Menapa jaman sekarang masih ada orang memakai Kamera Monokrom?

foto monokrom

Monokrom adalah kata yang menyatakan satu nuansa warna. Nuansanya bisa kebiruan, kekuningan dan gradasi warna lainnya tapi hanya satu gradasi warna saja. Gambar tanpa warna yang hanya menggunakan gradasi warna abu-abu (dengan atau tanpa hitam atau putih) disebut grayscale atau lebih dikenal dengan foto black and white (B&W).

Padahal sekarang sudah jamannya warna warni, Tapi kenapa para potograper profesional masih menggunakan kamera monokrom?

Mengapa foto hitam putih masih diminati orang terutama untuk karya-karya seni tinggi? Padahal dunia ini penuh dengan warna-warni yang membuat hidup kita lebih berwarna, sampai-sampai di era fotografi digital sekarang ini beberapa fotografer pro maupun amatir membutuhkan kamera yang bersensor monokrom, dan ini telah dipelopori oleh Leica pada tahun 2012 dengan Leica M9 bersensor monokrom nya, yang dipasaran dikenal dengan Leica M Monochrom.

Ada tiga cara dasar untuk menghasilkan gambar monokrom (hitam-putih) dengan kamera digital:

  1. Membidik dengan menggunakan mode monokrom di setingan kamera kita dalam file RAW atau JPEG.
  2. Membidik dalam mode warna lalu mengkonversi gambar warna tersebut ke monokrom dengan menggunakan converter RAW, dengan software Photoshop atau perangkat lunak monokrom khusus
  3. Membidik langsung dengan kamera digital monokrom.

Menggunakan mode monokrom pada kamera kita memiliki beberapa keuntungan. Kita dapat menggunakan kamera built-in filter (bila tersedia), merah, kuning dan hijau, kita juga dapat langsung melihat gambar secara monokrom pada layar monitor LCD, dan jika kita membidik dalam RAW bukan JPEG, kita akan memiliki kemampuan untuk memproses file yang dihasilkan nya kedalam monokrom atau ke dalam warna penuh pada hasil akhir (ini yang saya lakukan dan saya sarankan selama ini). Kelemahan yang utama adalah bahwa sensor digital konvensional, dengan array penyaring Bayer RGB nya, tidak memberikan hasil gambar monokrom yang berkualitas optimal langsung dari kamera, kita harus bersusah payah dahulu mengkonversi dan menguliknya supaya hasilnya persis sama dengan hasil foto monokrom dengan film.

Mengkonversi gambar warna ke dalam monokrom di komputer menawarkan lebih banyak keuntungan, karena komputer lebih mampu berbuat banyak dibanding komputerisasi yang ada di dalam kamera. Kita dapat menangani algoritma yang lebih kompleks, dan dengan software khusus monokrom seperti Nik Silver Efex Pro yang menyediakan konversi dan alat finishing yang sangat bagus. Photoshop Lightroom Channel Mixer memberikan kita kontrol yang luar biasa atas nada dalam gambar. Tetapi kelemahan utama dalam mengkonversi gambar warna adalah sama dengan menggunakan modus monokrom pada kamera, karena warna gambar asli akan menderita efek demosaicing atau debayering (rekonstruksi warna).

Mengapa kamera monokrom berkerja lebih baik?

Gambar konvensional terdiri dari jutaan grid piksel atau foto dioda yang merekam cahaya sebanding dengan intensitas. Untuk memberikan informasi warna, sebagian besar produsen kamera memasang filter berwarna primer yang disebut Bayer array diatas piksel dengan satu warna primer, merah, hijau atau biru (RGB), sehingga setiap pixel hanya menerima cahaya dari warna itu kecuali kamera Sigma dengan Foveon X3 image sensor-nya.

Kemudian, melalui proses yang dikenal sebagai demosaicing, prosesor kamera (jika kita merekam kedalam JPEG) atau RAW converter (jika kita membidik kedalam RAW) menciptakan gambar penuh warna, menggunakan data-data warna dari piksel-piksel yang bersebelahan dan menginterpolasikan melalui algoritma kompleks untuk melengkapi hilang nya data warna pada setiap pixel nya.

Namun, proses demosaicing ini memang memiliki beberapa kekurangan. Pertama, banyak-nya cahaya yang terbuang, karena filter berwarna memblokir dua-pertiga dari cahaya yang mencapai setiap pixel. Kedua, proses demosaicing menghasilkan aliasing-moiré, artefak warna dan sejenisnya. Untuk mengatasi hal ini, kebanyakan sensor juga dilengkapi anti-aliasing (AA) filter, atau optik low-pass filter (OLPF), yang sedikit mengaburkan gambar pada tingkat piksel untuk meminimalkan moiré. Ini, tentu saja, juga sedikit mengurangi ketajaman gambar secara keseluruhan.

Saat kita menggunakan mode monokrom pada kamera kita, atau mengkonversi warna gambar digital ke monokrom di komputer, kita mulai bekerja dari gambar warna yang dibuat dari gambar monokrom menggunakan filter berwarna dan pengolahan gambar yang kompleks, dan kemudian berbalik kembali ke monokrom . Maka untuk itu harus lah ada upaya atau cara yang lebih baik.

Jadi memang betul sebagian orang memerlukan kamera khusus monokrom. Sensor pada kamera digital monokrom tidak memiliki array filter warna karena memang tidak perlu. Dengan demikian, kamera dapat merekam semua cahaya (per efisiensi kuantum sensor) yang jatuh pada setiap pixel; tidak ada yang hilang seperti pada filter warna, sehingga sensitivitas sensor pada dasarnya menjadi lebih tinggi. Tidak ada demosaicing, dan dengan demikian tidak ada moiré warna dan tidak perlu filter AA. Jadi gambar dari sensor monokrom lebih tajam dari warna gambar yang dikonversi, dan sensitivitas lebih tinggi. Tentu saja, kamera monokrom tidak dapat menghasilkan gambar berwarna, sehingga kita harus mempertimbangkan kebutuhan kita. Kamera monokrom relatif cukup mahal, sehingga sebagian fotografer mungkin akan lebih baik melakukan monokrom dengan kamera digital biasa mereka, dimana masih dapat memberikan gambar monokrom yang sangat baik meskipun ada kekurangan. Tapi untuk penikmat monokrom sejati, kamera monokrom adalah satu-satunya pilihan

Sumber

http://www.infotografi.com