengatakan, “Saya ingat ketika semua orang mempertanyakan keputusan saya untuk berhenti. Tapi itulah yang harus dilakukan. Berhenti kuliah adalah keputusan yang sangat sulit, baik untuk saya maupun pasangan saya karena ia bekerja untuk LinkedIn pada saat itu dan memiliki saham yang belum sepenuhnya diperoleh. Tapi saya ingat pernah mengatakan ‘kita [berusia] 23, kita masih cukup muda untuk melakukan kesalahan’ dan bahwa tidak ada waktu yang lebih baik.”

Ferry juga mengatakan, “Saya tidak melihat diri saya sebagai seorang entrepreneur, tetapi lebih sebagai seorang engineer. Sebagai seseorang yang menyukai IT ketika remaja, mengambil jurusan matematika ketika kuliah dan sempat bekerja di Microsoft. Karena itu, ide mendirikan startup tidak pernah ada dalam benak saya. Hingga akhirnya tiga tahun setelah bekerja di Microsoft, kemungkinan tentang “tidak akan menjadi engineer terbaik” mengganggu pikiran saya.”

Karena hal itulah Ferry mencoba mencari kesempatan lain. Ferry pergi ke Cina untuk memperhatikan perkembangan bisnis yang ada di Cina serta juga memperhatikan apa yang pasar tawarkan disana. Ferry juga melihat perkembangan internet di Indonesia yang cukup cepat. Oleh karena itu Ferry mulai tertarik untuk terjun ke dunia startup dengan mengajak 2 temannya yang pernah sekantor dengannya di Microsoft, yaitu Derianto Kusuma dan Albert. Kemudian startup mereka diberi nama Traveloka. Awal startup ini sendiri berasal dari pengalaman Ferry sendiri yang kesulitan saat ingin pulang ke Padang dari Amerika (dimana dulu tempat Ferry kuliah), karena pesawat yang disediakan dari Amerika Serikat hanya untuk ke Jakarta, setelah itu ia harus melanjutkannya kembali dari Jakarta ke Padang. Pada awal startup ini, mereka hanya memiliki 20-30 karyawan. Namun saat ini Traveloka sudah menjadi perusahaan travel online terbesar dan sangat populer.

Setelah 3 tahun bekerja sebagai seorang Software Engineer di Microsoft, Seattle. Ferry Unardi berpikir bahwa menjadi yang terbaik di Microsoft sangatlah sulit. Sehingga dia memutuskan untuk berhenti dari Microsoft. Ferry Unardi mencoba terbang ke China untuk mencari informasi dan ide baru. Hasilnya dia menemukan inspirasi baru untuk memulai sesuatu yang berbeda di bidang industri travel dan penerbangan. Tetapi dia merasa pesimis untuk memulai bisnis startup dan lebih memustuskan untuk melanjutkan Pendidikan S2 Bisnis di Harvard University.

Setelah menjalani 1 semester di Harvard University, Ferry berpikir untuk mulai membangun startup nya. Dia memilih startup dibidang mesin pencari tiket pesawat. Ide ini didapatkan karena permasalahannya sendiri, Ferry merasa kesulitan mencari tiket pesawat ketika dia ingin pulang kampung dari Amerika ke Kota Padang. Sehingga dia memilih untuk mengembangka bisnis pemesanan tiketnya.

Kemudian Ferry memutuskan untuk berhenti kuliah, dan melanjutkan membangun perusahan pemesanan tiketnya. Namun, banyak pihak menyayangkan keputusan Ferry. Tapi dia percaya bahwa perusahaan yang dirintisnya akan sukses. Dia dibantu oleh kedua temannya untuk merancang bisnisnya yaitu Derianto Kusuma dan Albert. Dengan menggunakan system pengembangan dengan konsep e-commerce, akhirnya di Bulan Oktober 2012 Traveloka berhasil dirilis dalam versi beta.